26.5 C
Jakarta
Senin, 14 Oktober 2024

Tiga Pendekatan Perdamaian di Poso, Berikut Ulasannya

Ingatkah kita dengan konflik Poso? Barangkali jika kita lahir di tahun 90-an akhir, perbincangan konflik Poso masih tabu, sebab konflik ini terjadi sejak 25 Desember 1998 hingga tahun 2001. Peristiwa ini menjadi catatan hitam dalam sejarah panjang perjalanan masyarakat Indonesia yang dikenal sebagai masyarakat hidup di tengah keberagaman, serta heterogen dari banyak segi, mulai dari agama, ras, suku dan budaya.

Penulis memahami bahwa, konflik akan terus ada seiring manusia itu hidup. Namun, konflik yang muncul karena perbedaan cara pandang, apalagi hubungan beragama, sangat bisa untuk dicegah, atau bahkan diperbaiki untuk menciptakan hidup yang sejahtera antar umat beragama.

Upaya yang sangat bisa dilakukan untuk menciptakan perdamaian, setidaknya dalam melihat konflik Poso, ada beberapa hal. Johan Galtung (1976) dalam melihat konflik, setidaknya ia membangun tiga pendekatan terhadap perdamaian yaitu “menjaga perdamaian”, “menciptakan perdamaian” dan “membangun perdamaian”.

Sebenarnya, upaya ini bisa dilakukan dalam konteks permasalahan apapun. Sebab langkah ini bisa dilakukan oleh siapa saja, kelompok mana saja, yang mengingkan perdamaian tercipta di lingkungannya. Dalam melihat konflik, Galtung justru cenderung melihat konflik yang terjadi sebagai bagian dari kehidupan manusia, yang perlu dikelola secara baik oleh manusia itu sendiri. Mana kala ketika konflik itu menimbulkan perpecahan antar kelompok, perlunya untuk menciptakan perdamaian agar kehidupan bisa kembali sejalan dengan nilai-nilai kemanusiaan.

Pendekatan yang digunakan untuk melihat perdamaian, Johan Galtung mengungkap secara komperehensif. Beberapa penjelasan dari tiga pendekatan diantara: pertama, menjaga perdamaian ada pada tiga poin skala eskalasi: untuk menahan kekerasan dan mencegahnya meningkat menjadi perang; untuk membatasi intensitas, penyebaran geografis, dan durasi perang setelah pecadan untuk mengkonsolidasikan gencatan senjata dan menciptakan ruang untuk rekonstruksi setelah perang berakhir.

Kedua, menciptakan perdamaian. menciptakan perdamaian adalah bergerak menuju penyelesaian konlik bersenjata, di mana pihak-pihak yang berkonlik didorong untuk mencapai kesepakatan secara sukarela. Mediasi dan intervensi pihak ketiga adalah bagian kunci dari penciptaan perdamaian. Mediasi telah menjadi bidang yang semakin ramai, dengan organisasi pemerintah, dan organisasi non-pemerintah semuanya bisa terlibat. Ketiga, adalah pembangunan perdamaian.

Bagi Galtung, pembangunan perdamaian adalah proses implementasi perubahan atau rekonstruksi sosial, politik dan ekonomi demi perdamaian abadi. Dengan melihat pendekatan di atas, perlu kita mengingat tentang pentahelixmodel yang beberapa lalu banyak diperbincangan dalam model penanggulangan radikalisme. Namun, pentahelix model dalam konteks ini sangat bisa digunakan untuk menciptakan perdamaian dalam suatu wilayah.

Melalui konflik Poso, salah satu upaya untuk menciptakan perdamaian adalah upaya AMAN Indonesia melalui sekolah perdamaian yang diberikan kepada para perempuan di Poso. Sekolah perdamaian yang dilaksanakan di Poso tersebut tidak lain adalah upaya akar rumput untuk memberikan ruang bagi perempuan dalam melihat konflik terjadi, serta melihat kondisi pasca konflik.

Sekolah perempuan perdamaian itu, pada hakikatnya, dilaksanakan agar perempuan akan rumput bisa melihat kemampuan dan daya yang dimilikinya sebagai manusia. Apalagi selama ini, perempuan di akar rumput, perannya seringkali mendapat peminggiran karena dianggap tidak memiliki kekuatan apapun. Baik secara kuasa, kemampuan, serta peran.

Upaya tersebut juga menjadi bagian dari pendidikan perdamaian yang pada tujuannya untuk mendidik menjadi individu yang mampu melihat dan memiliki kesadaran lebih tinggi akan pentingnya perdamaian di suatu daerah. Pada posisinya, pendidikan menjadi salah satu strategi yang snagat mampu untuk dilakukan untuk membuka jalan perdamaian. Maka semakin kuat pendidikan dari suatu wilayah, khususnya pendidikan perdamaian, bisa dikatakan akan sejalan dengan perdamaian yang tercipta dalam wilayah tersebut.

Perdamaian akan tercipta dengan toleransi

Salah satu hal yang paling penting dari upaya menciptakan perdamaian adalah prinsip toleransi yang bisa dipegang. Ketika hidup di tengah keberagaman dan menjadi mayoritas, kata toleransi terkadang terasa ringan diucapkan namun dalam implementasinya tetap saja susah di lakukan.

Makna toleransi akan terasa besar ketika kita mengalami pengalaman hidup menjadi minoritas. Di wilayah Indonesia, ketika kita menjadi muslim, maka kita akan menjadi mayoritas, namun berbeda ketika adalah seorang muslim, lalu tinggal di Amerika. Pada prinsipnya, toleransi adalah salah satu landasan yang kita miliki agar bisa menghargai dan memberikan ruang perjumpaan yang berbeda, terbebas dari prasangka, serta tidak menghakimi orang yang berbeda.

TERBARU

Konten Terkait