Konflik yang terjadi antara Hamas dan tentara Israel sangat bersinggungan dengan kepentingan politik. Pun sebenarnya tak bisa menjadi sebuah pemakluman mengingat banyaknya korban jiwa dan rusaknya gedung-gedung yang merugikan masyarakat sipil. Mulawarman Hansae seorang pakar politik Timur tengah yang juga peneliti kebijakan politik Palestina menyatakan dalam sebuah webinar dengan tema “Mencari Solusi Terbaik untuk Konflik Palestina dan Israel” bahwa ada keuntungan politik yang diperoleh Hamas dalam agresi militer selama 11 hari menjelang pemilu raya di Palestina.
Pada pemilu tahun 2006, Hamas berhasil memenangkan pemilu setelah mengalahkan partai Fattah sebagai incumbent. Banyaknya dukungan yang mengalir pada Hamas pada pemilu 2016 disebabkan karena citra baiknya sebagai kelompok militan dalam melawan Israel. Meskipun partai Fattah maupun Hamas sama-sama bertujuan untuk membebaskan Palestina dari Israel namun keduanya memiliki ideologi yang berbeda. Mendekati pemilu periode selanjutnya yaitu di tahun 2021, citra Hamas sebagai kelompok militan dalam melawan Israel tersebut kembali diperkuat dengan diturunkannya pasukan sayap militer Hamas pada Mei 2021.

Fraksi Politik di Palestina
Aliansi partai politik di Palestina sangat dinamis, setidaknya, ada 3 aliansi partai politik yang berkembang di Palestina, antara lain:
Pertama, Aliansi Islamis yang bertujuan mendirikan negara Islam, dan menjadikan Islam sebagai solusi keterpurukan. Diwakili oleh HT (Hizbu Tahrir) atau Partai Pembebasan dan Hamas (Harakat al-Muqawama al-Islamiyya) atau Gerakan Perlawanan Islam. Meskipun dilarang diberbagai negara dengan mayoritas muslim, namun Hizbu Tahrir menjadi partai legal di palestina. Hal ini disebabkan karena misinya relevant diterapkan di negara tersebut. Yaitu memperjuangkan pembebasan negara atas jajahan negara lain.
Meskipun memiliki visi dan tujuan yang sesuai dengan kondisi Palestina, namun Hizbu Tahrir tidak diminati masyarakat Palestina. Gerakannya yang bersifat indoktrinasi, pendekatan ideologis dan tidak memiliki sayap militer dianggap kurang konkrit untuk melakukan gerakan pembebasan. Kesadaran untuk membebaskan diri dari jajahan Israel adalah harapan seluruh masyarakat Palestina, pun tanpa doktrinasi tersebut, kesadaran untuk bangkit dari keterpurukan penjajah sudah menancap di sanubari.
Sedangkan Hamas banyak diminati bahkan menjadi partai populer di Palestina karena memiliki sayap militer yang siap berjuang dimedan perang untuk melawan Israel. Hamas adalah turunan dari organisasi Ikhwanul Muslimin (IM) yang berdiri di Mesir pada tahun 1928. (Badra Jultouriq Rahman, 2020). Selain keinginan untuk mendirikan negara Islam, doktrin “pan islamisme” IM juga diberlakukan oleh Hamas di Palestina.
Doktrin tersebut bertujuan untuk melibatkan seluruh umat muslim di dunia untuk bersatu melawan Israel. Hal ini dinilai cukup berhasil, karena setiap agresi militer Hamas dan Israel terjadi, resonansi dukungan dari muslim dunia mengalir ke Palestina. Baik dukungan secara moril, finansial, maupun bantuan lainnya.
