29 C
Jakarta
Kamis, 12 Desember 2024

Pemanfaatan Literasi untuk Deradikalisasi

Kisah-kisah tentang mantan napiter yang sudah berikrar kembali kepada Indonesia memulai menjalani kehidupan yang berbeda dibandingkan sebelumnya, sudah banyak kita tonton. Cerita tersebut menjadi kekayaan optimisme dalam diri bahwa terorisme bisa diatasi dengan deradikalisasi. Padahal, kita tidak memiliki data yang cukup membuktikan perbandingan mantan napiter yang sudah berikrar kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan yang memilih untuk tetap berkhidmat dalam ideologi terorisme. Apakah mereka benar-benar tidak sudah bersih dari ideologi teroris?

Lalu, bagaimana jika dibandingkan dengan orang-orang yang masuk dalam lingkaran terorisme? Tentu bisa dipastikan akan lebih banyak. Makanya tidak heran, masalah terorisme adalah ancaman global yang tidak pernah mati. Hal ini bisa dilihat dari kampanye perang terhadap terorisme global yang mewarnai politik internasional pasca tragedi 11 September 2001 di World Trade Center (WTC), New York, Amerika Serikat. Isu-isu yang awal mulanya tentang perdagangan global dan HAM yang kuat bergeser pada isu anti terorisme. Dengan fakta ini, terorisme terus menjadi ancaman global yang tidak akan pernah hengkang. Berdasarkan fakta tersebut, mungkinkah deradikalisasi menjadi paling solutif dalam membuat para teroris kembali berikrar kepada NKRI?

Deradikalisasi merupakan semua upaya untuk mentransformasikan keyakinan yang radikal menjadi tidak radikal dengan pendekatan multi dan interdisipliner (agama, sosil, budaya dll). Artinya, deradikalisasi lebih pada upaya untuk melakukan perbuatan kognitif atau memoderasi pemikiran dan keyakinan seseorang. mengacu pada pengertian di atas, dapat dipahami bahwa deradikalisasi adalah program yang sangat panjang sebab bertujuan mengubah pemikiran seseorang agar tidak radikal atau berubah menjadi tidak radikal.

Pada dasarnya, deradikalisasi bekerja pada tingkat ideologi dengan tujuan mengubah doktrin dan interpretasi pemahaman keagaman teroris. Karena sifatnya yang abstrak, keberhasilan program deradikalisasi menjadi sangat sulit diukur. Kekhawatiran ini dapat membesar jika berhadapan dengan elit teroris yang memang sulit untuk di-deradikalisasi kembali.Orang-orang yang memiliki ideologi teroris dan mengakar dalam dirinya, sangat sulit menerima kenyataan untuk berikrar kepada NKRI.

Bahkan tidak bisa untuk ditaklukan dengan program deradikalisasi. Sebab landasan dan pijakan yang digunakan oleh mereka sudah berbeda dengan yang lain. Apalagi ketika memiliki rasa sakit hati kepada aparat, seperti misalnya keluarganya dibunuh oleh aparat karena terlibat kasus terorisme, akan menjadi semakin mengakar rasa sakit hati tersebut.

Pendekatan Literasi dalam Deradikalisasi
Mengacu kepada pengertian deradikalisasi yang bersifat abstrak. Pendekatan yang sangat bisa digunakan oleh pendekatan literasi. Pendekatan ini sederhana dengan menerapkan membaca dan menulis. Pendekatan literasi menekankan para relevansi pendidikan, penggunaan praktis keterampilan yang diperolah dalam situasi sehari-hari yang umum dan pentingnya motivasi intrinsik untuk pengembangan membaca dan menulis yang optimal.

Pendidikan literasi akan membuat mantan napiter memperhatikan hal-hal praktis dan bersifat soft untuk diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Model literasi dalam konteks ini dibangun dengan makna yang lebih mendalam dan holistik, menyentuh sisi-sisi kesadaran individual dan kolektif. Model pendekatan literasi bisa diaplikasikan dengan hal-hal sederhana seperti, menyediakan buku-buku yang bisa dibaca oleh eks napiter untuk menunjang pengetahuan dan menangkal pemikiran teroris yang terdapat dalam dirinya. Seperti kata pepatah yang sering kita dengar bahwa, membaca adalah memberi makanan jiwa. Sebuah bacaan akan berpengaruh terhadap pola pikir yang dimiliki oleh seseorang sehingga membentuk karakternya.

Tidak hanya itu, membangun kebiasaan membaca bagi para eks napiter juga menjadi upaya yang sangat penting untuk membangun budaya berpikir kritis dalam menyikapi perilaku yang dilakukan oleh mereka. Pendekatan literasi menjadi salah satu pendekatan yang soft untuk para mantan napiter agar mampu melihat lebih jauh persoalan terorisme dan merefleksikan ke dalam diri untuk tidak terlibat kembali.
Di Indonesia melalui BNPT, program literasi diwujudkan dengan mengadakan pelatihan seperti “internet sehat” atau “melawan hoax”yang ditujukan kepada masyarakat umum.

Apabila kegiatan serupa diterapkan kepada eks napiter, upaya tersebut kurang menunjang terhadap kebutuhan para eks napiter. Kebutuhan mereka adalah pendampingan yang sustainable dan masif untuk memperkuat pemikiran dengan membiasakan terhadap tradisi-tradisi ilmiah. Kembali untuk mengajak para eks napiter kembali pada tradisi ilmiah yang terbuka untuk membuahkan wawasan kosmopolit, berpikir kritis dan toleran. Wallahu a’lam.

TERBARU

Konten Terkait