Proses reintegrasi sosial bagi mantan napiter perempuan kepada keluarga dan masyarakat secara umum memiliki banyak tantangan. Misalnya tantangan penerimaan, dukungan ekonomi, dukungan legalisasi kependudukan dan lain sebagainya. Sehingga pembauran atau reintegrasi mantan napiter perempuan perlu dilihat kembali, dikoreksi ulang dan dicarikan upaya solusi perbaikannya. Serta Perlu adanya kolaborasi antar lembaga.
Menurut Direktur Yayasan Prasasti Perdamaian, Andrie Taufik, perlu adanya revisi reguler atau pertemuan-pertemuan reguler mungkin informal anatar elemen baik itu pemerintah atau organ non pemerintah, terkait proses reintegrasi pada para napiter.

”Baik dalam forum diskusi atau forum lain yang relevan untuk membahas ini di konteks reintegrasi sosial bagi mantan narapidana teroris perempuan,” terangnya belum lama ini dalam agenda WGWC Talk 23.
Ditegaskan olehnya, perlu adanya saling terbuka dan saling mendukung bagi sejumlah yang telah melakukan reintegrasi sosial kepada para napiter. Selanjutnya, sejumlah lembaga perlu melakukan dan memiliki program spesifik pada perempuan (napiter). Kedepan harapannya, ungkapnya, program tersebut akan membantu kita untuk memperdalam, mempertajam programing yang lebih spesifik dan kemanfataannya bisa dinikmati dan diimplementasikan pada perempuan (napiter).
”saya kira tidak mudah karena sudah dilaksanakan, tinggal dibangun secara sistematis dengan dukungan yang lebih fokus dan lebi kongkrit,” ungkapnya.
Diungkapnya, diperlukan lebih banyak pendamping perempuan yang melakukan proses reintegrasi sosial. Baik pada lembaga pemerintah, komunitas atau CSO dalam pendampingan kepada para mantan napiter perempuan.
”Maksud saya bukan tidak mungkin mantan narapidana teroris perempuan ini bisa menjadi anggota dalam organisasi asosiasi mantan narapidana tersebut atau akan mendirikan sendiri diantara mereka agar mereka lebih berdaya, lebih fokus, lebih spesifik,” tegasnya.
Ditempat yang sama, Direktur Deradikalisasi BNPT, Irfan Idris menegaskan jika diperlukan kolaborasi antar lembaga, baik pemerintah atau dengan CSO yang melakukan pendampingan. Saat ini, kolaborasi perlu dilakukan banyak pihak. Sebab, kerja-kerja seperti ini membutuhkan waktu yang panjang.
”Untuk sejumlah bantuan untuk para mantan napiter yang sudah melakukan reintegrasi sosial, ada banyak program di kementerian yang bisa diakses. Salah satunya, pendidikan bagi anak-anak. Agar anak-anak memiliki masa depan yang cerah,” pungkasnya.