WGWC Talk, merupakan program yang diusung oleh Working Group on Women and Preventing/Countering Violent Extremism (WGWC) untuk memberikan ruang bagi para anak muda, perempuan, NGO, organisasi, dan komunitas ataupun pihak-pihak yang terlibat dalam persoalan terorisme saling berbagi dan belajar. Dalam kegiatan WGWC Talk seri 24, terdapat dari para daiyah perempuan ketika melakukan pendampingan kepada masyarakat yang pernah terlibat dalam kasus terorisme. Menghadirkan Ustazah Silvia Rahmah, M. Ag, daiyah Fatayat NU Kota Tasikmalaya dan Suci Winarsih, A. Md, IP., S.H, Walipas Napiter Perempuan Kota Bandung.
Keduanya menceritakan banyak hal yang sudah dilakukan untuk mendampingi para Napiter perempuan dengan banyak perspektif. Saya yang juga menyimak kisah struggle Suci Winarsih dalam melakukan pendampingan terhadap para Napiter perempuan, sangat tertarik mendengarnya. Selama ini, pendampingan yang dilakukan berbasis kepada literasi, sehingga pendekatan yang dilakukan juga lebih kepada pendekatan literasi juga.

“Kami melakukan beberapa pendekatan khsuus terkait dengan pendempingan itu sendiri. Diantaranya yang pernah kami lakukan adalah silaturahmi literasi, itu yang kami istilahkan, jadi kunjungan ke rumah. Saya mendampingi dua keluarga, di dua keluarga ini yang satu istrinya saja, yang satu lagi suaminya sudah keluar dan berstatus sebagai eks-napiter. Sehingga proses pendekatannya tentunya berbeda, antara satu keluarga dengan keluarga yang lain. Tapi yang menjadi sasaran tentu sama, dalam artian kami silaturahmi, kemudian berkunjung, kemudian karena program kami literasi,” ucapnya.
Tidak hanya itu, Suci juga melakukan kunjungan dengan membaca buku, mendirikan perpustakaan mini untuk anak-anaknya para Napiter perempuan. Sehingga anak-anak yang ia kunjungi memiliki daya tarik yang cukup besar ketika dirinya datang. Kalau kita lihat minat baca yang terjadi pada masyarakat. Sebenarnya, bukan keinginan untuk membaca yang rendah, tapi juga karena akses buku bacaan yang kurang memadai dengan ketiadaan ekonomi yang memadai.
Kehadiran Suci untuk membawa buku yang sejalan dengan misinya. Yakni melakukan pendampingan disambut baik oleh para Napiter. Sebab, dengan membaca, para napiter memiliki pengetahuan baru yang dapat mengubah perspektif tentang teroris.
Apakah Empati hanya Dimiliki oleh Perempuan?
”Mengapa keterlibatan perempuan dalam melakukan pendampingan kepada Napiter perempuan sangat dibutuhkan?”
Pertanyaan tersebut seringkali muncul. Empati sebenarnya dimiliki oleh setiap orang. Apalagi ketika mendengarkan cerita tentang kesedihan, perjuangan yang dilakukan oleh orang lain. Sikap empati ini sebenarnya manusiawi, dimiliki oleh setiap orang tanpa memandang laki-laki ataupun perempuan. Hal itulah yang dimiliki menjadi landasan Suci melakukan pendampingan.
Namun, ketika dihadapkan dengan kisah-kisah yang dialami oleh perempuan, karena sesama perempuan, jadi lebih memiliki keterkaitan yang kuat. Kisah pendampingan ini diceritakan oleh Suci dengan melihat Napiter perempuan yang memiliki pengalaman cukup struggle. Salah satu perempuan dampingannya adalah dua perempuan lulusan SMP, mereka berdua merasa bahwa mereka berasal dari gunung. Kemudian, ketika datang ke Kota Tasik melihat sesuatu yang luar biasa. Dibandingkan dengan daerah sebelumnya, ia menemukan berbagai akses yang cukup mudah.
Kemudian mereka merasa bahwa mereka jauh dari agama, sehingga mereka mengaji, dan secara otomatis mengikuti pengajian tersebut. Tanpa mereka sadari kelompok pengajian tersebut mengajak para napiter perempuan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Namum, narasi-narasi yang mereka dapatkan menjadikan mereka menjadi merasa semakin jauh dari masyarakat.
Cerita tersebut menggugah hati Suci, kemudian ini memberikan buku yang bercerita bagaimana Nabi Muhammad SAW ketika hijrah. Lalu, memberikan pelajaran tentang agama Islam. Kisahnya sangat memberikan kedamaian. Dalam buku tersebut juga dijelaskan bagaimana sikap Nabi kepada orang Yahudi yang begitu baik. Kisah ini juga menjadi pelajaran bahwa, Nabi mengajarkan agama Islam dengan begitu damai, tanpa kekerasan. Bahkan tidak membenci orang-orang non-Muslim seperti yang mereka pelajari di pengajiannya.
Sejauh ini, upaya yang dilakukan oleh Suci dari women ke women saja, sharing dan mengobrol. Ketika seseorang bercerita tentang pemahaman agama yang dimiliki, maka semakin mengetahui ajaran agama yang dianutnya. Sharing dan mengobrol ini adalah upaya penting yang dilakukan oleh Suci.
Karena ketika mengawali dengan ceramah, klaim kebenaran dan memaksa, orang lain tidak akan nyaman untuk bercerita banyak hal. Mendengarkan banyak kisah dari para Napiter perempuan, membuat Suci semakin memiliki banyak perspektif tentang agama. Tidak hanya itu, ia juga memiliki banyak pendekatan untuk diterapkan ketika melakukan pendampingan, sesuai dengan latar belakang Napiter tersebut.