The Asian Muslim Action Network (AMAN Indonesia) bekerjasama dengan International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) dan Working Group on Women and Preventing /Countering Extremisme (WGWC), menggelar Forum Konsultasi Nasional bertajuk “Mempersiakan Daerah dalam Mengawal Implementasi Pengarusutamaan Gender dalam Rancangan Aksi Daerah Penanggulangan Ekstremisme (RAD PE)”, Rabu dan Kamis (5-6 Oktober 2022). Menurut Senior Program Officer HAM dan Demokrasi INFID, Abdul Waidl, kolaborasi ini sebagai bentuk komitmen bersama untuk memperkuat peran-peran aktor kunci tingkat nasional dan daerah dalam mendorong, mengimplementasikan, dan memonitoring pelaksanaan RAN PE. Lebih khusus lagi, kegiatan ini sebagai upaya mendorong dan menguatkan komitmen daerah dan nasional dalam mengintegrasikan pengarusutamaan gender dalam RAN PE dan RAD PE.
”Kita senang bahwa ada beberapa pertemuan-pertemuan antar stakeholder, multipihak, untuk mendorong ada gerakan yang khusus, terukur, dan tertata di tingkat daerah. Pertemuan ini sangat penting untuk memastikan isu perempuan aktif itu ada di RAD PE. Kita ingin agar gerakan ekstremisme yang menjerumuskan perempuan itu bisa diatasi. Kita ingin laki-laki dan perempuan membangun bangsa dengan baik,” terangnya.

Di tempat yang sama, Diungkap oleh Steering Committee WGWC, Debbie Affianty Lubis, WGWC sudah makin mengembangkan kemitraan bersama 27 mitra organisasi sipil dan pemerintah. Saat ini, sudah ada 27 mitra yang tergabung dalam WGWC. ”Kita berkolaborasi untuk menegakkan sistem hukum, pencegahan ekstremisme kekerasan, serta rehabilitasi dan reintegrasi sosial,” ucapnya.
Dalam kesempatan tersebut, dirinya berharap dalam forum ini makin menguatkan kerja-kerja di daerah, kolaborasi antara masyarakat sipil, pemerintah daerah, tokoh agama, tokoh masyarakat, dan tokoh adat. Serta bisa mencermati juga sejauh mana pengarusutamaan gender sudah termaktub secara eksplisit dalam RAD yang sudah ada. Bahkan, sejauh mana pelibatan perempuan dan anak muda dari tahap perencanaan, pelaksanaan, dan monitoring-evaluasi dari berbagai daerah.
”Kami juga berharap, nanti juga bisa melibatkan stakeholder lainnya. Sejauh mana dinas bisa berkolaborasi, terutama di bidang anggaran untuk pelaksanaan/implementasi RAD PE di daerah,” terangnya.
Terakhir, hadir pula Deputi Bidang Kerjasama Internasional Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Andhika Chrisnayudhanto mengatakan jika agenda ini sangat penting dibahas. Dalam pembuatan RAN PE, BNPT mengaitkan dengan sejumlah hal yang menjadi fokus di Perseritan Bangsa-Bangsa (PBB). ”Kita melihat bagaimana standar yang ada di internasional. Sekjen PBB membuat call to action, yang menjadi dasar bagi Indonesia. Sehingga, dalam RAN PE, terdapat 7 aksi untuk melakukan penanggulangan,” terangnya.
Untuk implemtasi di daerah, perlu memastikan mencapai pengarusutamaan gender. Dirinya memandang, jika pertemuan ini menjadi penting dibahas bersama. Dalam kesempatan tersebut, pihaknya berterima kasih kepada Civil Society Organization (CSO) yang telah mendorong RAN dan RAD sebagai bentuk policy and advocacy untuk pengarusutamaan gender.
”Kami juga berterima kasih karena setelah satu tahun pelaksanaan RAN, kita melakukan pelaporan. Hal yang sangat mencuat justru adalah apa yang dikerjakan oleh CSO. CSO mendorong agar daerah melaksanakan rencana aksi sendiri yang disesuaikan dengan konteks lokal. Indonesia sangat maju karena dorongannya dari civil society,” pungkasnya.
Dalam Forum Konsultasi Nasional dihadiri oleh 62 peserta berasal dari Aceh, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Tengah, Maluku dan Nusa Tenggara Barat. Dalam agenda ini turut hadir juga sejumlah perwakilan pemerintah daerah dari unsur Kesbangpol, Dinas Sosial, Kementerian Agama dan para partner dari masyarakat sipil yang bekerja untuk melakukan advokasi RAD PE. Di tingkat nasional, hadir pula perwakilan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Kementerian Dalam Negeri yang memiliki keterkaitan dengan pelaksanan Rancangan Aksi Nasional Penanggulangan Ekstremisme (RAN PE).