Judul buku : Memburu Muhammad
Penulis : Feby Indirani
Penerbit : Bentang Pustaka
Tahun Terbit : 2020
ISBN : 978-602-291-745-8
Musdah Mulia, sebagai salah satu aktivis perempuan yang tulisan-tulisannya menyinggung keberagamaan di Indonesia, serta cukup lantang menyuarakan hak-hak perempuan, memberikan komentar dalam buku ini dengan mengatakan bahwa, tulisan ini sangat indah sebab mengecam cara beragama yang tidak rahmatal lil ‘alamin. Cara beragama yang tidak membuat manusia bahagia dan saling membahagiakan.

Membaca judul “Memburu Muhammad”, saya dibuat penasaran. Imajinasi pertama kali ketika melihat buku ini, saya akan disuguhkan dengan cerita-cerita Nabi Muhammad Saw dengan kompleksitas kisah yang dilaluinya dalam menjalani kehidupan beragama. Saya justru kembali mengingat buku-buku sejarah tentang perjuangan Nabi Muhammad sewaktu memperjuangkan Islam dengan berbagai kisah haru dan pilu. Namun, ternyata pikiran pendek saya salah fatal. Sebab buku ini berisi kumpulan cerpen yang cukup menggelitik dengan fenomena populer berkenaan dengan keberagamaan yang terjadi di Indonesia.
Seperti apa yang disampaikan oleh Inayah Wahid dalam komentarnya bahwa, “Cerita yang disampaikan berupa kekagetan-kekagetan pada awal cerita hanya membuat semakin ingin dibaca akhirnya, dan kejutan-kejutan yang selalu muncul di tiap akhirnya tidak hanya membuat kita lekat dan terpikat, tapi di banyak bagian jadi terasa hangat dan yang terpenting, kembali mengingatkan siapa sesungguhnya kita.”
Berdasarkan berbagai komentar para tokoh, saya sangat penasaran berkenaan dengan buku ini. Misalnya dalam cerita pertama. Penulis bercerita tentang pergolakan batin Annisa. Dalam kehidupannya, ia setiap hari menyaksikan ayah dan ibunya selalu asyik menyantap potongan tubuh manusia. makan bersama sambil menggunjing orang lain. Annisa juga selalu mencium bau anyir dari mulut ayah dan ibunya. Bau tersebut tidak hanya ia cium dari keluarganya, akan tetapi juga dari orang-orang sekitar.
Cerita Annisa membuat saya hanyut dalam imajinasi. Sebagai pembaca, saya mencari-cari makna di balik dari makan potongan tubuh manusia, yang ternyata adalah relasi sosial keberagamaan yang terjadi pada masyarakat kita. Cerita yang disampaikan oleh Feby, sangat menggelitik pembaca untuk terus membaca di halaman-halaman berikutnya dengan cerita yang berbeda.
Kritik atas fenomena sosial keberagamaan yang terjadi pada kita, adalah sebuah refleksi kritis yang tidak disampaikan dalam bahasa ilmiah. Justru disampaikan dalam sebuah cerita pendek yang sangat enak dibaca. Penulis mengantarkan pembaca pada pengalaman spiritual yang tidak mudah ditebak oleh pembaca. Ada banyak kejutan-kejutan di setiap cerita dari 9 cerita pendek yang disampaikan oleh penulis.
Menariknya, salah satu cerita yang dijadikan judul buku ‘Memburu Muhammad’, yang mengisahkan seseorang bernama Abu Jahal yang tiba-tiba muncul di sebuah kantor kelurahan. Dikisahkan Abu Jahal kembali hidup yang ada di zaman modern. Ia mencari keberadaan Nabi Muhammad untuk membalaskan dendam. Dengan bantuan seorang pemuda, ia minta tolong untuk mencarikan di mana Nabi Muhammad berada.
Sosok Abu Jahal mencari-cari Muhammad, namun kebingungan karena tidak menemukan Muhammad musuh lamanya. Namun, ia justru menemukan banyak orang Indonesia bernama Muhammad. Ada Muhammad di tukang sayur, sastrawan, bahkan koruptor. Saya memahami bahwa, cerita tentang Nabi Muhammad adalah sebuah dilematis orang-orang beragama masa kini yang selalu mencari-cari kebenaran agama. Semakin mencari justru tidak menemukan, semakin hampa dan tidak menemukan ruang aman dalam beragama.
Tidak hanya itu, ada banyak sekali orang-orang yang berkedok agama, namun tidak mencerminkan nilai-nilai agama di dalamnya. Berapa banyak orang yang mengatasnamakan agama tapi ternyata melakukan perbuatan tercela? Berpolitik dengan jubah agama. Melakukan segala hal atas nama agama namun tidak menghilangkan esensi kemanusiaan. Namun, makna ini hanyalah makna yang saya pahami. Tentu, setiap pembaca memiliki pengalaman yang berbeda ketika membaca cerita ini.
Membaca cerita ataupun kisah yang memuat pelajaran agama dalam sebuah karya sastra, membuat kita lebih mudah memahami makna yang terkandung di dalamnya. Penulis sangat lihai membawakan kisah agama dengan cara magis dan sangat menarik untuk pembaca. Pada kenyataannya, kita seringkali takut mempertanyakan hal sensitif seperti agama. Penulis menggunakan pendekatan kritis yang membuat pembaca bertanya-tanya hal sensitif terhadap fakta yang bersifat keseharian.
Cerita-cerita yang disampaikan oleh penulis adalah cerita keseharian tentang keberagamaan yang membuat pembaca mudah menelaah fenomena sosial yang terjadi. Melalui karya sastra, justru lebih mudah memahami persoalan keseharian tersebut. Pembaca diajak berefleksi tentang akidah yang dimaknai dalam diri. Buku ini adalah pedoman untuk kita memaknai segelintir fenomena sosial yang dikemas dengan ciamik dan mudah dipahami. Wallahu a’lam.