Adalah Nurul Kholisoh, dalam sebuah video yang dirilis oleh Islami.co, menceritakan tentang pengalaman hidupnya menjadi istri dari seorang teroris. Perlu diketahui bahwa, Nurul Kholisoh merupakan anak dari asisten pribadi Abu Bakar Baasyir, Ustaz Hasyim. Suaminya, Hendro Fernando adalah seorang mantan narapidana terorisme atas kasus Bom Thamrin. Ia menerima sejumlah dana dari Bahrusmsyah dan memberi senjata.
Selain itu, ia didakwa atas kepemilikan senjata api dan pernah terlibat dengam beberapa tersangka kasus Poso. Dalam pernikahan tersebut, Hendro dengan Nurul Kholisoh dikaruniai dua anak yaitu Jaisyi dan Sheriin. Pertemuan keduanya diawalanya dengan masuknya ia ke jaringan. Karena dakwa kasus yang dialami oleh Hendro, akhirnya ia dipenjara. Sesaat setelah keluar dari penjara, ‘jaringan teroris’ tempatnya bergabung kenbali menghubunginya.
Artinya, ia kembali diajak bergabung dan akan dijamin kehidupannya. Namun, tawaran cukup menggiurkan tersebut tidak dipilih oleh Hendro. Sebab ia memilih untuk berbaiat kepada NKRI. Ia menyadari bahwa segala bentuk tindakan yang dilakukan, utamanya sebelum dipenjara adalah perbuatan yang salah. Ia berperan menjadi penggalan dana terorisme, termasuk untuk mendukung kegiatan Majelis Mujahidin Timur (MIT). Peran Hendro juga sudah diplot mendukung pendanaan MIT.
Kisah Hendro tidak semua terjadi pada mantan napiter. Ada teroris yang ketika di penjara, justru tetap melanjutkan dakwahnya di penjara. Ia berdakwah untuk menyebarkan ideologinya kepada para napi. Artinya, menghukum dan kemudian memasukan teroris ke dalam lembaga pemasyarakat hanya salah satu dari usaha yang dilakukan oleh pemerintahan untuk counter terorism di Indonesia.
Namun, tulisan ini tidak berfokus pada masalah di atas. Akan tetapi, kisah Nurul Kholisoh, sebagai istri teroris yang kerapkali mendapatkan pengalaman tidak menyenangkan dari masyarakat. Anak mereka, ketika Hendro berada di penjara kerap dibully oleh teman-temannya. Hal ini membuat Nurul resah akan perkembangan anaknya. Mendengar kabar bahwa suaminya berbaiat kepada NKRI, Nurul mencoba menjalani babak baru dalam kehidupannya.
Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, pada awalnya ia berjualan baju. Ada beberapa kolega, sesama kelompok jihadis yang membantu untuk menjual. Namun, setelah keputusan suaminya berbaiat kepada NKRI, baju-baju tersebut dikembalikan tanpa alasan yang jelas. Akhirnya, Nurul kemudian membangun bisnisnya dari awal. Ia membuka toko plastik untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Kisah Nurul adalah sampel bahwa, keputusan untuk berbaiat kepada NKRI, bagi seorang teroris memiliki dampah yang cukup besar. Di kalangan circle hidupnya, yang sesama teroris, mereka akan diasingkan dan dianggap melakukan dosa besar. Di sisi lain, di kalangan masyarakat, tetangga, mereka juga diasingkan, dibully karena sudah menjadi seorang teroris. Artinya, dilema hidup ketika memilih untuk menjadi orang yang lebih baik, mendapatkan pengalaman yang tidak menyenangkan.
Istri Berpengaruh terhadap Pertaubatan Suami
Istri napiter juga berpengaruh terhadap pertaubatan suaminya. taubat yang dimaksud adalah berbaiat kepada NKRI, ataupun menyadari bahwa paham keagamaan yang dianut selama ini tidak sesuai dengan ajaran Islam. Salah satu kisahnya adalah Lala (bukan nama sebenarnya). Ia dan suaminya pernah tergabung dalam kelompok teroris dan berperan dalam jual beli senjata illegal. Suami Lala dijatuhi vonis hukuman 4 tahun dan sudah bebas, serta menjalani kehidupan yang normal.
Bukan suatu yang mudah bagi Lala dan suaminya memilih untuk berbaiat kepada NKRI. Sebab ajakan untuk kembali bergabung dalam kelompok teroris begitu banyak, disusul dengan pemahaman atau ideologi yang sudah mengakar, membutuhkan effort yang cukup besar untuk kembali kepada jalan yang benar. Perlu diketahui bahwa Lala pernah mengenyam pendidikan di salah satu perguruan tinggi negeri dan aktif mengikuti pengajian di kampusnya.
Dari sanalah pemahaman untuk kembali kepada ajaran Al-Qur’an dan sunnah kembali diingat dalam menghadapi realitas yang dialami di hidupnya. Artinya, ia menyadari bahwa apa yang dilakukannnya selama ini, sangat bertentangan dengan ajaran Islam. Dalam konteks ini, kita memahami pula bahwa, pemahaman keagamaan yang dimiliki oleh para istri teroris, tidak selamanya sama dengan suaminya.
Kehadiran istri yang memiliki pemahaman keagamaan berbeda, berpotensi besar untuk melakukan deradikalisasi kepada suaminya. Suami, mantan napiter yang berbaiat kepada NKRI, dipengaruhi oleh peran istri untuk mendukung dan mensupport pilihan tersebut. Istri teroris memiliki pengalaman kehidupan yang berliku.
Mendampingi suaminya yang sedang dipenjara ataupun pasca dipenjara, membutuhkan effort yang sangat besar. Di satu sisi, ia dibully oleh circle jihadis yang selama ini menjadi tempat tumbuh dan belajar, ketika memilih untuk berbaiat kepada NKRI. Di sisi lain, ia juga mendapat penghakiman dari masyarakat atas perilaku yang sudah dilakukannya (menjadi teroris).