Dalam lapas, pendampingan napiter menjadi jembatan penting antara narapidana dan petugas lapas. Melalui pendampingan yang cermat, petugas lapas bekerja sama dengan narapidana yang berpartisipasi dalam program pembuatan kegiatan bersama napiter, memberikan instruksi, bimbingan, dan dukungan emosional yang dibutuhkan.
Mereka tidak hanya mengajarkan teknik melukis dan penggunaan alat-alat, tetapi juga memberikan konseling yang membantu narapidana mengatasi tantangan dan hambatan selama proses kreatif. Pendampingan ini membangun hubungan yang positif dan memperkuat komunikasi antara narapidana dan petugas lapas, menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung bagi narapidana dalam perjalanan rehabilitasi mereka.
Dalam wawancara singkat kepada Direktur Pendampingan dan Peneliti YPP, Khariroh Maknunah terdapat 6 prinsip yang perlu diperhatikan oleh para pendamping kepada para napiter. Prinsip-prinsip tersebut harus dimiliki para petugas lapas dan pendamping napiter. Prinsip tersebut adalah :
1. Pendekatan Humanis
Prinsip ini dipakai tidak hanya memandang orang ini beda dulu. Justru perlu digunakan kepada orang yang memiliki perspektifnya berbeda. Napiter ini memiliki pikiran dan hatinya sangat dinamis. Sehingga mereka juga punya potensi berubah. Serta memiliki potensi membuka atau menerima hal baru. Salah satunya bisa membuka dengan narasi baru yang terus menerus disampaikan secara baik. Selain pendekatan humanis, tentunya perlu menerapkan prinsip egaliter.
2. Tidak Menghakimi.
Artinya tidak menyalahkan. ketika napiter sudah divonis di persidangan di mempertanggungjawabkan kesalahannya di mata hakim. Ketika sudah masuk ke pemasyarakatan tidak lagi dihakimi sebagai dia orang yang salah. Justru harus dibangun perspektifnya ketika berada di dalam dalam napiter diberi kesempatan membangun kembali diri dengan perspektif baru yang lebih baik. Pembangunan diri tersebut sebagai menjadi bekal saat keluar dari dalam lapas.
3. Prinsip HAM
Prinsip ini harus dilakukan dengan hati-hati dalam memberikan Hak Asasi Manusia (HAM) karena orang yang berada dalam penjara memiliki potensi yang sangat rentan terhadap pelanggaran HAM. Penting untuk menjaga keseimbangan dalam memberikan HAM ini tanpa melebih-lebihkan, sehingga perspektif memanjakan narapidana tidak terjadi.
4. Prinsip Resiliensi
Resiliensi merupakan konsep penting dalam menjaga keamanan dan ketahanan, di mana Standar Operasional Prosedur (SOP) berperan sebagai alat kerja yang memperkuat resiliensi tersebut. Namun, dalam konteks narapidana, resiliensi mengacu pada kemampuan mereka untuk mengatasi tantangan secara mandiri. Dalam hal ini, penting bagi narapidana memiliki filter yang jelas dalam menjalani proses resiliensi. Di sisi petugas lapas, mereka harus memiliki pedoman yang jelas dalam menghadapi isu-isu radikalisme sebagai bagian dari upaya menjaga keamanan dan ketahanan.
5. Prinsip kehati-hatian
Dalam konteks prinsip kehati-hatian, sangat penting untuk menghindari masuk ke ruang pribadi antara petugas lapas, pendamping, dan narapidana. Tindakan ini penting dilakukan karena dapat menimbulkan bahaya jika pendamping dan yang didampingi memiliki hubungan yang lebih dari sekadar profesional. Upaya menjaga batas-batas yang jelas antara mereka adalah langkah yang diperlukan untuk memastikan integritas dan keamanan dalam lingkungan tersebut.
6. Komunikasi Jangka Panjang
Dalam konteks komunikasi jangka panjang, sangat penting untuk menjalankan komunikasi yang berkelanjutan. Dengan melakukan komunikasi secara terus-menerus dalam jangka waktu yang panjang. Seorang pendamping dapat membangun praktik yang baik yang diterapkan kepada narapidana yang mereka dampingi.
Komunikasi yang berkesinambungan memungkinkan pendamping untuk memahami kebutuhan, perkembangan, dan perubahan yang dialami oleh narapidana. Sehingga, memungkinkan mereka untuk memberikan dukungan yang lebih efektif dan terarah. Dalam konteks ini, komunikasi yang konsisten dan berkesinambungan memainkan peran penting dalam membangun hubungan yang positif dan memastikan upaya pendampingan yang efektif.