Nama Ummu Absah mencuat bersamaaaan dengan ditangkapnya Dian Yulia Novi pada kasus bom panci. Ia ditangkap karena terbukti terlibat dalam mempersiapkan Dian Yulia sebagai boomber di tahun 2017. Perannya cukup vital, yaitu memfasilitasi pertemuan Dian Yulia dengan Nur Solihin yang kemudian menjadikan Dian sebagai istri kedua Nur Solihin. Selain itu, Tutin pula yang merekrut Dian Yulia dan memberikan motivasi berupa imingi-iming surga bagi mereka yang berjuang dijalan jihad (boomber).Sikapnya yang kontroversial sesaat setelahmenjalani penyidikan di Satreskrim Polres Tasikmalaya kota pada 2018 lalu menarik atensi berbagai pihak dan kalangan.
Bagaimana tidak, bukannya menunjukkan muka menyesal karena telah terlibat dalam kasus terorisme, perempuan bercadar tersebut justru mengumandangkan takbir sembari mengacungkan telunjuk kanannya. Seolah ia ingin menunjukkan kepada publik bahwa dirinya tidak takut dengan sistem penegakan keadilan dan keamanan di Indonesia.
Sikapnya tersebut ternyata berlanjut hingga ke lapas perempuan kelas II A Tangerang. Ia terlihat sangat bangga karena berhasil membuat kericuhan dengan ideologi radikal dan aksi terorisme yang telah berhasil mereka rencanakan. Informasi tersebt didapat dari Ibu Nuraini Prasetyawati, pendamping napiter Tutin selama menjalani hukuman di lapas. Ibu Nuraini menceritakan bagaimana tantangan yang dihadapi Ibu Nuraini selama mendampingi Tutin.
Dipilih karena kedekatan wilayah
Ibu Nuraini menjadi pendamping Tutin di lapas semenjak Januari 2019. Beliau mengaku tidak tahu alasan kenapa dirinya mendapatkan amanat untuk menjadi pendamping Tutin. Belakangan Ibu Nuraini mulai paham bahwa ia dipilih karena berasal dari kampung yang sama dengan Tutin yaitu Ciamis. Dengan dipilihnya pendamping yang berasal dari kampung yang sama, diharapkan bisa menjadi jalan untuk menguak informasi dari Tutin. Karena selama ini, Tutin enggan berbicara dengan siapapun di lapas dan sering menebar teror ke napi lainnya.
Namun ternyata tidak semudah yang dibayangkan Ibu Nuraini. Jangankan mau digali informasinya, Ibu Nuraini justru menjadi target sasaran ideologi estrimis Tutin. Padahal mereka berdua ternyata teman sekelas saat di SMP. Melihat bahwa model pendekatannya yang straigh forword ternyata tidak efektif, Ibu Nuraini mengubah strategi menjadi story telling.
Ibu Nuraini tidak menanyakan keterlibatan Tutin ataupun menyinggung Dian Yulia. Namun ibu Nuraini menanyakan bagaimana aktifitas Tutin selepas lulus dari SMP. Sebagaimana dua kawan lama yang tak pernah berjumpa, Ibu Nuraini ingin menggali perjalanan hidup Tutin hingga sampai ke kelompok ekstrimis namun tidak secara langsung.
Dari situlah, Tutin menceritakan perjalanan hidupnya hingga akhirnya ideologi ektrimis menjadi pilihan hidupnya. Ternyata semuanya berawal dari media sosial, sesuatu yang baru bagi Tutin namun memiliki dampak yang luar biasa. Berawal dari medsos kemudian berlanjut dengan pertemuan. Dari situlah ideologi ekstrimis Tutin semakin menguat bahkan mengarah pada tindakan.
Keterbukaan Tutin untuk menceritakan bagaimana kisah hidunya tidak serta merta membuat Ibu Nuraini diterima oleh Tutin. Diawal pertemuan tersebut, Tutin menyatakan Ibu Nuraini sebagai thagut (musuh agama). Bahkan Tutin enggan menyentuh Ibu Nuraini padahal mereka berdua sama-sama perempuan. Tutin juga menyatakan darah Ibu Nuraini halal untuk dibunuh karena menjadi thagut. Tutin juga menolak permintaan bekam Ibu Nuraini, karena menurutnya membantu thagut adalah sebuah dosa. Ibu Nuraini tidak menyangka dalam keadaan sudah menjadi napiter sekalipun, ternyata ideologi ekstrimis masih kuat didalam diri Tutin.
Menggunakan pendekatan keluarga
Tutin memiliki sikap emosional dan seringkali tak mampu membendung emosinya saat marah. Ia sangat bangga dan ingin memberitahu semua orang bahwa dirinya seorang napiter. Maka adu jotos dengan sesama napi menjadi makanan sehari-hari Tutin. Bahkan Ibu Nuraini seringkali menjadi sasaran kata-kata tak elok yang dilontarkan Tutin. Namun Ibu Nuraini yakin, sekeras-kerasnya Tutin, pasti ia memiliki titik lemah. Ternyata benar, Tutin selalu meneteskan air mata dan menunjukkan raut muka menyesal tatkala Ibu Nuraini berbicara mengenai keadaan orang tua Tutin di kampung.
Dari sini kemudian Ibu Nuraini memahami bahwa keluarga adalah titik lemah Tutin. Maka Ibu Nuraini mendatangi keluarga Tutin di kampung, dan menanyakan bagaimana sikap Tutin. Ternyata sikapnya yang keras memang sudah menjadi watak Tutin. Sehingga ketika dirinya sudah terpapar ideologi ekstrimis, maka ia akan memperjuangkan ideologi tersebut dan memegang ideologi tersebut dengan kuat. Ibu Nuraini selalu menceritakan kondisi orang tua Tutin di kampung, dan memfasilitasi video call dengan keluarganya. Ibu Nuraini berharap dengan semakin seringnya interaksi Tutin dengan keluarga, bisa mengurangi kuatnya ideologi ekstrimis yang ia percayai saat itu.
Cara pendekatan Ibu Nuraini yang menggunakan hati dan pendekatan personal ini awalnya tidak disetujui oleh petugas lainnya. Karena petugas lainnya mengaku sakit hati dengan sikap dan perkataan Tutin selama ini. Namun Ibu Nuraini mengaku kebal dan terus meyakini bahwa batu selamanya tak akan pernah menang dengan batu. Batu harus dilawan dengan air, yang meskipun pelan namun pasti akan berubah secara signifikan.
Ibu Nuraini membuktikan bahwa mendampingi napiter memang harus disesuaikan dengan kondisi psikologis napiter itu sendiri. Pendekatan yang lembut dari Ibu Nuraini ternyata berhasil dalam menghadapi sikap kerasnya Tutin. Ibu Nuraini memang tidak bisa mengukur sejauh mana ideologi ektrimis masih diyakini Tutin. Karena dirinya memang tidak bertanggungjawab hingga sejauh itu. Namun Ibu Nuraini berhasil merubah sikap Tutin yang tertutup menjadi lebih terbuka. Sikap keras menjadi lebih manusiawi, dan membuat Tutin mau berkumpul dengan teman lainnya.
Awalnya Tutin bahkan menolak mengkonsumsi makanan dari lapas karena menurutnya fasilitas dari negara adalah haram. Namun lama kelamaan Tutin tak ada pilihan, sehingga sedikit demi sedikit pemikiran ekstrim Tutin juga tereduksi. Meskipun Tutin masih kerap menyebut pengeboman dengan nada tidak serius. Namun Ibu Nuraini tetap menghadapi sikap Tutin dengan lembut, sabar, dan menghindari kekerasan.