25.4 C
Jakarta
Minggu, 10 November 2024

Peran Agama di Ruang Publik dalam Perspektif Nur Cholish Madjid

Dalam melihat Nur Cholish Madjid atau yang akrab biasa Cak Nur, sebagai seorang cendekiawan, perlu kiranya kita melihat secara jauh tentang pemikirannya persoalan Keislaman, Keindonesiaan dan Kemodernan yang menjadi ciri khasnya. Melalui gagasannya tentang kebangsaan dan prinsip keberagamaan yang kuat, Cak Nur secara tegas untuk memberikan pemahaman bahwa, agama yang hadir di ruang publik, baik dalam ruang lingkup pemerintahan, masyarakat biasa, atau semua golongan, pada hakikatnya, harus memberikan manfaat kepada sesama.

Ini artinya, agama yang hadir di ruang publik tidak untuk mendiskriminasi keberadaan para penganut agama lain, apalagi harus berhadapan dengan pemaksaan ideologi yang ingin mengubah Pancasila sebagai ideologi negara. Persoalan kehadiran agama di ruang publik, sangat erat kaitannya dengan religiusitas yang dibawa oleh seseorang dalam ruang private. Hal ini tertuang dalam tulisannya yakni,

“Bagian dari sikap keagamaan yang seharusya melahirkan etos disiplin ialah kesadaran akan tanggung jawab pribadi. Yaitu tanggung jawab di hadapan Tuhan dalam pengadilan ilahi atas segala perbuatan yang baik ataupun yang buruk, besar atapun kecil yang dilakukan di dunia …. tangung jawab pribadi ini berpangkal pada iman, yakni keyakinan akan adanya Tuhan semesta alam. Juga keyakinan bahwa Tuhan menghendaki para hamba-Nya untuk bertindak dan bertingkah laku menurut pedoman dan ukuran kebaikan dan kebenaran. Karena hanya kebaikan dan kebenaran yang mengantarkan seseorang pada rida Tuhan itu.”

Melalui kalimat di atas, maka tugas pokok dari masing-masing orang beragama yang hadir di ruang publik tidak lain adalah disiplin. Hal ini pula terjadi kepada para pemeluk agama Islam. Jika bersungguh-sungguh dalam melakukan ajaran agama Islam, wujud dari kesungguhan dalam menjalakan ajaran agama tidak lain sikap disiplin. Artinya, kedisiplinan tersebut dimiliki oleh semua pihak.

Dalam kontekskebangsaan, yang terdiri dari banyak elemen, seseorang yang berada di pemerintahan, baik ia di Lembaga eksekutif, yudikatif ataupun legislative, ia harus disipilin terhadap aturan dan batasan-batasan umum yang sudah ditetapkan. Ia memiliki disiplin tinggi untuk bertanggung jawab terhadap kekuasaan yang diberikan oleh rakyat.

Dalam wilayah ekonomi, ketika sistem kapitalis memiliki prinsip untuk mengambil keuntungan tanpa batas, maka orang yang beragama tidak menganut demikian karena ia disipilin untuk melihat manusia secara utuh dengan memberikan ruang kepada orang lain agar juga bisa merasakan keuntungan yang sama. Maka sekiranya ada yang justru menyalahkan sistem kapitalis, bukan sistemnya yang seharusnya disalahkan, lalu berdalih untuk mengubah sistem.

Namun, bagaimana sikap kita sebagai orang yang beragama untuk beradaptasi dengan sistem demikian dan tetap menjunjung tinggi nilai agama tersebut dalam kehidupan.
Konsep itu juga bisa kita pahami dalam pembukan UUD 1945 yang berbunyi, “Untuk memajukan kesejahteraan umum.”

Bahwasanya, nilai dalam istilah tersebut tidak lain adalah nilai agama yang mencoba masuk di ruang publik untuk memberikan hak yang sama pada setiap orang tanpa melihat latar belakang agama, budaya, suku, dan ras. Dengan melihat Cak Nur melalui gagasan ini, kita bisa membaca bagaimana konsepsi tentang agama bisa menjadi salah satu jalan untuk menciptakan kesejahteraan bagi semua manusia.

Tidak hanya itu, agama yang biasanya dijadikan alasan sebagai ruang pribadi, justru tidak bisa dipisahkan dengan ruang publik. Dengan demikian, kehadiran agama memberikan penyadaran kepada pemeluknya untuk melihat kepentingan umum dibandingkan dengan kepentingan pribadi. Cak Nur menggagas secara komperehensif bagaimana kemashlahatan bersama itu tercipta.

Sebenarnya, gagasan Cak Nur tentang kehadiran agama di ruang publik, kita justru tidak menemukan gagasan yang menyuruh atau menghadirkan untuk agama Islam menjadi sistem negara seperti apa yang dikampanyekan oleh para kelompok Islam belakangan ini. Cak Nur justru lebih memperhatikan bahwa agama yang diterapkan memprioritaskan kepada perilaku, sikap, dan refleksi kepada penganut agama itu sendiri, sehingga ketika berada di ruang publik, agamatampil tidak hanya sebagai labelnya saja. Melainkan esensi dari ajaran agama itu, yakni bagaimana menciptakan kebaikan yang bisa dirasakan oleh masyarakat.

TERBARU

Konten Terkait