Juli 2023, delegasi level menengah Taliban mengunjungi Indonesia tepatnya, di Jakarta. Kedatangan Taliban ke Indonesia ini tentunya memunculkan banyak pertanyaan dan spekulasi. Apa tujuan Taliban ke Indonesia, terlebih saat ini Indonesia sedang bersiap menghadapi tahun politik 2024.
Faran Jefferi seorang pengamat politik yang berasal dari Theology of Counter Terrorism di Inggris menyatakan bahwa Taliban mengunjungi beberapa negara, salah satunya Indonesia, dengan tujuan mencari dukungan Internasional. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Teuku Faizasyah membenarkan kedatangan Taliban ke Indonesia. Namun kunjungan tersebut bukan kunjungan kenegaraan. Taliban mendatangi perwakilan Afghanistan yang ada di Indonesia. Kuat dugaan, kehadiran Taliban di Indonesia adalah untuk menyelesaikan urusan internal Taliban.
Namun ternyata, kehadiran Taliban tidak hanya sekedar menyelesaikan urusan internal. Mereka juga mendatangi beberapa lembaga di Indonesia salah satunya Majlis Ulama Indonesia (MUI). Hal ini diketahui dari pernyataan Cholil Nafis ketua MUI bidang Dakwah dan Ukhuwah. Menurutnya, Taliban mendatangi kantor MUI untuk belajar moderasi beragama di Indonesia.
Meskipun ia menyatakan bahwa kehadiran Taliban tidak akan mengnggu keamanan dan ketertiban negara Indonesia, namun rekam jejak pemerintahan Radikal ala Taliban tentu membuat masyarakat was was. Seperti diketahui bersama bahwa Taliban berhasil menduduki kembali pemerintahan resmi Afghanistan setelah Amerika menarik pasukan militernya semenjak 15 Agustus 2021.
Kemenangan ini adalah dampak dari perjanjian Doha yang disepakati oleh Amerika, Pemerintahaan Asyraf Ghani dan Taliban, Februari 2002, lalu. Setelah Amerika berhasil melengserkan pemerintahan Taliban atas Afganistan pada 2002, ketiga belah pihak menyepakati bahwa Amerika akan segera hengkang dari Afganistan dan mengakui kedaulatan Afganistan. Dengan syarat, Taliban tidak boleh mengikutsertakan gerilyawan ekstrimis seperti al-Qaeda. Dengan hengkangnya militer Amerika dari Afganistan, sesuai dengan perjanjian Doha yang telah disepakati, Afganistan bisa berdaulat kembali dan menikmati kemerdekaan seutuhnya tanpa campur tangan Amerika.
Taliban dan Pemerintahan yang Radikal
Pemerintahan Taliban sebelum 2002 menyisakan cerita kelam yang mencekam. Pada tahun 1996-2001 Negara Islam resmi didirikan di Afganistan dibawah Taliban. Mullah Umar dipilih sebagai Amirul Mukminin Afganistan saat itu (Abdul:2001). Sederet hukum dan peraturan disusun berdasarkan syariat Islam, namun justru menyebabkan regulasi yang diskriminatif terhadap perempuan.
Bukan syariatnya dan agama Islamnya yang tidak relevan, namun pemahaman agama yang tekstual dan tidak mengikuti perubahan zaman lah yang menyebabkan aturan tersebut dikecam oleh dunia. Sebagai gerakan nasionalis Sunni, pemerintahan Afganistan dibawah Taliban saat itu memiliki prinsip bahwa amal ibadah yang paling utama setelah iman kepada Allah adalah Jihad fi Sabilillah. Sedangkan Jihad fi Sabilillah itu sendiri lebih utama dari bertetangga dengan Masjidil Haram dan memakmurkannya (Azzam: 1994).
Atas dasar inilah, segala kebijakan yang tidak sesuai dengan ajaran Islam dihancurkan oleh Taliban. Taliban saat itu mendapat kritik dari Dewan keamanan PBB dan dikecam oleh dunia karena melanggar Hak Asasi Manusia. Hingga pada November 2001, Taliban berhasil digulingkan oleh Amerika Serikat, dan Afganistan menjadi negara dibawah kaki tangan Amerika. Taliban mengalami pemboikotan oleh mayoritas negara Dunia.
Moderasi Taliban dan Harapan Semu
Tepat sehari setelah Taliban berhasil menduduki kembali pemerintahan Afganistan. Zabiullah Mujahid sebagai jubir Taliban mengadakan konferensi pers pada 18 Agustus 2021 untuk meyakinkan publik bahwa Taliban yang saat ini menduduki pemerintahan Afganistan bukanlah Taliban 26 tahun yang lalu. Selain mengumumkan amnesti dan jaminan keamanan bagi seluruh penduduk Afganistan baik muslim maupun non muslim, Taliban juga berjanji untuk mengusung nilai-nilai moderasi Islam.
Salah satunya adalah mengizinkan perempuan untuk menduduki kursi pemerintahan, memberikan akses pendidikan, dan membolehkan perempuan bekerja. Ia juga menyatakan bahwa dalam membangun pemerintahan Afganistan yang kuat, inklusif dan Islami, dibutuhkan kerjasama dari seluruh masyarakat Afganistan. Termasuk didalamnya adalah peran perempuan selama masih dalam koridor yang diperbolehkan syariat.
Pernyataan Zabiullah Mujahid ini adalah jawaban langsung dari kekhawatiran Hosna Jalil dan Zarifa Ghafari tentang masa depan perempuan Afganistan di bawah pemerintahan Taliban. Bahwa perempuan akan tetap mendapatkan haknya sebagai manusia, dan dapat berkiprah di ranah publik sebagaimana laki-laki. Hal ini membawa angin segar terhadap perubahan pemerintahan Islam yang identik dengan perlakukan diskriminatif terhadap perempuan.