26.1 C
Jakarta
Rabu, 16 Oktober 2024

Potret Toleransi Menyambut Biksu Thudong ke Indonesia

Beberapa waktu belakangan ini, viral sebuah video masyarakat yang berbondong-bondong menyambut 32 biksu yang sedang menjalankan ritual Thudong. Ritual Thudong, merupakan perjalanan religi, ditempuh dengan cara berjalan kaki sejauh ribuan kilometer. Mereka berjalan dari Negeri Gajah Putih untuk menghadiri puncak perayaan Waisak di Candi Borobudur pada 4 juni 2023 mendatang.

Ritual ini melibatkan praktik pertapaan atau pengembaraan dari satu tempat ke tempat lain dengan tujuan mencapai pencerahan spiritual. Tudong telah menjadi bagian penting dari tradisi Buddha sejak zaman kuno. Hal tersebut terus dilakukan oleh banyak biksu hingga saat ini.Pada praktik ini, biksu meninggalkan tempat pertapaan atau biara tempat tinggal mereka untuk melakukan perjalanan jauh.

Tujuan utama melakukan ritual ini adalah untuk mendalami pemahaman tentang Dharma (ajaran Buddha) dan menguji ketahanan diri serta kekuatan spiritual mereka. Saya cukup mengikuti potret ritual thudong ini melalui media sosial. Respon positif dari berbagai kalangan. Masyarakat menunjukkan betapa tingginya toleransi yang tercipta oleh masyarakat. Di jalanan, mereka disambut oleh para warga. Kerap kali diberikan makan tapi mereka menolak karena tidak diperbolehkan untuk membawa makanan.

Mereka juga disambut dengan begitu hangat oleh masyarakat. Praktik baik menyambut para biksu ini setidaknya terjadi pada beberapa tempat, di antaranya: Pertama, kabupaten Brebes kedatangan 32 biksu atau bhante yang sedang berjalan melintasi kota. Mereka dipersilahkan istirahat di Kemenag Brebes sekaligus untuk membangun dan menerapkan toleransi beragama.

Kedua, ribuan warga Kendal Jawa Tengah memadati pinggi jalan Raya Kendal. Mereka mengeluarkan banyak air minum dan buah-buahan di pinggi jalan untuk diberikan kepada biksu. Ketiga, di Pekalongan mereka menginap di Gedung Kanzus Sholawat Habib Luthfi Yahya. Mereka diundang secara langsung untuk menginap. Dalam sebuah video yang beredar, kehangatan dan kemeriahan yang diberikan oleh masyarakat, menjadi potret keberagamaan yang terjadi pada masyarakat di Indonesia.

Tentu, di antara praktik toleransi yang ditampilkan oleh masyarakat di atas, masih banyak lagi yang tidak saya sampaikan. Namun, kita perlu melihat bagaimana keberagamaan yang dimiliki oleh masyarakat kita, dengan menghargai ritual religi dari agama yang lain. Jika kita masih melihat praktik-praktik intoleransi yang masih sering terjadi di berbagai wilayah. Namun ketika melihat potret ini, saya selalu optimis bahwa hubungan baik antar agama, akan selalu berjalan dengan baik dengan pijakan memupuk kebaikan relasi kemanusiaan.

Praktik Baik Toleransi Antar Umat Beragama
Mengapa praktik baik semacam ini perlu terus disuarakan dan disebarkan? Seperti yang kita ketahui bahwa, Indonesia adalah negara majemuk, yang memiliki banyak perbedaan, utamanya agama. Ragam perbedaan ini sangat rentan sekali terjadinya ketegangan antar sesama. Betapa banyak berita tentang penolakan pendirian rumah ibadah, atau non Muslim mendapatkan diskriminasi karena agama yang diyakininya bahkan banyak non Muslim yang tidak mendapatkan haknya sebagai warga negara.

Praktik baik ini menjadi salah satu sikap optimis bangsa Indonesia untuk menyongsong kehidupan baik di masa yang akan datang. Agama dalam ajarannya, telah memberikan rincian terkait dengan hubungan yang harus diperhatikan secara vertikal dan horizontal. Bentuk toleransi yang perlu dibangun adalah toleransi agama dan toleransi sosial. Toleransi agama berkaitan dengan keyakinan yang berkaitan dengan akidah. Sedangkan toleransi sosial, diwujudkan dalam bentuk sikap untuk menghargai orang lain yang berbeda.

Secara impelementasi, kita perlu memberikan penghargaan kepada orang dewasa, memiliki sikap terbuka untuk mengetahui individu lain yang berasal dari latar belakang dan keyakinan berbeda, memiliki sikap yang tegas untuk menyuarakan perasaan tidak senang dan rasa peduli jika mendapati seseorang dihina, dan bersikap untuk menahan diri untuk tidak membully temannya dan selalu berpikir positif dengan perbedaan yang ada.

Melihat ritual thudong yang dilaksanakan oleh para biksu ini, kita melihat respon anak-anak, orang dewasa dan kelompok masyarakat dari berbagai kalangan usia memaknai perbedaan. Ini perlu dirawat dan terus disebarkan agar anak cucu kita nanti, bisa melihat bahwa toleransi yang ditampilkan oleh masyarakat Indonesia adalah benih untuk mengeratkan persaudaraan kemanusiaan. Wallahu a’lam.

TERBARU

Konten Terkait