Sebuah komunitas yang terdiri dari mantan kombatan Muslim Poso dan mantan narapidana terorisme telah mengambil langkah berani untuk merubah citra kota Poso yang dikenal sebagai pusat konflik dan terorisme. Komunitas ini, yang dikenal sebagai Komunitas Rumah Katu (atap rumah daun sagu/Kami Satu), berkomitmen untuk membangun rekonsiliasi antar komunitas agama di daerah tersebut.
Komunitas Rumah Katu diprakarsai oleh Arifuddin Lako, seorang mantan ustad dan guru yang sebelumnya terlibat dalam jaringan teroris Jemaah Islamiyah (JI). Lako, yang telah mengalami pengalaman penjara karena terlibat dalam aksi-aksi kekerasan, menggunakan pengalaman pahitnya sebagai titik balik untuk mengubah hidupnya dan memberikan kontribusi positif bagi masyarakat.
Lako menyadari bahwa pemahaman JI tentang musuh terus berkembang, dengan pandangan bahwa mereka harus berjuang untuk mendirikan negara Islam yang diatur berdasarkan syariat Islam. Namun, setelah peristiwa bom Bali 1 pada tahun 2002 yang dilakukan oleh jaringan JI, Lako menyadari bahwa kelompok yang diikutinya adalah kelompok teroris. Meskipun tidak aktif lagi dalam organisasi tersebut, Lako tetap terlibat dalam aksi-aksi kekerasan, termasuk terlibat dalam penembakan jaksa Ferry Silalahi pada tahun 2004.
Namun, pengalaman Lako menjalani hukuman penjara kedua membuatnya memutuskan untuk mengubah hidupnya. Setelah bebas pada April 2016, Lako bersama teman-temannya membentuk Komunitas Rumah Katu dengan tujuan mengubah citra Poso yang terkenal karena konflik dan terorisme menjadi simbol rekonsiliasi antar agama.
“Komunitas Rumah Katu telah melaksanakan sejumlah kegiatan. Mulai dari mengadakan pertemuan budaya antara komunitas Muslim dan Nasrani, serta festival budaya yang melibatkan kedua komunitas tersebut,” katanya dalam agenda WGWC Talk, belum lama ini.
Selain itu, mereka juga membuat film pendek yang menyampaikan pesan perdamaian, resolusi konflik, dan deradikalisasi. Selain itu, komunitas ini juga melakukan pembinaan terhadap generasi muda, khususnya siswa SMP dan SMA, untuk menciptakan harmoni antara komunitas Muslim dan Nasrani di Poso.
Dirinya menceritakan jika dahulu pernah menjadusalah satu pemimpin massa yang berani dan dihormati pada masa konflik di Poso. Lalu, mendapat dukungan dan penghargaan dari masyarakat Muslim Poso. Komunitas Rumah Katu berusaha keras untuk mengubah pandangan masyarakat tentang Poso dan membawa perdamaian serta rekonsiliasi yang berkelanjutan di daerah tersebut.
“Tujuan utama dari Komunitas Rumah Katu adalah menciptakan rekonsiliasi antar komuntas agama di Poso. Dalam menghadapi tantangan ini, mereka mengajak masyarakat Poso untuk bersama-sama membangun perdamaian, saling menghormati, dan mempererat ikatan persaudaraan antar agama,” ungkapnya.
Melalui upaya kolaboratif dan dialog antarbudaya, lanjutnya, dirinya berharap dapat mengatasi masa lalu yang penuh konflik dan membangun masa depan yang harmonis. Dengan langkah-langkah yang diambil oleh Komunitas Rumah Katu, diharapkan bahwa citra Poso sebagai kota konflik dan terorisme dapat berubah menjadi citra rekonsiliasi dan harmoni antar agama. Masyarakat Poso berharap agar upaya ini dapat menjadi contoh bagi daerah lain di Indonesia dan dunia dalam membangun perdamaian yang berkelanjutan dan mengatasi ekstremisme berbasis kekerasan.