Pembahasan mengenai toleransi semakin mencuat bersamaan dengan kajian mengenai moderasi beragama. Tak hanya praktik secara individu, toleransi juga berkaitan dengan suatu kebijakan. Jika kebijakan pemerintah sudah menunjukkan indikasi intoleran, maka mayoritas rakyatnya akan melakukan hal serupa. Jika regulasinya sudah toleran, maka mayoritas masyarakatnya juga akan mempraktikkan cara beragama yang sama.
Empat Indikator Kota Toleran
Peristiwa intoleransi mayoritas terjadi di kelompok-kelompom kecil pada masyarakat. Untuk meminimalisir kasus intoleran, pemerintah di tingkat kota dan kabupaten harus menyusun kebijakan yang tegas agar peristiwa serupa tidak terjadi lagi. Untuk mengetahui apakah kebijakan suatu pemerintah di tingkat kota sudah toleran ataukah belum, terdapat 4 indikator yang harus dipenuhi.
Pertama, regulasi pemerintah kota. Kota yang toleran ditunjukkan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang inklusif. Dalam RPJMD, harus dimuat visi misi pemerintahan kota yang mengusung toleransi kebijakan kerukunan, inklusi sosial, dan alokasi anggaran untuk membina kerukunan agama dan implementasi pengarusutamaan gender.
Kedua, tindakan pemerintah. Indikator ini bisa diukur dengan mendokumentasi pernyataan resmi dari pejabat pemerintahan kota seperi bupati, walikota, ketua DPRD, dinas berkaitan dengan kasus intoleransi di suatu wilayah. Untuk menilai apakah suatu kota toleran atau tidak, pernyataan dari pejabat sangat penting. Karena pernyataan tersebut menggambarkan bagaimana kebijakan suatu kota akan disusun dan diimplementasikan.
Ketiga, regulasi sosial. Hal ini bisa dilihat dari ada atau tidaknya kasus intoleransi yang terjadi di suatu kota. Kasus intoleransi yang banyak terjadi mayoritas berkaitan dengan KBB (Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan). Pelanggaran KBB ini juga perlu mempertimbangkan pelaku dan juga korban. Apakah dilakukan oleh pemeluk agama mayoritas dan menyerang minoritas, apakah ada factor lain sehingga pelanggaran KBB bisa terjadi.
Keempat, demograsi sosial-agama. Indicator keempat dilakukan dengan mengukur heterogenitas kegamaan penduduk dalam suatu kota. Hal ini bisa dilihat dari tingkat kemajemukan penduduk berdasarkan agama dan keyakinan. Tak hanya sampai disitu, perlu juga diukur tentang bagaimana pemerintah kota mengelola keberagaman tersebut.
Selain heteregonitas keagamaan, indikator keempat ini juga mengukur inklusifitas sosial keagamaan. Hal ini dilakukan dengan mengukur bagaimana masyarakat mengekspresikan sikap terhadap kelompok minoritas yang ada dalam suatu masyarakat kota.
Survey 2020, Salatiga Masuk dalam Kota Paling Toleran
Berdasarkan laporan dari Indeks Kota Toleran (IKT) 2020, disimpulkan bahwa Salatiga adalah kota paling toleran dengan skor akhir 6,717. Salatiga menjadi kota paling toleran lantaran memiliki RPTJM yang focus ada peembinaan kerukunan antar umat beragama. Hal in terlihat dari slogan kota Salatiga yang berbunyi “Salatiga HATI BERIMAN yang SMART”. Slogan tersebut menunjukkan bahwa masyarakat Salatiga adalah insan beriman, apapun agamanya. Sehingga setiap warga Salatiga wajib menjunjung nilai keimanan untuk mewujudkan Salatiga yang adil, Makmur, dan damai.
Selain itu, Salatiga juga mengalokasikan anggaran khsusu untuk kegiatan kerukunan umat beragama dan kegiatan pengarusutamaan gender. Total anggaran untuk kegiatan tersebut mencapai 1 M untuk kurun waktu 5 tahun. Di Salatiga, juga tidak ditemkan regulasi yang diskriminatif. Dan juga tidak ditemukan peristiwa intoleransi dan pelanggaran KBB. Masyarakat Salatigapun menunjukkan komitmen yang kuat untuk bersama-sama menjaga toleransi dalam beragama.
Saat terjadi pengrusakan balai pertemuan umat muslim pada Januari 2020 lalu, segenap tokoh agama dan pejabat di Salatiga segera mengambil langkah agar jangan sampai konflik tersebut merembet hingga ke Salatiga. Pemerintah dengan sigap mengadakan rapat FKUB untuk membahas konflik tersebut dan mencari solusi bersama agar konflik tersebut tidak mempengaruhi stabilitas keamanan masyarakat Salatiga.
Komitmen masyarakat Salatiga untuk menjaga perdamaian juga tampak pada perayaan hari kemerdekaan Indonesia di tahun 2019. Masyarakat mengadakan doa keberagaman umat beragama menolak radikalisme dan intoleransi di kota Salatiga. Tak hanya doa bersama, msayarakat juga berkomitmen untuk menandatangani deklarasi menolak radikalisme dan intoleransi.
Dengan mengetahui indicator kota toleran sebagaimana tersebut diatas, diharapkan mampu menggugah kesadaran pemerintah kota lainnya untuk melakukan hal yang sebagaimana dilakukan oleh pemerintah Salatiga. Jika setiap kota memiliki komitmen yang kuat untuk menegakkan toleransi, maka cita-cita untuk mewujudkan masyarakat yang damai akan semakin mudah direalisasikan. Lantas, bagaimana dengan kotamu?