Cara Sudan Menangkal Ekstremisme Kekerasan di Kalangan Perempuan dan Anak

Dari tahun ke tahun ideologi ekstremisme dengan berbagai kedok, dari agama hingga ras, tersebar luas ke seluruh penjuru dunia. Ekstremisme berbasis kekerasan sendiri adalah masalah yang amat kompleks dengan akar problematika bercabang, termasuk kemiskinan, kurangnya mata pencaharian dan kesempatan kerja, rendahnya tingkat pendidikan, diskriminasi sosial serta kesenjangan ekonomi.

Dengan adanya media sosial, situasi ini bahkan mengarah jauh lebih buruk karena kurang seriusnya pihak perusahaan pengembang media sosial yang lebih menekankan profit dibanding jaminan keamanan bersama. Dengan dalih kebebasan berpendapat, mencegah penyebaran pandangan intoleran kini semakin menghadapi banyak tantangan. Kita tidak hanya bisa mengandalkan sepenuhnya kepada pihak keamanan karena sejatinya akar pandangan ekstremisme ini sangatlah kompleks.

Cara Sudan Menangkal Ekstremisme Kekerasan di Kalangan Perempuan dan Anak

Oleh karena itu, perlu kerja sama berbagai pihak, termasuk akademisi, juga sosiolog dan kriminolog untuk mengambil peran utama dalam mengatasi radikalisasi, dengan melihat faktor-faktor seperti pengucilan sosial, pendidikan dan mobilitas sosial. Melihat kondisi tersebut, baru-baru ini terdapat perkembangan yang positif terkait pencegahan radikalisme dan ekstremisme di Sudan.

Sekelompok sineas yang juga pemerhati masalah sosial politik di sana kemudian menginisiasi suatu proyek bernama PAVE (Partnering Against Violent Extremism) dalam bentuk riset dan pembuatan film untuk mengeksplorasi model-model baru, pendekatan baru, dan solusi inovatif untuk memerangi tindakan kekerasan berbalut radikalisme. Tidak hanya melakukan riset dan membuat film yang mengangkat isu radikalisme dan ekstremisme. Mereka selanjutnya menggelar road show menonton film bersama dan diskusi publik yang menargetkan kaum muda dan perempuan. Lewat program tersebut.

Mereka bereksperimen dengan menjalin kemitraan baru dengan beberapa pihak, dari institusi agama hingga sekolah untuk menyampaikan pesan-pesan perdamaian serta toleransi. Lebih lanjut, mereka juga menciptakan ruang dan peluang bagi kelompok minoritas dan mayoritas untuk saling menyampaikan keluhan, mengungkapkan pendapat hingga menawarkan solusi yang relevan.

“Iman”, film yang mereka produksi dan putar selama proyek berlangsung memang dirancang untuk merangsang perdebatan tentang topik kekerasan yang berbalut cara pandang ekstremisme. Beberapa isu yang mereka highlight dalam karya seni ini antara lain adalah: isu pemberdayaan perempuan. Sebab studi PAVE menunjukkan bahwa orang tua, terutama ibu, sering kali tidak menyadari faktor-faktor yang mendorong anak perempuan mereka meninggalkan karir yang menjanjikan untuk bergabung dengan kelompok kekerasan.

Sebagai tindak lanjut akan situasi ini, UNDP kemudian bekerja sama dengan para imam, akademisi, organisasi perempuan dan organisasi pemerintah untuk mengembangkan mekanisme yang melibatkan perempuan sebagai penceramah aktif yang mendakwahkan Islam moderat, dan juga melatih para ibu untuk mengenali paham ekstremisme dan selanjutnya mendeteksi dini ideology tersebut di kalangan generasi muda.

Faktor lain yang berperan dalam tumbuhnya ekstremisme di Sudan yaitu marjinalisasi sosial politik dan ekonomi yang dialami oleh kelompok pemuda. Mereka tak hanya terpinggirkan dari proses politik, mayoritas mereka juga dihadapkan oleh sedikitnya lowongan pekerjaan yang ada. Hal tersebut selanjutnya mengakibatkan depresi berkelanjutan dan membuat mereka merasa terisolasi dan tertindas terus menerus.

Kesempitan selanjutnya dilihat oleh kelompok radikal sebagai peluang untuk memanfaatkan kelengahan mereka dengan menjanjikan kehidupan lebih baik jika mau bergabung dengan pasukan ekstremis tersebut. Tak ingin kondisi buruk itu dimanfaatkan seterusnya oleh pihak tak bertanggung jawab, UNDP Sudan lalu berupaya menciptakan ruang yang aman bagi kaum muda untuk mengekspresikan diri. Caranya sendiri sangat beragam.

Mereka tidak hanya diberi kesempatan untuk berbagi dialog, tetapi juga didorong untuk merancang solusi bersama. Ide-ide mereka kemudian ditampung dan diterapkan sebagai cara efektif untuk melibatkan pemuda dalam mencegah ekstremisme berbasis kekerasan. Kerja sama berbagai pihak di Sudan tersebut berakar dari peliknya kasus ekstremisme berbasis kekerasan di Afrika bagian Timur itu.

Di Sudan, selama dua tahun terakhir, lebih dari 3.000 orang telah bergabung dengan ISIS dan Boko Haram. UNDP Sudan, bekerja sama dengan Komisi Nasional Sudan untuk Kontra Terorisme menemukan bahwa sebagian besar dari mereka yang bergabung dengan kelompok ekstremis adalah kaum muda, yang merupakan lebih dari 60 persen dari total populasi Sudan. Yang lebih mengejutkan, 37 persen dari mereka yang tergabung dalam kelompok radikal tadi adalah perempuan.

Tak heran, kini banyak pihak di Sudan tak lagi mengandalkan pihak keamanan saja untuk menangkal ekstremisme di sana. Mereka juga mengandalkan jalur seni, termasuk lewat film untuk menjalankan strategi preventif dalam menanggulangi tersebarnya pandangan radikalisme dan intoleran.

Penulis

Opini

Di sini kita membahas topik terkini tentang perempuan dan upaya bina damai, ingin bergabung dalam diskusi? Kirim opini Anda ke sini!

Scroll to Top