Kedua, partai nasionalis bertujuan untuk membebaskan palestina dari jajahan Israel dan mendirikan negara dengan sistem pemerintahannya sendiri. Partai ini diwakili oleh Fattah (harakat tahrir Falestine) atau Organisasi Pembebasan Palestina. Fattah didirikan oleh sekelompok pengungsi Palestina di tahun 1959. Dahulunya, Fattah dan IM adalah satu gerakan, kemudian muncul konflik dan kemudian terpisah menjadi geraka parsial. Tepatnya di tahun 2004 setelah wafatnya Yasser Arafat Presiden pertama di Palestina dari partai Fattah dan diperkeruh dengan kemenangan Hamas atas Fattah pada pemilu 2006.
Gerakan ini lebih fokus pada proses diplomasi dengan Israel. Gerakan ini pada akhirnya dianggap kurang representatif karena seringnya pelanggaran yang dilakukan oleh Israel. Diplomasi yang dilakukanpun sering merugikan pihak Palestina seperti kesepakatan otonom atas palestina tepi Barat dan Gaza. Hal inilah yang menyebabkan kekecewaan masyarakat terhadap Fattah karea mengkerdilkan perjuangan politis Palestina.
Kekalahan Fattah tersebut menyebabkan hilangnya dominasi Fattah di parlemen, padahal sebelumnya Fattah adalah partai yang menduduki 55 kursi dari 88 kursi parlemen. Isu adanya dukungan Amerika atas gerakan Fattah yang mencuat di tahun 2010 cukup menurunkan minat masyarakat Palestina terhadap gerakan pembebasan Fattah yang mengedepankan diplomasi pada Israel.
Ketiga, partai demokrat yang bertujuan untuk menerapkan sistem negara demokrasi di Palestina. Diwakili oleh beberapa partai antara lain Partai Komunis palestina didirikan pada 1984 oleh Sulaeman Najib pada 1984 berhaluan komunis, tidak militan, dan radikal. Partai Reformasi dan Pembangunan, Partai Ittihad Demokrat Palestina, Partai Rakyat Palestina, dan Partai Komunis Palestina.
Referensi tentang aliansi partai demokrat tidak terlalu banyak dibahas oleh peneliti karena sifatnya yang sangat dinamis. Aliansi ini umumnya terbentuk untuk menanggapi ketidaksepakatan terhadap gerakan pembebasan yang dilakukan sebelumnya. Seperti PLFP (The Populer Front fot The Liberation of Palestine) dipimpin oleh Gerge Habash yang dibentuk untuk menentang kebijakan Yasser Arafat yang dinilai meninggalkan prinsip kemerdekaan Palestina.
Pembahasan tentang konflik Israel-Palestina memang harus dikaji menggunakan multiperspektif. Kajian dalam perspektif politik dapat menggambarkan bagaimana konstalasi antar parpol di Palestina saling berebut kekuasaan negara dan simpati masyarakat. Ketika muslim seluruh dunia sepakat untuk memberikan dukungan pada Palestina dalam melawan Israel, namun perbedaan ideologi antar partai di Palestina justru terpecah, memunculkan gerakan yang parsial, meskipun memiliki tujuan yang sama.
Dalam kajian akademik, saat ini bukan lagi waktunya mencari mana yang salah dan mana yang benar. Namun yang dibutuhkan adalah mencari solusi bersama yang sekiranya mampu diaplikasikan dan diimplementasikan dengan segera. Menyongsong pemilu yang akan dilaksanakan bulan depan di Palestina, semoga bisa menjadi titik balik pemersatu seluruh partai. Agar menata ulang kembali niat awal untuk sama-sama melakukan gerakan pembebasan terhadap jajahan Israel.
Perbedaan ideologi hendaknya tidak menjadi penghalang untuk sama-sama merapatkan barisan, menyusun strategi dan rencana terbaik untuk melakukan misi secara bersama. Pemilu Palestina tentunya menjadi hal yang ditunggu-tunggu oleh masyarakt muslim dunia. Karena kebijakan dalam melawan Israel berkaitan erat dengan kebijakan parpol yang mendominasi parlemen. Semoga mendapatkan hasil terbaik dan membawa mampu merealisasikan cita-cita bersama, yaitu kemerdekaan dan keamanan.