Penguatan Kolaborasi dalam Kenduri Perdamaian di Kampung Percik

“Kenduri itu biasa ada makanannya ya?” kelakar Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo saat membuka keynote speechnya dalam acara Kenduri Perdamaian di Kampung Percik, Salatiga, selasa 28 Maret 2023. Kelakar tersebut sontak membuat para hadirin yang ada di forum tertawa. Pasalnya, acara digelar di siang hari di bulan Ramadan, masih jauh waktu untuk berbuka puasa. Di sisi lain, hadirin yang hadir pada saat itu banyak juga yang tidak berpuasa. Sentilan bernada toleransi ini seakan pas dengan tema acara yaitu “Cegah Terorisme, Jateng Gayeng”.

Seperti kita ketahui intoleransi adalah akar dari radikalisme dan ekstrimisme. Jika hal tersebut dibiarkan, maka akan mengarah pada terorisme. Saya kira hal tersebut adalah salah satu yang ingin ditekankan pak gubernur dalam sambutannya. Lebih lanjut beliau mengatakan bahwa pelangi itu indah karena warna-warna yang berbeda. Sama halnya dengan Indonesia, keragaman budaya, agama dan suku itulah yang membuat kita indah jika kita bisa mengharmonisasikan perbedaan itu dalam kerukunan.

Penguatan Kolaborasi dalam Kenduri Perdamaian di Kampung Percik

Ganjar Pranowo bahkan menghadirkan testimoni nyata dari Joko Tri Harmanto, eks napiter pelaku bom bali 1. Dari Mas Jack, begitu sapaan akrabnya, pak Ganjar menghighligt pentingnya pengawasan di bidang Pendidikan dan juga keluarga dalam pencegahan ekstrimisme yang mengarah pada terorisme. Saat mas Jack ditanya kenapa akhirnya bertobat dan kembali ke pangkuan bumi pertiwi, dengan berkaca-kaca mas Jack menjawab “Saya melihat ibu saya menangis”. Dari ungkapan tersebut jelas bahwa mainstreaming gender sangat penting dalam pencegahan ekstrimisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme.

Kenduri ini digelar dalam rangka syukuran atas disahkannya Peraturan Gubernur Nomor 35 Tahun 2022 tentang Pencegahan dan penanggulangan Ekstrimisme Berbasis Kekerasan Yang Mengarah pada terorisme pada 9 November 2022 lalu. Selain bertujuan untuk sosialisi pergub, saya melihat bahwa acara ini juga menggambarkan bagaimana pentingnya kolaborasi dari berbagai pihak dalam pengimplementasian RAN PE.

Diketahui, acara ini bisa terlaksana atas kerja-krja kolaboratif berbagai pihak di antaranya Percik Salatiga, Kesbangpol Provinsi Jateng, WGWC dan Aman Indonesia. Saya bisa katakan kenduri ini adalah bentuk penguatan kolaborasi yang memang sudah dilakukan sejak regulasi dirumuskan sampai akhirnya disahkan. Meskipun ini baru langkah awal, tetapi kita harus optimis kolaborasi ini akan terus berjalan sebagai mekanisme check and balance dalam implementasinya.

Sebagaimana amanat RAN PE yang membuka keterlibatan aktor-aktor non sekuriti, maka organisasi-organisasi masyarakat sipil menjadi penting untuk dilibatkan. Taufik Andri, steering Committee WGWC yang hadir memberikan sambutan juga mengatakan bahwa lokalitas adalah kunci. Tantangan lebih besar pengimplementasian regulasi ini ada di daerah yang mana setiap daerah mempunyai corak kebiasaan dan budaya yang berbeda-beda.

Hal senada juga disampaikan Andhika Chrisnayudanto, perwakilan dari BNPT yang mengatakan bahwa kolaborasi banyak pihak sangat diperlukan untuk mendorong capaian-capaian RAN PE khususnya di tingkat daerah tentang pemenuhan hak masyarakat atas rasa aman dari ancaman ekstrimisme. Hariyani, atau biasa dipanggil mbak Yani, perwakilan dari Percik, juga mengatakan bahwa Jawa Tengah mempunyai area yang unik. Ada daerah yang bisa dikategorikan sebagai daerah yang hijau, artinya adem ayem,masyarakatnya sangat toleran dan minim sekali ancaman ekstrimismenya, namun ada juga daerah yang dikategorikan kuning atau waspada, bahkan ada juga yang merah sekali.

Keunikan ini kemudian membutuhkan kerja-kerja kolaboratif banyak pihak dan optimalisasi jejaring dalam melakukan kolaborasi terutama untuk meyakinkan bahwa Pengarusutaman Gender (PUG) dalam konteks PVE (Preventing Violence Ekstrimism) itu sangat penting. Bahwa perempuan itu butuh rasa aman, namun selama ini rasa aman didefinisikan oleh orang-orang di luar kuasa perempuan, masih bersifat militeristik.

Hal senada juga disampaikan Hanifah Haris, perwakilan dari Aman Indonesia. Dalam closing statementnya Hanifah mengatakan penting melibatkan para eks napiter.Hal inilah yang dilakukan Aman Indonesia Bersama WGWC dengan mengkonsolidasikan para istri napiter dan eks napiter dalam satu organisasi yang dinamai Support Perempuan Tangguh. Diharapkan dapat menjadi wadah konsolidasi dalam memudahkan peningkatan capacity building para istri napiter dan eks napiter termasuk di dalamnya penguatan ekonomi dan juga parenting.

Hanifah juga menambahkan, ke depannya penting untuk melibatkan teman-teman dari kelompok minoritas, baik minoritas etnis maupun agama. Hal ini penting untuk dilakukan agar kelompok minoritas merasa menjadi bagian dari Indonesia dan juga terintervensi program-program yang dilaksanakan pemerintah. Penting untuk menjadikan mereka bagian dari usaha-usaha pencegahan radikalisme dan ekstrimisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme.

Seperti yang disampaikan pak Gubernur, Semoga kegiatan ini menjadi contoh baik dan menginspirasi daerah-daerah lainnya. Membawa semangat baru dalam pelaksanaan RAD PE sehingga pencegahan tindakan ekstrimisme ini bisa lebih lunak, melalui cara yang berbudaya dengan melibatkan banyak pihak di masyarakat dan juga kelompok perempuan di daerah. Aamin Allahumma Aamin

Penulis

Opini

Di sini kita membahas topik terkini tentang perempuan dan upaya bina damai, ingin bergabung dalam diskusi? Kirim opini Anda ke sini!

Scroll to Top