Pada 31 Januari 2023 kemarin, kita dikejutkan berita serangan bom bunuh diri di Masjid Pakistan yang menewaskan lebih dari 100 orang dan sedikitnya 225 orang luka-luka. Peristiwa tersebut terjadi di salah satu masjid di Peshaswar, Pakistan yang sudah puluhan tahun diguncang kekerasan dan teror. Setidaknya, 66.000 orang tewas dalam 22 tahun terakhir dan insiden tersebut menjadi serangan bom paling mematikan dalam satu dekade terakhir.
Diketahui, masjid tersebut berada dalam kompleks kantor polisi yang dijaga ketat. Peristiwa terjadi saat Jemaah sedang menunaikan ibada salat. Ada sekitar 400 jemaah salat ketika terjadinya ledakan, sehingga banyaknya korban yang berjatuhan menjadi tak terelakkan.
Siapa di Balik Serangan?
Kelompok militan yang paling aktif di wilayah Pakistan adalah Tehreek-e-Taliban Pakistan (TTP) atau biasa disebut Taliban Pakistan. Selain TTP ada kelompok militant lain yang beroperasi seperti Negara Islam di Irak dan Suriah di Khorasan (NIIS-K), Lashkar-e-Taiba (LeT), Jamaat-uh-Ahrar (JuA) serta Jaish-e-Mohammad (JeM). Meski berbeda, mereka punya kesamaan, yaitu penafsiran yang keras dan rigid tentang Hukum Islam.
TTP awalnya sempat mengklaim bertanggungjawab atas insiden tersebut. Sarbakaf Mohamand, salah seorang komandan Taliban dalam unggahannya di twitter mengatakan bahwa serangan dilakukan sebagai balas dendam atas kematian gerilyawan TTP tahun lalu. Namun keterlibatan PPT tersebut dibantah salah seorang juru bicaranya dan mengatakan bahwa serangan tersebut bertentangan dengan prinsip Taliban yang berkomitmen untuk tidak menyerang masjid dan tempat-tempat keagamaan.
Beberapa pengamat mempertanyakan penyangkalan tersebut, banyak yang menilai bantahan tersebut bisa menjadi taktik pengalih perhatian. Pasalnya insiden ini terjadi dua bulan setelah TTP meninggalkan gencatan senjata. Sejak saat itulah serangan terhadap polisi dan tentara kian meningkat. Maka tak heran jika kemudian sorotan aparat Pakistan kali ini tertuju pada TTP dan faksi-faksi sempalannya.
Taliban Pakistan dan Sejarah Perlawanan Bersenjata
TTP dibentuk oleh beberapa kelompok pemberontak Sunni yang mulai mengobarkan perang melawan Pakistan pada tahun 2007. Hal ini dilatar belakangi atas ketidaksetujuan TTP atas kerja sama Pakistan dengan Washington dalam perang melawan Terorisme. Meski tidak terlibat langsung dengan Taliban Afghanistan, tetapi mereka sekutu dekat. Mereka setuju bekerja sama melawan Pakistan dan mendukung Taliban Afghanistan untuk memerangi pasukan AS dan NATO.
Pada tahun 2008, Pakistan menyatakan TTP sebagai organisasi terlarang yang kemudian juga dilakukan oleh PBB dan Amerika Serikat. Seperti Taliban Afghanistan, TTP mendesak penerapan hukum Islam secara kaku. Mereka memandang AS dan sekutunya sebagai kelompok kafir yang berusaha menekan Islam dan meyengsarakan Pakistan. AS juga menjadikan Pakistan sebagai pangkalan selama menyerbu Afghanistan di masa kekuasaan Taliban.
TTP pun mengupayakan penegakan hukum Islam yang lebih ketat, melakukan pembebasan anggotanya dalam tahanan pemerintah, dan menjadi kelompok yang berada di balik berbagai serangan berdarah di Pakistan. Taliban Pakistan secara teratur melakukan pengeboman dan penembakan yang tak terhitung jumlahnya dalam dua dekade terakhir, salah satu yang mematikan adalah bom sekolah di Peshawar pada tahun 2014, mereka juga yang menembak Malala Yousafzai, pegiat Pendidikan perempuan di tahun 2012.
TTP meningkatkan serangan terhadap tantara dan polisi Pakistan sejak, November lalu. Hal tersebut terjadi ketika secara sepihak mereka mengakhiri gencatan senjata dengan pemerintah Pakistan. Mereka merasa pembicaraan yang berlangsung berbulan-bulan dengan pemerintah Pakistan tidak berhasil dan mengalami kegagalan.
Warning Keras Bagi Pemerintah Pakistan
Otoritas Pakistan mengaku kecolongan. Masih menjadi tanda tanya sampai sekarang, bagaimana pelaku bom bunuh diri dengan membawa bom seberat kurang lebih 10 kg itu lolos dari pos-pos pemeriksaan berlapis di kompleks kepolisian Peshaswar. Seperti yang diketahui, Masjid tersebut berada di lokasi yang dijaga oleh banyak polisi dan aparat keamanan sehingga siapa pun harus melewati berbagai pos pemeriksaan
Beberapa pengamat menyebut bahwa pemerintah Pakistan kurang serius mengurusi keamanan. Anggaran keamanan Pakistan minim dan hanya 4 persen yang dialokasikan untuk operasional.
Akibatnya, polisi Pakistan kurang melakukan pelatihan dan minimnya pasokan peralatan persenjataan. Kepolisian yang lemah menjadi faktor penyebab terror dan kekerasan terus terjadi. Ancaman TTP terhadap pakistaan sangatlah signifikan. Beberapa pihak telah lama memperingatkan Pakistan agar berhenti bersikap lunak kepada TTP. Gencatan senjata dan perundingan perdamaian dinilai sia-sia saja. Menurut mereka Pemerintah tidak seharusnya bernegosiasi dengan teroris. Operasi militer dinilai menjadi satu-satunya opsi untuk menghalau pemberontakan di Pakistan.
Serangan bom bunuh diri mematikan di Masjid Peshawar ini menjadi peringatan keras bagi pemerintah Pakistan bahwa ancaman teror terus mengintai dan kode keras agar tidak melunak dan lebih tegas dalam masalah keamanan. Kekejian serangan bom ini benar-benar di luar nalar, tragedi kemanusiaan ini tidak bisa dibiarkan. Bagaimanapun terorisme adalah kejahatan kemanusiaan, dan tidak ada kaitannya dengan agama apa pun.