Keterlibatan perempuan dalam organisasi ISIS merupakan suatu fakta yang tidak terbantahkan. Hal tersebut diungkap dalam sebuah jurnal yang berjudul “The Inclusion of Women in Jihad: Gendered Practices of Legitimation in Islamic State recruitment Propaganda”. Peran perempuan menjadi garda terdepan untuk mengkampanyekan, sekaligus menjadi aktor utama dalam pengeboman, merupakan upaya maksimal yang dilakukan oleh ISIS untuk menunjukkan adanya relasi yang setara antara laki-laki dan perempuan.
Pada mulanya, perempuan memiliki tugas sekunder seperti yang sudah dipahami oleh banyak orang. Rekrutmen yang dilakukan oleh ISIS untuk tindakan kekerasan, dirasionalisasi dengan menekankan laki-laki “melampaui tugas mereka” dalam mewujudkan khilafah. Tugas laki-laki mengacu pada angkat senja dalam perjuangan kelompok. Dalam arti bahwa, kehadiran anggota perempuan ditempatkan pada posisi yang sangat sentral. Sebab ketika laki-laki tidak mampu memikul tanggung jawabnya, perempuan dapat mengambil peran untuk mengambil alih peran tersebut. Disinilah ada proses timbal balik pada relasi laki-laki dan perempuan untuk sama-sama memiliki peran dalam perjuangan Islam (khilafah).
Di satu sisi, keterlibatan perempuan dalam ISIS sangat kontra dengan ciri-ciri maskulinitas, yang dikenal dengan keberanian, kekuatan dan ambisi yang sangat besar. Perekrutan perempuan menjadi suatu wacana yang kontradiktif dengan kriteria khilafah dalam negara Islam. Sisi kontradiktif ini menemukan celah ketika ternyata, propaganda yang dilakukan oleh ISIS menyerukan perempuan salih dan pemberani.
Seruan ini digencarkan oleh ISIS dengan mencontohkan sosok perempuan salih dan pemberani pada masa Rasulullah Saw. Adalah Nusaibah binti Ka’ab Al-Anshariyah, seorang sahabat perempuan yang tangguh dan pemberani.
Jasanya dalam perjuangan Islam, tidak bisa dibantah. Ummu Imarah, panggilan akrabnya. Gelar pahlawan menjadi gelar keabadian untuk mengenang jasanya. Ia merupakan salah satu dari dua wanita yang bergabung dengan 70 orang laki-laki Anshar yang hendak berbaiat kepada Rasulullah dalam Baiat Aqabah kedua. Pada waktu itu, ia berbaiat bersama suaminya, Zaid bin Ashim dan dua orang puteranya.
Kisah keberanian Nusaibah terekam ketika peristiwa perang uhud. Pada waktu itu, ia ikut terlibat dalam perang dan melakukan upaya untuk melindungi Rasulullah Saw. Peran Nusaibah berada di bidang logistic dan medis. Bersama para perempuan lain, ia ikut memasok air kepada prajurit Muslim dan mengobati mereka yang luka.
Namun, di tengah pertempuran yang cukup panas, nyawa Rasulullah Saw dalam bahaya. Nusaibah segera mengambil senjata dan bergabung dengan yang lain, kemudian menjadi pertahanan untuk melindungi Rasulullah. Kisah keberanian itulah yang terekam dalam perjuangan Nusaibah ketika ikut serta memperjuangkan Islam. Tidak berhenti pada masa Rasulullah Saw, Nusaibah juga terlibat dalam pemeritahan Abu Bakar dan Umat bin Al-Khattab. Dia hadir dalam beberapa kesempatan termasuk Perjanjian Aqabah, Hudaybiyah, serta pertempuran Khaybar dan Hunayn. Keberanian yang dimiliki olehnya berbanding lurus dengan keteguhan iman yang dimiliki. Sosok Nusaibah adalah perempuan luar biasa dengan sikap keberanian yang sangat tinggi di medan perang.
Refleksi kisah Nusaibah nyatanya terimajinasi untuk digambarkan sebagai perempuan pemberani, sehingga tidak ada lagi sekat keberanian yang identik dengan jenis kelamin. Dogma yang selama ini memenjarakan perempuan untuk berkarya dan melakukan pekerjaan publik, terbantahkan dengan perempuan-perempuan di zaman Rasulullah Saw. yang gagah. Menariknya, sosok Nusaibah nyatanya tidak hanya digambarkan demikian, akan tetapi dijadikan contoh bagi perempuan-perempuan salih untuk terjun di medang perang memperjuangkan Islam. Inilah yang dikampanyekan oleh ISIS agar para perempuan juga ikut andik memperjuangkan Islam seperti Nusaibah.
Artinya, dalam pandangan ISIS, sosok Khadijah, Aisyah serta Nusaibah dan para perempuan gagah serta berani di zaman Rasulullah Saw, dijadikan rujukan untuk rekrutmen anggota ISIS. Bagi ISIS, ini merupakan bukti bahwa perekrutan perempuan tidak bertentangan dengan ideologi gendernya. Dengan mempertahankan rekrutmen perempuan yang selaras dengan tokoh sejarah kelompok dan keyakinan agama, dianggap sesuai dengan pandangan dunia ini. Kenyataan ini juga memperkuat bahwa, ISIS dalam gerakannya tidak bertentangan dengan kesetaraan karena sudah melibatkan perempuan dalam gerakannya.
Dengan demikian, sejarah Islam yang disampaikan oleh ISIS berkenaan dengan peran perempuan pada masa Rasulullah Saw. adalah propaganda sejarah untuk kepentingan mereka semata. Perjuangan perempuan dalam organisasi ISIS sangat bertentangan dengan ajaran Islam. Wallahu a’lam.