Amalan puasa sudah lama dikenal dan dipraktekkan jauh sebelum agama samawi diturunkan di muka bumi. Sebut saja masyarakat Mesir Kuno yang terbiasa menjalankan syariat puasa. Meskipun dengan cara dan ketentuan yang berbeda dengan puasa yang dijalankan oleh muslim di Bulan Ramadhan. Tradisi puasa ini kemudian berlanjut dimasa peradaban Yunani dan Romawi.
Menurut Quroisy Shihab, agama Budha, Yahudi, Nasrani juga memiliki ketentuan dan aturan mengenai puasa. Menurut Sismono, aturan puasa dalam agama samawi sebelum Islam tersebut bisa jadi memiliki persamaan-persamaan. Terutama, untuk tujuan dan hikmahnya yaitu mendekatkan diri pada Tuhan. Namun juga memiliki perbedaan-perbedaan dari segi praktik dan ritual.
Mengulas Makna dan Praktik Puasa dalam Agama Islam
Islam mengenal dua jenis puasa yaitu puasa wajib dan puasa sunnah. Puasa wajib dilakukan pada bulan Ramadhan selama satu bulan penuh, puasa Qadha, puasa nazar, dan puasa kafarat. Puasa dalam agama Islam juga menjadi salah satu rukun Islam. Sedangkan puasa sunnah, memiliki banyak jenis seperti puasa senin kamis, puasa ayyamul bidh, puasa daud, puasa Rajab, puasa syawal, dan lain sebagainya.
Adapun secara praktik, baik puasa sunah maupun wajib memiliki cara yang sama. Menahan diri dari lapar dan haus dari sebelum terbitnya fajar hingga tenggelamnya matahari. Lebih dalam, Yasin al- Jibouri dan Mirza Javad memaknai puasa dalam Islam secara filosofis. Yakni, upaya untuk menahan hasrat-hasrat dan keinginan-keinginan duniawi manusia yang bertujuan untuk mencapai ketinggian spiritual. Dengan cara kembali kepada spritualitas dan meninggalkan kebiasaan-kebiasaan keji yang yang dapat membawa manusia pada kehancuran akhlak.
Singkatnya, puasa dalam Islam bertujuan untuk mendekatkan diri pada Tuhan dengan meninggalkan ambisi-ambisi duniawi. Dilakukan dengan menahan makan dan minum dari terbitnya fajar hingga tenggelamnya matahari. Tidak hanya menahan lapar dan haus, namun juga menahan ambisi duniawi, dan keserakahan manusia.
Mengulas Makna dan Praktik Puasa dalam Agama Kristen
Aturan puasa dalam agama Kristen diatur dalam kitab Injil dan berlaku untuk kriten katolik, protestan, dan bahwa Kristen advent. Menurur Al- Hasani al-Nabawi, aturan puasa dalam agama Kristen memang tidak sedetail dalam agama Islam terutama terkait dengan praktik. Puasa dalam Injil disebutkan sebagai sebuah bentuk ibadah yang terpuji, dan Injil banyak menyanjung umat kristiani yang menjalankan puasa.
Adapun dari segi praktik memiliki perbedaan dengan puasa dalam agama Islam. Puasa dalam agama Kristen antara lain puasa mutlak (tidak makan minum), puasa normal (tidak boleh makan namun boleh minum), puasa parsial (hindari makanan tertentu), puasa Sebagian (hanya makan sayur). Bertepatan dengan hari di salib nya Yesus Kristus pada Jumat Agung atau Jumat Abu, umat Nasrani dianjurkan untuk berpuasa sebagai bentuk ungkapan duka cita, penderitaan, dan kesedihan atas meninggalnya Yesus.
Puasa pada Jumat Agung dilakukan dengan mengurangi makan dan bahkan bisa juga dengan tidak makan sama sekali namun diperbolehkan untuk minum. Jikapun harus makan, ada beberapa jenis makanan yang tidak boleh dikonsumsi saat puasa yaitu daging, ikan, telur, sup, atau susu yang mengandung protein dan bisa memanaskan darah. Karena puasa dalam agama Kristen adalah puasa pemikiran, hati, dan perasaan yang tentram, dan tenang.
Dimana ketentraman dan ketenangan tersebut bisa digapai jika manusia tidak mengkonsumsi makanan tersebut. Selama menjalankan puasa saat Jumat Agung, umat Kristiani dianjurkan untuk memperbanyak ibadah. Bahkan, umat Kristiani perlu mendekatkan diri pada Tuhan, bertaubat, memperbanyak sedekah dan menjauhi nafsu duniawi.
Menebar Toleransi Melalui Hikmah Puasa
Meskipun dilakukan dengan praktik yang berbeda, puasa yang dilakukan muslim maupun puasa yang dilakukan oleh Nasrani memiliki tujuan yang sama. Yakni, sebagai upaya mendekatkan diri pada Tuhan dengan cara menjauhkan diri dari nafsu duniawi yang penuh dengan tipu daya. Selain itu, keduanya juga memiliki kesamaan dalam anjuran dan ibadah yang dilakukan.
Dianjurkan untuk memperbanyak taubat, memperbanyak doa, melakukan tirakat, menjauhi hiruk pikuk dunia, menjauhi keserakahan. Serta mengorbankan kesenangan duniawi untuk mencapai kebahagiaan akhirat. Jika syariat puasa, baik Muslim maupun Nasrani dilakukan dengan sungguh-sungguh dan sepenuh jiwa, maka tujuan negara kita dalam menggapai baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur bisa tercapai.
Jangan sampai momen puasa yang dilakukan di waktu yang sama ini justru menyebabkan pertikaian, membandingkan antara syariat agama yang satu dengan yang lain. Namun sebaliknya, jadikan momen kebersamaan ini sebagai salah satu upaya untuk memperkuat toleransi untuk NKRI.