Dalam proses penanggulangan ekstremisme, petugas pemasyarakatan menjadi garda terdepan proses deradikalisasi. Hal ini karena mereka yang setiap hari melakukan interaksi intensif dengan para narapidana terorisme. Mereka adalah orang-orang yang paling rentan untuk terpapar pikiran radikal keras, jika tidak memiliki resiliensi kuat. Salah satu kemampuan yang dianggap penting untuk ditingkatkan adalah keterampilan kontra narasi menggunakan argumentasi keagamaan.
Untuk menanganai hal tersebut, Working Group on Women and PCVE (WGWC) dan AMAN Indonesia bekerjasama dengan Rahima, memproduksi sebuah Buku Saku Kontra Narasi Extremisme Kekerasan, untuk membekali petugas pemasyarakatan. Buku saku tersebut langsung di sosialisasikan bersama dengan sejumlah petugas lapas, baik laki-laki dan perempuan, Senin (20 Februari 2023).
Dalam agenda tersebut hadir juga perwakilan masyarakat sipil yaitu Yayasan Prasasti Perdamaian (YPP), AMAN Indonesia dan Rahima. Para petugas lapas membahas tentang kurikulum peningkatan kapasitas yang akan dilakukan di sejumlah Lapas. Tetapi dengan keterbatasan dana maka akan dimulai pilot project di Lapas Bandung.
Agenda difasilitasi oleh Khoirumanunah, Direktur Reach Out Yayasan Prasasti Perdamaian dengan dimulai dengan memahami geneologi terorisme, mengidentifikasi narasi-narasi utama kelompok terorisme, memperkuat kapasitas kontra narasi, ketrampilan komunikasi persuasif, dan rencana tindak lanjut. Proses peningkatan kapasitas akan menarik karena pendekatan belajar dari pengalaman para petugas pemasyarakat.
Dari penggalian pengalaman inilah, forum akan menemukan sejumlah elemen kunci dalam membangun kontra narasi. Salah satu petugas lapas Gagah mengatakankontra narasi itu harus menemukan celah yang tepat.
Dirinya merasa setiap napiter memiliki keunikan dan cara pemahaman berbeda-beda terkait ajaran agama. ”Tetapi jika kita tahu karakter organisasi yang mereka ikuti, kita bisa menemukan narasi yang tepat untuk mengimbangi perbincangan dengan mereka,” pungkasnya.