29 C
Jakarta
Kamis, 12 Desember 2024

Peresmian gedung Dakwah ANNAS, Melukai Kemanusiaan Korban Kekerasan Atas Nama Agama

Belum lama ini, Walikota Bandung, Yana Mulyana, meresmikan Gedung Dakwah Aliansi Nasional Anti Syiah (ANNAS) yang berlokasi di Jalan R.A.A. Martanegara No.30 Turangga Kota Bandung. Selain Wali Kota Bandung, dalam peresmian tersebut hadir pula Ketua dan Wakil Ketua DPRD Kota, Perwakilan Dansesko TNI, Camat Lengkong, dan Kapolsek Lengkong.

Dari kejadian tersebut, Direktur The Asian Muslim Action Network (AMAN) Indonesia, Ruby Kholifah memandang pemerintah Kota Bandung telah melakukan pelanggaran konstitusi. Karena mendukung dan memfasilitasi organisasi yang telah dibubarkan dan dilarang di Indonesia, yaitu ANNAS. ”Pada 2020, ANNAS masuk ke dalam organisasi yang dibubarkan oleh pemerintah pusat,” ungkapnya.

Dari informasi yang dihimpun, pembubarkan ANNAS berdasarkan Surat Telegram Kapolri Jenderal Idham Azis, tertanggal 23 Desember 2020, tentang pembubaran sejumlah ormas. Dengan nomor surat STR/965/XI/IPP.3.1.6/2020 tersebut, disebutkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menandatangani Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu) mengenai pembubaran ormas.

ANNAS dibubarkan dengan alasan, lanjutnya, ANNAS justru mengkafir-kafirkan madzhab Syiah sehingga timbul kebencian antar umat. ANNAS dibubarkan karena ormas yang jelas bertentangan dengan UUD 1945. Pada 2020, Pemerintah Pusat telah melarang aktivitas dan membabarkan ANNAS di Indonesia. Selain itu, ungkapnya, perlu melihat eksistensi Syiah di Indonesia.

Syiah sudah masuk ke Indonesia sejak masa awal masuknya Islam di Indonesia. serta sejumlah tokoh Syiah ikut juga dalam mendukung Indonesia. Akan tetapi, seiring dengan berjalannya waktu. Terdapat konflik-konflik atas agama, salah satunya terjadi pada kelompok Syiah. Kita perlu melihat kembali konflik antara Sunni-Syiah yang terjadi di Sampang, Madura.

”Anak-anak dari korban konflik dibayang-bayangi stigmatisasi “sesat” oleh lingkungan mereka. Terutama ketika anak kembali ke sekolah. Sehingga tidak jarang anak-anak ini mengalami reviktimisasi melalui tindak diskriminasi dan tindak perundungan,” ungkapnya.

Dengan melihat itu semua, ungkapnya, pemerintah Kota Bandung (Wali Kota Bandung) telah mencederai rasa keadilan bagi korban intoleransi. Serta Melukai Kemanusiaan Korban Kekerasan Atas Nama Agama. Dengan adanya fasilitas gedung dakwah ini, dapat memicu tindakan agresif atau kekerasan kepada kelompok syiah atas nama dakwah. Dalam aksi kekerasan yang terjadi, kelompok perempuan dan anak menjadi kelompok yang paling dirugikan.

Untuk mencegah hal tersebut, ungkapnya, pemerintah dan masyarakat sipil bisa berangkulan untuk merajut keberagaman masyarakat agar dapat hidup rukun dan damai. Di saat yang bersamaan, kementerian agama berkomitmen dalam melakukan moderasi beragama yang merangkul demi kerukunan.

”Adapun yang perlu dilakukan oleh pemerintah adalah perlu membangun ruang-ruang perjumaan dan dialog antar umat beragama. Lalu, pemerintah daerah perlu melalukan reformasi kebijakan yang memicu intoleransi dan konflik berbasis agama,” terangnya.

Serta, pemerintah daerah perlu penghapus kebijakan diskriminatif agar dapat membangun daya kritis masyarakat untuk tidak mudah terprovokasi. Begitu juga dengan pemerintah dan masyarakat perlu merancang upaya-upaya pembangunan yang mengedepankan toleransi yang keadilan gender. Terakhir, pemerintah dan Masyarakat Sipil mendukung Pendidikan yang berfokus pada nilai-nilai Bhineka Tunggal Ika, toleransi, kerukunan dan empati.

”Kemendagri perlu memberikan sanksi tegas kepada pejabat pemerintah yang mendukung aktivitas organisasi yang sudah dibubarkan,” pungkasnya.

Dalam sambutannya, Walikota Bandung menyatakan bahwa pemerintah kota Bandung mengapresiasi dibangunnya gedung dakwah ANNAS. Walikota memberikan dukungan kepada ANNAS agar gedung dakwah ini semakin memberikan keamanan dan kenyamanan bagi warga masyarakat kota Bandung dalam menjalankan aktivitas keagamaan sesuai agama yang diakui oleh negara.

TERBARU

Konten Terkait