Dinamika gerakan hijrah nampaknya masih digandrungi beberapa kalangan baik anak muda, selebriti, maupun kalangan profesional. Fenomena baru dalam gerakan Islam di Indonesia ini membawa visi untuk mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa. Namun nampaknya gerakan hijrah yang semula dimaknai sebagai ritus yang sifatnya personal mulai bergeser menjadi gerakan yang bersifat komunal. Seperti adanya Gerakan Islam Khaffah, Hijrah Cinta,
Hijrah Santun, Berani Berhijrah, Gerakan Pemuda Hijrah, Indonesia bertauhid, Indonesia Tanpa Pacaran, dan lain sebagainya.
Menurut Yuswohady, seorang peneliti Middle Class Institute mengatakan bahwa pandangan untuk berhijrah sebenarnya sudah lama didakwahkan di Indonesia. Dengan mengedepankan aspek-aspek tentang cara mendekatkan diri kepada Tuhan. Namun gerakan hijrah nyatanya tidak hanya menjadi gerakan dakwah keagamaan, lebih dari itu hijrah telah berkembang menjadi sebuah tren sosial. Gerakannya naik atau turun dalam jangka panjang dan diperoleh dari rata-rata perubahan dari waktu ke waktu yang kemudianmendapatkan apresiasi serta diikuti secara komunal.

Masifnya gerakan hijrah tidaklah terlepas dari adanya mobilisasi sumber daya dan struktur uang, teknologi komunikasi, tempat pertemuan, jaringan sosial dan lain lain. Hal ini berdasarkan seperangkat elemen-elemen tersebut digunakan untuk mengkolektifkan keluhan-keluhan individual, mengorganisasikan, memimpin bahkan menggerakkan perlawanan.
Melihat kepopuleran hijrah, menurut Imam Abu Dawud dalam riwayatnya menekankan bahwa hijrah adalah proses, yang bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Sedangkan perilaku hijrah sendiri seakan telah kehilangan makna substansi asalnya yang cenderung memunculkan simbolik, sehingga fenomena hijrah turut memunculkan tren fashion muslimah yang melekat dengan gaya hijab panjang lengkap dengan niqab bagi perempuan. Bagi laki-laki juga memunculkan tren dengan memanjangkan jenggot dan mengenakan celana di atas mata kaki.
Dengan demikian, hijrah hanya dimengerti sebagai pendisiplinan tubuh oleh imperative syariah. Terlebih sasaran utamanya adalah tubuh perempuan yang dianggap sebagai aurat dan sumber kemerosotan moral yang harus terlebih dulu dibenahi. Tidak hanya dalam style fashion, namun penerapan konsep hijrah juga digunakan untuk menaikkan keuntungan pasar yaitu dengan pendekatan Islami dan syariah sehingga akan menambah nilai keunggulan pada produk yang dijual.
Tren hijrah tentu saja memberi pengaruh dan akan sulit bahkan mungkin mustahil untuk dihalangi, sebab kemunculannya bukanlah tanpa proses panjang melainkan juga melalui pencampuradukan suatu praktek sosial yang kompleks sifatnya. Fenomena hijrah lahir dari suatu yang dialektis, baik itu dialektika seseorang dengan dirinya sendiri (refleksivitas diri), atau suatu keadaan dengan keadaan lainnya dan seterusnya.
Sebenarnya, hijrah dengan makna yang lebih mendalam bisa dipahami sebagai ‘pindahan’, ‘migrasi’, ‘transformasi’, dan bahkan ‘reformasi’ ke arah reformasi sosial yang teratur, egaliter, dan demokratis. Sehingga gerakan atau loncatan hijrah mampu meniupkan semangat reformasi dalam konteks sosial-kemasyarakatan. Adapun menurut literatur sufi modern, hijrah Nabi Muhammad SAW. Dipandang sebagai tahapan penting dalam perjalanan spiritual untuk kembali kepada Allah SWT melalui proses pembersihan diri karena telah berusaha menanggung kesulitan-kesulitan fisik maupun non fisik demi cintanya dan memurnikan tauhid kepada Allah SWT.
Bagi orang yang hendak berhijrah juga harus pandai-pandai memilih artinya lebih utama melalui pondok pesantren yang menjadi episentrum bagi yang ingin mendalami agama sejak lama, yang tentunya akan mendapat bimbingan langsung oleh kyai. Belajar dengan menonton kajian ustadz melalui media sosial hanya dapat interaksi satu arah tanpa adanya pendampingan sangat rawan disalahgunakan karena minimnya pengawasan. Fenomena hijrah yang terjadi dikalangan masyarakat ataupun artis juga harus benar-benar mendapat pendampingan. Sebab, fenomena tersebut merupakan celah untuk masuknya terorisme.
Pendampingan yang dimaksud dalam hal ini yakni para ulama, kiai atau akademisi harus turut serta mendampingi dan mengajak mereka berkomunikasi serta berperan aktif menyampaikan gagasan melalui media sosial, agar dunia media sosial tidak hanya dikuasai oleh kelompok radikalis. Hijrah bukanlah sesuatu yang instan untuk dilakukan, prosesnya bisa bertahap, panjang dan tentu saja butuh perjuangan.
Bagi anak muda yang memutuskan untuk berhijrah hendaknya diniatkan dengan benar di dalam hati untuk bertaubat, mengevaluasi, agar tergapai hijrah yang istiqomah. Dengan istiqomah diharapkan seseorang dapat memperkuat diri dalam jalan kebenaran. Tetap istiqomah menjalankan hijrah sesuai esensinya, tidak sekedar hijrah kemasan yang hanya membalut kesan Islami di kulitnya bukan di hatinya. Istiqomah meninggalkan sesuatu yang melekat pada diri sendiri yaitu kebiasaan buruk atau perbuatan dosa.