32.7 C
Jakarta
Kamis, 12 Desember 2024

Bagaimana Konsep Ketahanan Masyarakat?

Ancaman Kehidupan Masyarakat
Setelah tumbangnya kekuasaan Orde Baru, kebebasan untuk mengeluarkan pendapat, gagasan, ide, kritik, berserikat dan berkumpul di berbagai kesempatan tanpa mengenal batas ruang dan waktu telah dibuka seiring dengan dijaminnya freedom of speech oleh undang-undang. Dalam hal ini ruang demokrasi telah terbuka memberi kesempatan bagi masyarakat untuk mengekspresikan pendapatnya di ranah publik tanpa adanya perasaan takut, termasuk kelompok radikalisme. Di mana mereka mengartikulasikan aspirasi politik dan ideologi keagamaan mereka secara agresif, reaktif dan demontratif.

Dinamika itu ditandai dengan muncul dan berkembangnya organisasi dan gerakan transnasional seperti Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Ihkwanul Muslimin, Salafi, Syi’ah, dan Jama’ah Tabligh. Kelompok tersebut disinyalir turut serta mewarnai pemikiran keagamaan di tanah air dengan mengembangkan sayapnya. Mereka bergerak lewat organisasi sosial, ekonomi, politik, dan pendidikan sebagai sayap baru dalam garis perjuangan.

Secara sistematis, massif dan intensif gerakan baru tersebut mulai berekspansi dan internalisasi dengan berbagai elemen. Mulai dari kaum elite, akademik, generasi muda hingga ke tingkat masyarakat yang paling bawah (grassroot) sehingga menyebabkan terjadinya pergeseran dan gesekan sosial di masyarakat. Sedangkan menurut Dr. Najahan Musyafak MA dan Lulu Choirun Nisa, M.Pd dalam bukunya berjudul ‘Resiliensi Masyarakat Melawan Radikalisme’ ada beragam respon masyarakat terhadap gerakan yang ditawarkan, adapun secara psikologi dapat dibedakan menjadi tiga macam sikap, yaitu menerima dan mendukung, menolak dan apatis.

Dengan adanya perbedaan sikap inilah memunculkan perbedaan gerakan di masyarakat. Kondisi masyarakat yang seperti ini akan mengancam kohesifitas dan melemahkan aspek persatuan dan kesatuan bangsa yang sudah tercipta berdasarkan platform keaneragaman budaya, bahasa, ras, dan suku. Terlebih dengan adanya situasi ini akan menjadikan masyarakat terkotak-kotak oleh berbagai kepentingan sehingga muncul gesekan antar kelompok yang terwujud dalam pertarungan gerakan secara nyata dan wacana di ranah publik serta media.

Dampak Gerakan Radikalisme
Meski respons masyarakat terhadap beberapa peristiwa dan aksi kekerasan cukup beragam. Namun dapat dipastikan sebagian besar menunjukkan ketidaksetujuannya terhadap tindakan radikalisme. Serangkaian peristiwa kekerasan yang dilatarbelakangi oleh faham radikal dan terorisme tentu saja mengakibatkan kerusakan dan kerugian di berbagai sektor kehidupan masyarakat, baik fisik maupun psikis.

Secara psikis, peristiwa yang terjadi akan terus menerus mengancam kehidupan masyarakat karena akan dihantui oleh perasaan takut, cemas, tidak aman, merasa terancam bahkan trauma oleh keadaan yang berada diluar kendali, terlebih bagi mereka yang secara langsung mengalami peristiwa tersebut. Adapun secara fisik, peristiwa semacam pengeboman, penembakan dan teror akan menimbulkan kerugian terhadap fasilitas publik dan telah mengganggu kegiatan dan tata laksana pemerintahan dan keamanan masyarakat.

Selain itu dampak langsung dan tidak langsung yang dapat dirasakan akibat adanya peristiwa kekerasan yang mengarah kepada terorisme meliputi aspek sosial, agama, ekonomi, budaya, serta keamanan dan keselamatan individu, masyarakat bahkan negara. Secara sosiologi, aksi teror yang dilakukan oleh sekelompok tertentu dapat mengganggu dan merusak struktur sosial kemasyarakatan, menimbulkan kerenggangan hubungan antar individu dan masyarakat, serta menghambat aktivitas sosial ekonomi yang merupakan penggerak roda kehidupan.

Konsep Ketahanan Masyarakat
Akibat adanya berbagai peristiwa radikalisme yang telah merugikan baik secara personal maupun struktural yang ditandai dengan melemahnya tingkat ketangguhan atau ketahananan masyarakat. Maka ketahanan masyarakat (Community Resiliency) menjadi aspek penting dalam upaya pencegahan radikalisme. Resiliensi sendiri dapat dipahami sebagai suatu kemampuan individu dan komunitas dalam menahan atau mentralkan efek langsung dari kekuatan penekan dari luar sehingga tidak terjadi ketidakfungsian peran dan pada gilirannya mampu menyesuaikan dengan lingkungan yang berubah, begitulah kiranya penjelasan Gunderson dan Holling.

Setidaknya ada beberapa hal yang harus diupayakan untuk membangun sebuah ketahanan komunitas. Menurut penulis sebagai berikut, pertama pola pikir atau cara pandang masyarakat yang kritis dalam melihat sebuah tindakan yang berbau radikalisme adalah tindakan yang tidak sesuai dengan nilai dan ajaran agama. Di mana agama selalu mengajarkan perdamaian, menghargai perbedaan dan menebarkan cinta kasih kepada sesama.

Kedua, masyarakat harus merasa yakin dan penuh percaya diri bahwa mereka mampu untuk menghadapi adanya ancaman radikalisme melalui kekuatan yang dimiliki dengan saling berkomunikasi dan koordinasi serta saling menguatkan di antara kelompok dan organisasi yang ada. Dalam hal ini termasuk menjalin kemitraan politik yang harmonis antara organisasi sosial kemasyarakatan, pemuda, perempuan, dan keagamaan dengan pemerintah daerah.

Adapun hal ketiga, yaitu dengan menggiatkan kesadaran pluralisme dan keindonesiaan. Yang dapat diwujudkan melalui kegiatan pengajian, seminar, dan dialog lintas golongan dan agama. Tak luput, kegiatan kebudayaan juga harus terus digaungkan sebagai sebuah bentuk keberagaman seperti pentas wayang, kesenian hadrah, pameran lukisan, tari-tarian dan lain-lain.

Hal-hal yang sudah disebutkan di atas, upaya-upaya yang harus terus dilakukan dalam membentuk dan mengokohkan ketahanan masyarakat untuk mencegah tindakan radikalisme adalah tugas bersama yang harus terus digiatkan. Sebagaimana yang disampaikan Norris bahwa ketahanan masyarakat adalah sebuah proses adaptasi terhadap datangnya bahaya atau bencana dengan membangun kesadaran pluralitas, sinergitas antar lembaga, komunikasi budaya dan kemitraan startegis.

TERBARU

Konten Terkait