Buya Syafi’i Maarif: Intoleransi, Radikalisme dan Terorisme Wajib Dilawan

Buya Syafi’i Maarif adalah salah satu ketua Muhammadiyah periode 1998-2005 yang dikagumi oleh banyak orang, bahkan seluruh masyarakat Indonesia. Sejak kepergiaannya pada 27 Mei 2022 silam, menyisakan kabar duka yang sangat mendalam bagi seluruh bangsa Indonesia. Sebab pada hakikatnya, ia tidak hanya berdiri untuk Muhammadiyah, lebih dari itu, pemikiran dan perjuangannya, dirasakan oleh semua masyarakat Indonesia.

Kabar duka nyatanya tidak seberapa jika dibandingkan dengan cerita-cerita dari orang-orang terdekat, sahabat serta keluarga Buya yang terus berdatangan. Mulai dari keserhanaan hingga ketegasan dalam bersikap terhadap ketidak adilan, akan selalu menjadi panutan yang tidak bisa dilepaskan oleh zaman.

Buya Syafi’i Maarif: Intoleransi, Radikalisme dan Terorisme Wajib Dilawan

Teladan dan Kebaikan yang Bisa Dicontoh

Buya adalah orang yang hidup di masa kini. cerita tentang kesederhaan dan kebijaksanannya tetap dimiliki. Ia ada bukan hanya sebagai mitos, tapi benar adanya karena hidup di masa kini. ketika kehidupan masa kini semuanya mengejar kemewahan, berlomba-lomba menunjukkan harta, pangkat dan jabatan, tapi tidak dengan Buya.

Di twitter, selalu ramai dengan sebuah video Buya yang sedang mengayuh sepeda tuanya sebagaimana masyarakat biasa, foto ia yang sedang makan di angkringan serta foto Buya yang sedang membeli sesuatu di toko kelontong. Itu benar Buya, orang yang kita pikir tidak perlu melakukan itu. Namun, Buya tetap melakukannya sendiri. Di beberapa cerita lain, ia adalah sosok yang teguh pendirian dan menolak bantuan orang lain ketika ia bisa melakukan sendiri.

Hal ini bisa dilihat dari bagaimana ia menolak untuk dibawakan tasnya oleh mahasiswanya, serta cerita ia yang menolak untuk dibantu menyapu gardu dekat masjid yang berserakan dengan sampah. Di cerita lain, tersebar foto Buya yang sedang antre di Rumah Sakit Muhammadiyah. Padahal, ia adalah orang yang menandantangani pendirian rumah sakit. Sepatutnya, ia berhak menerima perlakukan istimewa sebagai pasien, namun Buya memilih untuk tidak menerima itu.

Di foto lain pula, terlihat ia yang sedang naik kereta api ekonomi sedang berdesak-desakan dengan masyarakat lain. Ia adalah Buya Syafi’i Maarif. Bijak dalam perbuatan dan perkataan yang selama ini ditunggu oleh bangsa Indonesia. Namun, kini ia telah tiada. Cerita tentang kesederhaan, kebaikan dan ketegasan sikap dalam memutuskan sesuatu akan selalu dikenang.

Cerita kebaikan semacam itu, setiap waktu akan selalu hadir dari Buya. Tugas kita adalah menyebarkan dan meneladani bahwa, ada seseorang yang hidup di masa kini, namun tidak kemaruk dengan harta, pangkat dan jabatan. Vokal menyuarakan isu keislaman Selain dari kepribadian yang bijaksana, Buya adalah sosok yang tegas menyuarakan tentang keindonesiaan dan keislaman.

Dalam melihat relasi Muhammadiyah dengan NU, ia secara tegas menjelaskan kerjsama antara NU- Muhammadiyah dalam melihat koberagaman yang dimiliki Indonesia. Ia justru mengajak agar NU-Muhammadiyah saling merangkual dan mempertahankan Islam yang berkembang di Indonesia tanpa terpengaruh oleh ideologi impor yang menyebabkan Indonesia kehilangan jati diri.

Sikapnya yang tegas ketika menyikapi fenomena misguided Arabism atau arabisme sesat menjadi salah satu pola pikir yang harus ditanamkan oleh kita semua untuk tidak tersesat pada taklid buta, terutama soal ideologi radikalisme dan terorisme. Buya Syafii Maarif juga mengkritik pemerintah Taliban yang tidak memberikan ruang bagi perempuan Afganistan untuk memiliki ruang aman dalam kehidupan.

Atas dasar itu, ia justru menyarakan pemerintah Indonesia agar tidak termakan oleh pemerintah Taliban. Bagi Buya, perilaku yang dilakukan oleh Taliban diluar dari konteks kemanusiaan dan sangat jauh dari ajaran Islam. Disisi lain, dalam menyikapi ideologi radikalisme dan terorisme, Buya menjelaksan bahwa, Islam yang sebenarnya adalah menentang terorisme,bukan justru sebaliknya. Sebab Islam berarti keselamatan, kepada semua alam.

Di sisi lain, ia menolak paham intoleransi. Sebab virus itu secara perlahan akan melunturkan nilai-nilai yang tertanam di Indonesia. Bagi Buya, masyarakat Indonesia harus percaya diri terhadap dengan Islam yang berkembang di Indonesia. Kita memiliki kultur yang berbeda dari negara lain. Banyaknya agama, suku dan budaya seharusnya dijaga untuk keutuhan dan persatuan Indonesia. Selamat jalan Buya, lahul fatihah.

Penulis

Opini

Di sini kita membahas topik terkini tentang perempuan dan upaya bina damai, ingin bergabung dalam diskusi? Kirim opini Anda ke sini!

Scroll to Top