28.4 C
Jakarta
Senin, 9 September 2024

Menyoal FTF bagi Perempuan dan Anak-Anak Eks ISIS di Indonesia

Berdasarkan data yang dihimpun oleh RAN (Radicalisation Awareness Network) di tahun 2017, terdapat 42.000 teroris asing dari 120 negara tergabung dengan ISIS selama kurun 2011-2016. 5000 diantaranya berasal dari Eropa, mengalami kenaikan yang signifikan di tahun 2015, dan mengalami penurunan di tahun selanjutnya. Kegagalan ISIS dalam memberikan jaminan baik keamanan dan finansial bagi anggotanya melahirkan program Foreign Terrorist Fighter (FTF). Sebuah upaya untuk menerima kembali warga negara yang tergabung dengan ISIS di negara asalnya.

Eks ISIS yang tergabung dalam FTF terdiri dari multi ernis, bangsa, usia, jenis kelamin dan kesemuanya juga mengalami pengalaman emosional dan traumatis yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Terdapat beberapa alasan kenapa eks ISIS memutuskan untuk kembali ke tanah kelahiran.

4 Motif Eks ISIS Tergabung Dengan FTF dan Kembali Ke Tanah Air
Pertama, rasa kecewa dan menyesal. Apa yang dijanjikan oeh ISIS tidak terealisasi, begitupula dengan iming-iming yang dijanjikan saat mereka mendoktrin ideologi. Selain itu, ada juga rasa penyesalan karena telah meninggalkan segala kehidupan “normal” di tanah kelahiran sedangkan mereka tidak mendapatkan penggantinya di Suriah. Bahkan sebagian dari mereka harus terpisah dengan keluarga sesampai mereka di wilayah kekuasaan ISIS.

Kedua, ingin mengubah keadaan di tanah kelahiran. Eks ISIS masih memegang erat ideologi ekstrimisnya. Karena merasa ideologinya adalah yang paling benar, sehingga ia merasa ingin mengajak lebih banyak orang lagi untuk bergabung dengan jaringan ISIS. Eks ISIS dengan tipe ini memiliki konsep hidup yang oportunis, ia memanfaatkan kebesaran hati dari pemerintah di tanah kelahirannya, untuk menyebarkan ideologinya.

Ketiga, dikirim oleh jaringan ISIS untuk melakukan penyerangan di tanah kelahiran. Untuk alasan ketiga, kepulangan eks ISIS memiliki misi yang sangat membahayakan yaitu melakukan penyerangan terhadap tanah kelahiran. Mereka meyakini bahwa, tanah kelahiran adalah bagian dari musuh yang harus dihabisi oleh ISIS. Maka mereka tidak bisa disebut sebagai kes ISIS karena sejatinya ideologi ekstrimis dan radikal masih mengakar kuat.

Keempat, tertangkap dan dideportasi. Sama dengan alasa kedua dan ketiga, untuk alasan keempat ini eks ISIS kembali ke tanah kelahiran bukan karena keinginannya namun karena tertangkap dan harus dikembalikan ke tanah kelahiran. Umumnya mereka masih terpapar ideologi radikal dan ekstrimis dan ketika dikembalikan ke tanah kelahiran, maka sangat berpotensi untuk menyebarluaskan ideologi ekstrimisnya.

Pihak eks ISIS yang tergabung dengan FTF juga memiliki peran yang berbeda antar satu dengan yang lainnya. Dimana setiap pihak dan juga peran yang dijalankan, membutuhkan penanganan dan pendekatan yang berbeda untuk memastikan bahwa ideologi radikal benar-benar telah hilang sebelum kembali ke tanah air.

Pihak yang terlibat dalam FTF dan peran yang dilakukan
Pihak eks ISIS yang terlibat dalam FTF dan peran yang dilakukan adalah sebagai berikut ini.
Laki-laki, umumnya memiliki resiko tertinggi karena telah terasah skill nya dan juga memiliki pengalaman dan ketrampilan perang yang baik karena telah mendapatkan pelatihan selama bergabung dengan ISIS. Ia juga dituntut untuk melakukan berbagai peran membahayakan selama berada di wilayah yang dikuasai oleh teroris. Berdasarkan peran yang pernah dijalankan tersebut, laki-laki eks ISIS harus mendapatkan perhatian yang lebih ketika tergabung dengan FTF. Jangan sampai skill dan ketrampilan yang berbahaya tersebut akan berdampak negatif bagi masyarakat di sekelilingnya.

Perempuan, berperan sebagai ibu dan keluarga untuk mempersiapkan tentara Allah di masa depan. Sejalan dengan narasi domestikasi yang melekat pada narasi ekstrimis tentang perempuan, istri eks ISIS umumnya juga diberikan peran yang dominan di dalam rumah. Mereka memang tidak dilibatkan secara langsung saat berperang, namun diberi kewajiban untuk mengkader anak-anak untuk beridiologi ekstrimis bahkan semenjak kecil. Mereka meyakini bahwa keberhasilan penegakan khilafah di masa yang akan datang tergantung dari kemampuan perempuan dalam melakukan kaderisasi.

Anak-anak, korban dari indoktrinasi dari orang tua. Umumnya mereka berada dikondisi yang paling tidak menguntungkan, karena terlahir dalam kondisi yang tidak damai dan terus dijadikan korban atas idiologi yang diyakini kedua orang tuanya. anaa-anak eks ISIS sudah terbiasa dengan kekerasan dan peperangan semenjak berusia 9 tahun. Sehingga beresiko tinggi mengalami trauma berat, dan dipaksa untuk terlibat dalam peperangan dengan dalih jihad.

Demikianlah informasi dan penjelasan mengenai alasan eks ISIS tergabung dengan FTF dan juga pihak dan peran yang dilakukan eks ISIS selama berada di wilayah teroris. Sebelum membahas mengenai peluang, tantangan, dan resiko FTF bagi Indonesia, pemahaman dasar mengenai FTF ini harus dipahami oleh masyarakat pada umumnya dan pemerintah khususnya. Karena tanpa memahami alasan dan motif eks ISIS, akan sulit bagi pemerintah untuk memetakan langkah yang akan diambil. Begitupula dengan masyarakat, akan mengalami kendala ketika harus hidup bersama lagi dengan eks ISIS.

TERBARU

Konten Terkait