Melihat Konteks Jawa Barat, dari beberapa riset yang selama ini telah dilakukan salah satu provinsi yang berada di Pulau Jawa menjadi wilayah dengan tingkat intoleransi yang tinggi. Hal tersebut berdampak pada tantangan dalam mewujudkan kedamaian di daerah yang disebut Priyangan. Jawa Barat memiliki jargon penting yaitu “Silih Asah, Silih Asih, Silih Asuh” yang mencerminkan kearifan lokal dan saling pengasuhan antara masyarakat.
Pada 5 Juli 2023, Rahima, WGWC dan Yayasan Prasasti Perdamaian (YPP) menggelar agenda ”Peningkatan Kapasitas Terkait Kontra Narasi Ekstremisme Berbasis Kekerasan Mengarah Kepada Terorisme Bagi Petugas Pemasyarakatan”. Sebelumnya, pembuatkan buku kontra-narasi sudah dimulai sejak 2021. Pembuatan buku berawal dari mendengarkan problem-problem yang dihadapi oleh para petugas-petugas lapas menghadapi napiter.
Diungkap oleh Direktur Rahima, Pera Sopariyanti perlu juga menjaga narasi Islam yang berkaitan dengan kearifan lokal menjadi kunci untuk mengatasi ideologi ekstrem yang kuat di Jawa Barat. ”Rahima, WGWC dan Yayasan Prasasti Perdamaian (YPP) telah membuat buku saku bagi para petugas lapas untuk mendampingan terhadap napiter. Terdapat dua hal penting yang perlu dibagikan. Pertama, buku tersebut menawarkan alternatif narasi yang lebih lembut dan mudah dipahami, sebagai upaya untuk mencapai pemahaman yang lebih baik antar kelompok. Kedua, buku ini juga membahas pendekatan yang dapat dilakukan terhadap para pelaku ekstremisme,” terangnya, belum lama ini.
Buku tersebut memaparan gambaran umum gerakan jaringan ekstremisme, berbagai ideologi ekstrem, dan bagaimana hal-hal ini mempengaruhi pendekatan yang harus diambil oleh pemerintah dan masyarakat. Selain itu, buku ini juga menyoroti peran perempuan dalam gerakan ekstremisme. Melalui pemahaman terhadap fitur-fitur tersebut, diharapkan Jawa Barat dapat menghadapi tantangan intoleransi dan ideologi ekstrem dengan lebih baik.
Pendekatan yang melibatkan kearifan lokal dan narasi yang lebih inklusif sangat diperlukan. Diungkap olehnya, dalam buku tersebut terdapat penjelasan tentang pemahaman gerakan dan ideologi ekstremisme menjadi langkah penting dalam menjaga kedamaian dan mewujudkan Jawa Barat yang harmonis dan damai bagi semua warganya.
”Mengembangkan narasi alternatif terkait dengan ideologi ekstremisme merupakan langkah penting untuk melawan pengaruh negatif yang ada di dalam sel para narapidana teroris. Propaganda ekstremisme sering kali didasarkan pada ideologi yang mengkafirkan kelompok lain atau membenarkan tindakan kekerasan terhadap mereka,” ungkapnya.
Oleh karena itu, lanjutnya, sebuah buku telah dirancang sebagai bentuk perlindungan bagi petugas lapas, dengan tujuan memberikan ketahanan terhadap paparan ekstremisme yang disampaikan oleh narapidana teroris. Pihaknya berharap bahwa buku tersebyt tidak hanya akan menjadi alat bantu untuk kami, kelompok WGWC dan Rahima, tetapi juga akan diadopsi oleh Direktorat Jenderal Pemasyarakatan ke depan.
Buku tersebut bias sebagai bagian dari upaya penguatan kapasitas para petugas yang menangani narapidana teroris agar mereka memiliki ketahanan yang kuat. Dengan mengembangkan narasi alternatif yang dapat melawan ideologi ekstremisme dan melalui penggunaan buku ini sebagai sarana perlindungan dan penguatan kapasitas. ”Kami berharap dapat membangun lapisan pertahanan yang lebih kokoh dalam melawan pengaruh ekstremisme di dalam lapas,” pungkasnya.