Saat ini diskursus berkaitan dengan upaya menangkal terorisme masih focus pada bagaimana pemerintah menjalankan program dan kebijakannya. Karena bersifat top to down, seringkali program yang dicanangkan ternyata tidak memberikan dampak yang significant di tingkat grassroot. Oleh karena itu, agar program yang berkaitan dengan upaya preventif dalam menangkal gerakan ekstrimis berjalan dengan maksimal, perlu didukung dengan upaya down to top.
Dengan cara tersebut, program yang dijalankan diharapkan bisa sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Lantas seperti apakah Langkah yang bisa dilakukan untuk menangkal ekstrimisme dari bawah ke atas? Begini ulasannya.
Identifikasi Vocal Point dari Grassroots
Paham ekstrimis membuat seseorang menjadi tertutup pemikirannya, intoleran, anti demokrasi, dan menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Sebelum seseorang terjangkiti virus ekstrimisme, seseorang tersebut biasanya berada dalam fase kebimbangan.
Ada banyak pengalaman domestik yang dialami seperti ketidakadilan, hidup dalam keluarga pra sejahtera, sehingga memunculkan rasa benci pada pemerintah karena menganggap pemerintah tidak mampu memenuhi hak-hak warga negara. Disaat berada dalam fase tersebut, mereka kemudian mencari kelompok atau komunitas serupa untuk melampiaskan kekecewaannya.
Pada akhirnya mereka berada dalam lingkungan dengan pengalaman yang sama, merasa satu derita, satu rasa, dan satu sepenanggungan. Dalam posisi inilah paham-paham ekstrimis dimasukkan. Berawal dari ngaji, berkanjut ke kaderisasi, dan berakhir pada rencana aksi. Merujuk pada pola diatas, maka penting untuk mengidentifikasi vocal point yang berasal dari masyarakat. Pemerintah harus mampu memetakan vocal point yang mungkin bisa diajak kerjasama ketika menemukan gejala-gejala kelompok ekstrimis tumbuh subur di suatu masyarakat tertentu.
Adapun vocal poin dari grassroots yang bisa dilibatkan antara lain; penyuluh agama, penghulu, tokoh masyarakat dari tingkat RT hingga desa, takmir masjid, dan lain sebagainya. Para vocal point tersebut diharap bisa mensosialisasikan syiar-syiar keagamaan yang humanis. Pun jika ada seseorang yang merasa tidak mendapatkan keadilan, maka perangkat desa harus segera mencarikan solusi, alih-alih bergabung dengan kelompok ekstrimis.
Identifikasi Kecenderungan Anak
Keterlibatan anak-anak dalam gerakan ISIS beberapa tahun lalu merupakan kegagalan terbesar negara dalam menanggulangi paham ekstrimisme. Bagaimana bisa, paham ekstrimis tersebut justru menjangkiti generasi penerus bangsa yang notabene harapan masa depan bagi negara dan agama. Perlu dipahami bahwa anak adalah sosok peniru. Ia akan cenderung menirukan apa yang ia lihat bagi dari segi pemikiran, sikap, maupun tindakan. Anak yang lahir dan tumbuh di keluarga ekstrimis, berpotensi untuk terjangkit paham ekstrimis juga.
Namun tidak menutup kemungkinan juga, anak-anak yang lahir dan tumbuh di keluarga moderat juga bisa terjangkiti paham ekstrimis. Baik karena pemahaman yang diinternalisasi melalui Pendidikan formal, informal, maupun dari pengaruh sosial media yang digeluti setiap harinya. Untuk mengantisipasi terpaparnya paham radikal bagi anak, peran orang tua dan guru sangat diperlukan. Orang tua harus memantau aktifitas yang dilakukan anak diluar rumah. Jika sikap-sikap dirumah menunjukkan indikasi paham-paham radikal, maka orang tua harus segera mewaspadai.
Seperti cara berpakaian (meskipun bukan menjadi indicator utama), cara berbicara, cara menyikapi permasalahan negara, dan juga cara bersikap kepada orang tua. Apalagi jika anak sudah mulai lekat dengan paham takfiri, maka harus segera diwaspadai. Begitupula dengan guru di sekolah, juga harus memantau perkembangan anak. Perlu diketahui bahwa anak berada dalah tahap berproses mencari jati diri.
Jangan sampai, proses pencarian tersebut berakhir pada kelompok-kelompok ekstrimis. Maka peran guru dan sekolah sangat penting untuk melihat bagaimana sikap dan perilaku anak ketika di sekolah. Jika dirasa anak sudah menunjukkan gejala-gejala yang mengarah pada gerakan ekstrimis, seperti cara berinteraksi dengan teman, cara menyampaikan pendapat sudah melulu pada kegagalan demokrasi misalnya. Harus segera diwaspadai, apalagi jika solusi demokrasi dengan membangun khilafah.
Dengan memaksimalkan peran vocal point di tingkat grassroots ini, diharapkan mampu mendeteksi gejala ekstrimisme sejak dini. Jika vocal poin ini sudah merasa bahwa tingkat keterpaparan disuatu wilayah sudah tinggi, maka dibutuhkan peran dari pemerintah untuk segera melakukan upaya preventuf lanjutan. Dengan mekanisme tersebut, diharapkan program pemerintah bisa menjawab kebutuhan yang ada di masyarakat.