11 Desember 2016, masyarakat Indonesia dihebohnya dengan rencana aksi bom panci berkekuatan tinggi yang akan diledakkan di Istana Negara. Rencana pengeboman tersebut memang berhasil digagalkan polisi, namun ada tantangan besar yang harus dihadapi kepolisian untuk kasus tersebut. Hal ini lantaran pada kasus bom bunuh diri sebelumnya, selalu dilakukan oleh aktor laki-laki, sedangkan perempuan berperan sebagai support system.
Sedangkan dalam aksi bom panci ini, pelaku utamanya adalah seorang perempuan. Lebih tepatnya perempuan teroris pertama di Indonesia. Ialah Dian Yulia Novi, ibu muda berusia 28 tahun yang sedang dalam keadaan hamil tua. Berdasarkan penuturannya, ia akan meledakkan bom panci tersebut di markas Thogut yaitu Istana Negara Jakarta. Keterlibatan aktor perempuan dalam kasus terorisme ini tentunya membutuhkan penyesuaian baru bagi penegak hukum. Karena mendampingi aktor laki-laki tentunya memiliki cara yang berbeda dengan aktor perempuan.
Bomber peremouan pertama yang sekaligus bagian dari jaringan ISIS Bahrun Naim ini pada akhirnya mendapatkan vonis 7,5 tahun penjara. Tidak banyak yang tahu bagaimana kehidupan Dian Yulia Novi saat menjalankan hukuman di penjara. Hingga pada Kamis, 27 Agustus 2020 AMAN Indonesia melalui WGWC talk 7 mengangkat kisah Suci Winarsih. Pamong mendamping Dian Yulia Novi selama menjalani hukuman penjara. Lantas seperti apa pengalaman Suci Winarsih selama berada di lapas bersama Dian Yulia Novi?
Menjadi Target Doktrin Khilafah ala Dian Yulia Novi
Suci Winarsih mendampingi Dian Yulia Novi selama menjalani hukuman di Lapas Bandung mulai Maret 2018. Selain Dian Yulia Novi, beliau juga mendampingi napiter Emi Lestasi. Namun Suci Winarsih mengaku, mendampingi Dian Yulia Novi lebih berat dibanding Emi Lestari. Hal ini lantaran doktrin Dian Yulia Novi jauh lebih kuat dibanding Emi Lestari.
Suci Winarsih mengaku tidak mendapatkan bimbingan khusus tentang bagaimana cara dan tekhnik pendampingi napiter perempuan. Maka beliau melakukan pendampingan berdasarkan intuisi dan insting sebagai perempuan. Dian Yulia Novi adalah sosok yang tertutup dan tidak mau membahas kasusnya. Termasuk dihadapan Suci sekalipun. Dian Yulia Novi juga tidak mau bertemu petugas laki-laki dan tidak terbuka terhadap tamu yang ingin bertemu. Bahkan saat pihak Yayasan Perdamaian ingin bertemu, Dian Yulia Novi tidak mau membuka diri.
Namun Suci Winarsih tidak kapok dan terus mendampingi Dian Yulia Novi sejauh kemampuan yang beliau miliki. Suci terus mengajak Dian Yulia Novi mengobrol meskipun terkadang tidak ditanggapi. Dian Yulia Novi selalu menyebut Suci adalah thogut, sedangkan thogut halal dibunuh. Dian Yulia Novi juga sering memberikan buku, CD, dan juga selebaran-selebaran yang berisi seruan mendirikan negara khilafah. Selain itu, Dian Yulia Novi juga menolak makanan dari Lapas Bandung dengan dalih haram. Menerima apapun dari negara non khilafah adalah haram, dan semua orang yang bekerja untuk pemerintahan halal darahnya.
Statemen tersebut terus disampaikan Dian Yulia Novi saat berinteraksi dengan Suci. Ia berusaha mempengaruhi Suci dan membuat seolah Suci adalah orang yang bersalah karena pro terhadap pemerintah. Puncaknya, Suci mendapat teror dan ancaman melalui whatsapp. Selain teror, nomer tersebut juga sering mengirim selebaran berisi khilafah. Mengaku suami dari Dian Yulia Novi, pengirim whatsapp juga mengancam akan mendatangi rumah Suci jika tidak segera mengabulkan permohonan Dian Yulia Novi untuk mengkhitan anak Dian. Dian memang membawa bayi berusia 3 bulan saat masuk ke Lapas Bandung dan meminta pihak Lapas untuk segera mengkhitan anaknya padahal masih bayi. Sehingga permintaan tersebut tidak langsung dikabulkan karena menunggu persetujuan dokter di Lapas. Saat itu Suci sempat merasa takut karena teror tersebut mengancam keselamatan Suci dan keluarga.
Pendekatan melalui anak, heart to heart
Karena tidak tahu harus melakukan pendampingan terhadap napiter seperti apa, Suci hanya mendampingi Dian Yulia Novi dengan hati. Suci meyakini bahwa sekeras apapun Dian, ia adalah seorang Ibu. Dan seorang Ibu pasti akan terketuk ketika menyinggung permasalahan anak. Suci memberikan perhatian lebih pada bayi Dian. Ikut membantu merawat, menanyakan kesehatannya, aktif mengantar ke dokter di Lapas, dan bahkan sampai melengkapi fasilitas dan kebutuhan bayi Dian.
Dari situlah, Dian Yulia Novi merasa Suci adalah orang yang bisa dipercaya. Sehingga lama kelamaan, Dian membuka komunikasi dan menceritakan hal-hal yang sebelumnya tidak pernah disampaikan. Terutama berkaitan dengan perkembangan dan pertumbuhan anaknya. Saat BNPT mendatangkan psikolog ke Lapas Bandung, Dian juga tampak nyaman mengobrol. Ternyata psikolog tersebut juga membahas tentang perkembangan bayi Dian untuk membuka obrolan. Selama berjam-jam, Dian mengobrol dengan psikolog dan tanpa Dian sadari psikolog tersebut juga mengarah pada pembicaraan mengenai sikap, kedirian, dan juga watak Dian.
Dari situlah, sikap Dian selanjutnya lebih lunak. Bahkan saat bertemu dengan laki-lakipun Dian sudah mulai sedikit terbuka. Dan di tahun 2020, Dian mengikuti pembinaan kemandirian, dan saat ini bekerja di kebun dan hidroponik. Namun untuk pembinaan keagamaan, Suci mengaku belum mengizinkan Dian bergabung dengan warga binaan lainnya. Dikhawatirkan, Dian justru akan menyebarkan doktrin saat pendampingan.
Dari cerita Suci Winarsih tersebut, bisa disimpulkan bahwa mendampingi napiter perempuan bukanlah perkara yang mudah. Karena mereka memiliki doktrin yang kuat tentang ajaran khilafah dan bahkan tidak merasa perbuatan yang ia lakukan adalah sebuah kesalahan. Maka dibutuhkan upaya yang terintegrasi baik dari pihak lapas, BNPT, dan juga penegak hukum untuk memastikan napiter tersebut berhenti menyebarkan ideologinya, dan pandangannya tentang radikalisme bisa berkurang setelah menjalani hukuman.