Isu intoleransi dan ekstremisme di media sosial semakin hari terus meningkat. Tentunya ini merupakan masalah kita bersama yang harus dilakukan pencegahannya. Berbagai cara telah dilakukan Pemerintah dan masyarakat agar penyebaran bibit intoleransi dan ekstremisme tidak semakin menjadi-jadi. Namun sampai saat ini kasus tersebut masih sering terjadi.
Intoleransi merupakan kebalikan atau lawan dari toleransi, Intoleransi merupakan sebuah paham atau situasi dimana individu maupun kelompok yang melakukan hal-hal yang menjadi bagian dari toleransi. Lebih tepatnya sebuah paham yang menjadi cikal bakal terjadinya perilaku ekstremisme yang mana menolak keterbukaan dan memiliki prasangka yang berlebihan (negatif). Kemudian ekstremisme merupakan sebuah tindakan yang berlebihan berdasarkan sisi agama, politik dan lainnya.
Menurut laporan Wahid Foundation pada tahun 2020 menyatakan bahwa pada era kepemimpinan Jokowi narasi-narasi kebencian seperti isu ”Kafir” menempati urutan pertama yang mana isu tersebut menggeser isu “Ahmadiyah” pada era kepemimpinan SBY. Selain kedua isu tersebut isu-isu yang tidak kalah memuncak adalah mengenai “aliran sesat”, “komunis”, “Kristen”, “murtad” dan “anti islam”.
Isu-isu tersebut seakan tak lekang oleh waktu, apalagi di era digital yang kapan saja dan siapa saja bisa melakukan hal tersebut di internet khususnya di media sosial. Baik melalui ceramah yang dijadikan konten di youtube yang berisikan ujaran kebencian, konten-konten yang tidak moderat di instagram, facebook maupun twitter.
Oleh karenanya dibutuhkan sesuatu hal yang dapat mencegah hal tersebut agar tidak semakin meluas mengingat isu intoleransi dan ekstremisme jika dibiarkan akan semakin merusak persatuan dan kerukunan bangsa Indonesia karena dengan memuncaknya hal tersebut menjadikan masyarakat diadu domba yang akhirnya terjadi perselisihan yang berakhir pada tindakan ekstremisme bahkan terorisme.
Pentingnya Kontra-Narasi
Kontra-narasi merupakan sebuah narasi yang sengaja disusun dan dikemas dengan tujuan menandingi atau meminimalisir pengaruh negatif yang bernada intoleran dan ekstrim. Kontra-narasi bertumpu pada narasi yang hendak dilawan dan diminimalisir. Setiap kontra-narasi selalu diawali dengan analisis terhadap narasi yang akan dijadikan tandingannya.
Menurut buku panduan menyusun kontra-narasi dan narasi alternatif untuk toleransi dan perdamaian yang disusun oleh Wahid Foundation, terdapat 4 (empat) langkah dalam menyusun kontra-narasi. Pertama, Identifikasi narasi negatif (intoleransi dan ekstremisme), kedua menemukan narasi induknya, ketiga membingkai narasi induk dengan makna dan tafsir baru, keempat reframing, kontra analogi dan kontra tujuan strategis.
Contoh dari kontra-narasi adalah identifikasi narasinya dulu misalnya, penduduk Indonesia yang bukan pemeluk agama Islam adalah kafir dan orang kafir halal untuk diperangi (narasi ekstremisme kekerasan), dalam sejarah penyebaran agama Islam Rasulullah memerangi orang kafir (Narasi Induk), Tidak semua penduduk Indonesia yang bukan pemeluk agama Islam adalah kafir dan tidak semua kafir adalah musuh umat Islam (Kontra-Narasi).
Narasi Alternatif Narasi alternatif memiliki sedikit perbedaan dengan kontra-narasi, yang mana narasi alternative tidak secara gamblang menjadi kontra atau tandingan terhadap narasi negative yang sedang tumbuh dan berkembang, akan tetapi menyediakan narasi baru sebagai alternatif dari perdebatan yang sedang terjadi.
Langkah menyusun Narasi Alternatif
Pertama, menentukan narasi induknya, kedua merumuskan bingkai atau tone negative (intoleran atau ekstrem) pada narasi induk, ketiga menyusun kontra-narasi, dan keempat merumuskan narasi alternative yang akan dikampanyekan.
Contoh dari menyusun narasi alternatif adalah Jahiliyah (Narasi Induk), Saat ini ajaran Islam sudah banyak dimodifikasi sehingga kemurniannya tidak lagi terjaga karena banyak Bid’ah yang terjadi dan kita harus kembali pada Islam yang kaffah (Framing), Islam yang kaffah bukan hanya untuk satu golongan saja, dan penyebaran Islam selalu erat kaitannya dengan perpaduan budaya dan sepanjang tradisi tidak melanggar syariat Islam maka ajaran Islam menyesuaikan diri dengan tradisi sama dengan menjalankan Islam yang kaffah (Kontra-narasi).
Penyebaran Islam salah satunya dilakukan oleh para Wali Songo, penyebaran Islam dilakukan dengan melibatkan atau melalui kebudayaan misalnya mengajarkan agama Islam dengan sarung batik, blankon, bedug untuk menandai adzan dan wayang. Termasuk bangunan masjid yang disesuaikan dengan budaya bangunan Jawa (Narasi Alternatif pesan damai).
Setelah kontra-narasi dan narasi alternative ini dibuat langkah selanjutnya yang bisa kita tempuh adalah menyebarkan atau mengkampanyekannya melalui media sosial, mengingat pada Januari 2022 jumlah pengguna aktif media sosial masyarakat Indonesia adalah sebanyak 191 juta orang yang mana jumlah tersebut mengalami peningkatan sebanyak 12,35% dibandingkan tahun sebelumnya yang berjumlah 170 juta orang dan data tersebut berdasarkan laporan We Are Social.
Penyusunan Kontra-narasi dan narasi alternatif sangat penting dilakukan dan dikampanyekan hal tersebut berguna dalam meminimalisir tingkat Intoleransi dan ekstremisme melalui platform digital. Dengan adanya kontra-narasi dan narasi alternatif diharapkan konten-konten yang berisikan pesan-pesan intoleransi dan ekstremisme bisa dikendalikan dan kehidupan masyarakat Indonesia dipenuhi dengan keamanan dan kedamaian.
Penyebaran Kontra-narasi dan narasi alternatif bisa dilakukan melalui platform digital seperti facebook, instagram, twitter, tiktok, youtube maupun podcast. Namun sebelum mengkampanyekannya alangkah lebih baik jika melakukan analisis konteks dahulu lalu menentukan target sasaran dan menentukan platformnya. Yuk gunakan sosial media untuk mengkampanyekan Kontra-narasi dan narasi alternatif agar peradaban kemanusiaan penuh dengan kerukunan dan kedamaian.