Sifat feminin dan maskulin, melekat dalam seseorang, baik laki-laki ataupun perempuan. Feminin ini merujuk pada sifat yang menunjukkan sifat-sifat perempuan seperti: kelembutan, kesabaran, kebaikan, merawat, empati, dll. Sedangkan maskulin menunjukkan sifat-sifat yang hanya berdasarkan pada kekuatan otot seperti kompetitif, aktualisasi diri dan unjuk kekuatan. keduanya dimiliki oleh setiap orang. sehingga tidak ada masalah apabila seorang laki-laki memiliki empati, kelembutan dan sikap merawat cukup tinggi pada sesuatu hal. Begitu pula sebaliknya, apabila ada perempuan yang memiliki kekuatan otot cukup tinggi, merupakan hal yang wajar.
Meskipun demikian, perlu kita pahami bahwa, kontruksi gender yang dipahami oleh masyarakat, menempatkan laki-laki sebagai orang yang maskulin, sedangkan perempuan sebagai makhluk yang feminin. Dari sinilah peran gender kemudian dilekatkan kepada masing-masing jenis kelamin, yang kemudian menyebabkan adanya diskriminasi terhadap perempuan. Hal ini terlihat dari peran perempuan yang dipandang lebih pantas dalam ranah domestik. Padahal, baik laki-laki ataupun perempuan bisa saja terjun untuk melakukan aktivitas domestik tanpa terikat dengan jenis kelamin dalam dirinya.
Pembawaan feminin yang dilekatkan kepada perempuan ini, menjadi salah satu privilege yang dimiliki oleh perempuan untuk berperan dalam kegiatan-kegiatan perdamaian ataupun melakukan pendampingan dalam suatu konflik tertentu. Dalam konteks terorisme, proses deradikalisasi, upaya penanganganan yang diberikan kepada para teroris yang ada di dalam lapas ataupun di luar lapas untuk menetralkan pemikiran-pemikiran yang sudah terpapar radikalisme/terorisme sangat penting kehadiran perempuan dilibatkan.
Upaya nir-kekerasan untuk membuang pemikiran radikal/teror sangat penting kehadiran perempuan untuk melakukan pendampingan secara massif. Sejauh ini, BNPT banyak melibatkan perempuan dalam program deradikalisasi. Salah satu perempuan yang menjadi pendamping dalam deradikalisasi adalah Khariroh Maknunah.
Bagi Maknunah, sangat penting sifat feminin ketika mendampingi 779 napiter perempuan. ia juga mendamoingi anak-anak yang terdiri dari 8 anak laki-laki dalam rentang usia 15-16 tahun. Kehadiran Maknunah dalam melakukan pendampingan tersebut, disinyalir banyak memberikan kebermanfaat terutama praktik pendekatan yang dilakukan. Ia datang dengan semangat kekeluargaan, agar para napiter tidak merasa terasing dan menghormati kepercayaan dari para napiter yang didampingi.
Kehadiran Maknunah dalam proses pendampingan tersebut, melibatkan keluarga dengan upaya menjalin komunikasi dan membangun kembali emosi antar keluarga. Apalagi, anak-anak yang berada di bawah pendampingannya adalah berusia remaja, yang sudah memiliki pemikiran dan pilihan terhadap orang tuanya. Beberapa kasus orang tua justru merasa malu untuk bertamu dengan anak-anaknya karena sudah terlibat dalam kasus terorisme. Disinilah peran Maknunah untuk merekatkan kembali hubungan yang sempat terputus antara orang tua dan anak serta mengembalikan kembali kepercayaan yang sempat tumbang.
Sikap malu tersebut nyatanya tidak berhenti pada kasus itu saja. Akan tetapi, dalam ranah yang lebih luas, para napiter malu untuk kembali ke tempat asalnya karena akan merasa terasing, dikucilkan oleh masyarakat ataupun tetangganya. Sehingga mereka tidak memiliki kepercayaan diri untuk melanjutkan kehidupan bersama keluarganya. Atas dasar ini, penting peran pendamping napiter untuk berupaya menemukan dan mengembalikan kehidupan mereka agar memiliki kepercayaan diri terhadap hidupnya di masa yang akan datang.
Sejauh ini, BNPT terus memberikan upaya agar anak-anak yang dipisahkan oleh orang tua dalam proses deradikalisasi agar bertemu dengan orang tuanya. Sebab bagaimanapun, orang keluarga adalah aspek penting dalam proses deradikalisasi di Indonesia. Peran Maknunah untuk melihat ketimpangan yang dimiliki oleh para napiter tersebut, menjadi pengisi kekosongan atas kebingungan yang dialami. Bagi napiter yang tidak memiliki keluarga, belum menikah ataupun berkeluarga, sangat penting kehadiran orang-orang terdekat dalam keluarga yang dimilikinya.
Disinilah cukup terjawab peran perempuan dengan potensi alamiah yang dimiliknya. Sifat feminin yang esensial dimiliki perempuan, lebih merujuk pada kedamaian, mengasuh, intuitif dan kendukung kehidupan. Sifat ini condong kepada perempuan sebagai sosok pemberi kehidupan. Perempuan hadir dengan kodrat mengandung, melahirkan, yang artinya ia memberi kehidupan bagi seseorang. kodrat ini melekat dalam diri perempuan dengan wujud yang lain seperti sikap damai, pengasuh, dll. Dengan demikian, sikap ini sangat dibutuhkan dalam upaya-upaya nir kekerasan, khususnya upaya deradikalisasi untuk mengembalikan pemahaman yang salah.