Kiprah Gerakan Pemuda (GP) Ansor dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sudah tidak bisa terbantahkan. Organisasi yang dimotori oleh para pemuda NU ini telah banyak melakukan upaya penguatan masyarakat sipil. Salah satunya adalah komitmennya dalam memerangi dan memberantas paham radikalisme keagamaan. GP ansor lantang menyuarakan perlawanan terhadap kelompok-kelompok radikal. Karena itu banyak kalangan yang menilai, GP ansor adalah salah satu contoh organisasi kepemudaan Islam yang selalu eksis dalam aksi preventif menangkal gerakan radikalisme.
GP Ansor dan Kiprahnya
GP Ansor memang lahir untuk diproyeksikan sebagai wadah para pemuda untuk berkiprah dan pengabdian secara konkrit. Baik itu pengabdian kepada agama, negara, pesantren, dan alim ulama dengan menjunjung tinggi nilai-nilai Ahlus Sunnah wal Jamaah yang juga berasaskan pada Pancasila. Inilah yang membedakan GP Ansor dengan organisasi-organisasi kepemudaan lainnya.
Sebagai salah satu Badan Otonom dari Nahdhatul Ulama (NU) yang bervisi kepada kepemudaan dan keagamaan, komitmen GP Ansor yang sering digemakan adalah mengawal keutuhan dan eksistensi NKRI. Komitmen ini tertuang dalam tanggungjawab Barisan Ansor Serba Guna (BANSER), yaitu “Bersama dengan kekuatan bangsa yang lain untuk tetap menjaga dan menjamin keutuhan bangsa dari segala ancaman paham-paham radikalisme”.
Dalam hal ini Tindakan yang dilakukan adalah terlibat secara langsung untuk melawan setiap kelompok radikal dan anti Pancasila yang mengancam integrasi bangsa. Kita bisa amati hal tersebut dari beberapa kegiatan dan peran aktif GP Ansor. Salah satu kegiatan yang sering kita lihat adalah melakukan pengamanan dan penjagaan ketat di pusat keramaian dan beberapa tempat ibadah saat pelaksanaan kegiatan keagamaan.
Perlawanan terhadap kelompok radikalisme juga terlihat dari aksinya melakukan penolakan-penolakan kajian atau ceramah ustad yang berideologi radikal. Seperti yang terjadi di Grobogan, Purwodadi Jawa tengah pada Maret tahun 2022. Pimpinan Cabang GP Ansor wilayah tersebut menolak Tabligh akbar Ustad Syafiq Riza Basamalah. Menurut pantauan mereka, isi ceramah ustad tersebut cenderung radikal yang membahayakan masyarakat.
Hal serupa juga terjadi di Wajo Sulawesi Tengah di waktu yang hampir bersamaan. Saat itu, Keluarga besar NU termasuk GP Ansor menolak kedatangan ustaz Firanda Andirja Abidin yang terindikasi radikal karena dalam berdakwah sering menghakimi golongan yang lain. Meski seringkali tidak berujung pada pembatalan karena banyaknya pro-kontra, Namun GP Ansor selalu konsisten dalam mengawal dan mencegah isi ceramah agar tidak berisi prvokasi.
Selain berhadapan langsung dengan kelompok-kelompok radikal, GP Ansor juga melakukan kegiatan deradikalisasi dan juga pencegahan dini di wilayahnya. Misalnya kegiatan-kegiatan yang menguatkan ideologi kebangsaan seperti Ngaji Kebangsaan, menghidupkan tradisi-tradisi lokal seperti tahlilan rutin, al-barjanji, istighotsah dan yang lainnya. Kegiatan tersebut bertujuan untuk edukasi kepada masyarakat tentang bahaya radikalisme dan juga pentingnya penguatan ideologi kebangsaan.
Media sosial yang sekarang menjadi media paling efektif dalam penyebaran paham radikal juga tak luput dari perhatian. GP ansor juga memanfaatkan media sosial dalam melakukan kontra-narasi radikalisme dan mengedukasi masyarakat luas khususnya para pemuda yang paling rentan terpengaruh berbagai paham radikal. Bisa dilihat dari hadirnya situs-situs yang dibuat GP Ansor di berbagai daerah yang mengakomodir kebutuhan akan informasi dan komunikasi.
Perspektif Moderasi Beragama Sebagai Pijakan
Sama seperti PBNU, Ansor berpandangan bahwa Islam harus bersikap moderat dalam menyikapi setiap persoalan. Bahkan ini menjadi karakteristik islam yang tidak boleh dinafikan. Rasulullah SAW dalam berdakwah selalu melarang umatnya berlebihan dalam menjalankan agama. Sebaliknya, beliau selalu menghimbau umatnya untuk mengambil posisi tengah dari dua sikap ekstrim yang bertolakbelakang. Hal ini dilakukan agar salah satu dari kedua pendapat tersebut tidak mendomiasi dalam pikiran dan sikap seseorang.
Seperti kutipan dari hadist yang diriwayatkan Ibn As-Sam’ani, “Sebaik-baik Perkara adalah sikap tengah”. Dakwah seharusnya dilakukan secara wajar tanpa ada penghakiman dan pemaksaan diri yang berlebihan dan cenderung keras seperti yang dipraktekkan kelompok radikal.
Pandangan moderasi Islam yang dipahami GP Ansor menjadi tolak ukur untuk mengidentifikasi dan melawan Gerakan radikalisme. Dalam menjalankan programnya GP Ansor selalu berkoordinasi dengan para ulama, pemerintah daerah dan juga aparat keamanan. Sehingga dalam praktiknya, kegiatan seperti penolakan terhadap kajian dan ceramah radikal tidak berlangsung secara anarkis karena juga melibatkan pihak berwajib.
Selalu ada Masa depan, harapan dan perubahan sebagai kata kunci ketika kita bicara tentang generasi muda. Tidak heran jika banyak sosiolog yang mengatakan bahwa pemuda adalah agen perubahan. Mereka adalah penyambung suara dan hati Nurani rakyat. Karena itu Penyebaran paham radikalisme di kalangan pemuda menjadi suatu hal yang sangat mengkhawatirkan, karena menyerang salah satu elemen terpenting dari suatu bangsa.
GP Ansor adalah bukti nyata bagaimana pemuda dapat mengambil peran dan kontribusi bagi negara jika mereka disatukan dalam suatu wadah organisasi yang positif. Sebagai sebuah organisasi kepemudaan, GP Ansor tidak hanya berperan sebagai penyangga kekuatan civil society, namun juga turut berkontribusi aktif dalam penanggulangan radikalisme yang megancam keutuhan NKRI.