Film Nurul Kholisoh: Wife of Ex-Terrorist Prisoner (Istri Tahanan Teroris) adalah sebuah film documenter yang dikeluarkan pada 2022. Film ini menceritakan tentang istri ex-napiter yang bernama Nurul Kholisoh. Ia menjalani kehidupan sebagai seorang istri sekaligus seorang ibu ketika suaminya di dalam penjara dan kini menyuarakan pesan-pesan perdamaian.

Film ini disutradarai oleh Ani Ema Susanti, seorang mantan pekerja migran di Hong Kong yang kini bekerja di Kreasi Prasasti Perdamaian (KPP) sebuah wirausaha sosial yang menggunakan kreatifitas untuk mengembangkan solusi terhadap isu-isu sosial, dan secara khusus berusaha memberikan narasi alternatif dari isu radikalisme.

Refleksi Film Nurul Kholisoh

Film ini mengisahkan tentang seorang wanita bernama Nurul Kholisoh yang menjadi istri dari seorang mantan tahanan teroris. Nurul Kholisoh harus berjuang sendirian untuk merawat keluarganya. Selain itu, dia juga harus berhadapan dengan stigma masyarakat yang menganggapnya sebagai istri dari seorang teroris.

Dalam film ini diceritakan kisah seorang wanita bernama Nurul yang menghadapi berbagai kesulitan hidup akibat proses hukum yang harus dijalani suaminya bernama Edo. Edo terlibat dalam serangan bom di Sarinah-Thamrin pada tahun 2016, serta terkait dalam kasus pendanaan terorisme dan pengiriman senjata ke kelompok Mujahidin Indonesia Timur di Poso.

Dalam film tersebut, Nurul mengungkapkan bahwa sebelum menikah, dirinya dan suaminya memiliki ideologi ekstremisme agama yang sama. Mereka belajar di majelis taklim yang sama yang mengajarkan doktrin yang keliru sehingga mudah menghakimi orang lain.

Ketika suaminya dipenjara di Nusa Kambangan karena terlibat dalam beberapa aksi terorisme termasuk bom Sarinah-Thamrin, Nurul menghadapi masa-masa sulit. Ia harus mencari nafkah sendiri, anak-anaknya masih kecil dan ia sedang mengandung anak ketiganya. Ia melakukan berbagai upaya mulai dari menjual obat herbal hingga menjadi penjaga toko plastik.

Situasi sulit yang dihadapi Nurul juga berdampak pada anak-anaknya yang mengalami tekanan mental karena dibully oleh teman-temannya yang mengetahui bahwa ayahnya dipenjara. Nurul juga mengalami hal yang sama, ia ditolak oleh komunitasnya setelah suaminya mendeklarasikan kembali ke NKRI dan dicap sebagai orang kafir oleh komunitas keagamaannya. Hal ini juga dialami oleh teman-temannya yang menyatakan kembali ke NKRI.

Namun, di titik ini Nurul menyadari bahwa ia perlu kembali pada keluarga dan ajaran yang benar, karena hanya keluarga yang dapat membantunya dalam kondisi sulit. Sebaliknya, komunitas yang selama ini diikutinya malah menjauh ketika ia sedang mengalami masalah.

Penulis

Opini

Di sini kita membahas topik terkini tentang perempuan dan upaya bina damai, ingin bergabung dalam diskusi? Kirim opini Anda ke sini!

Scroll to Top