Beberapa waktu lalu, Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Brigjen Pol R Ahmad Nurwakhid mengatakan bawa tasawuf agama bisa berperan sebagai radikalisme dan terorisme. Namun sebelum membahas lebih lanjut bagaimana mekanismenya, alangkah lebih baik jika kita memahami secara mendalam mengenai apa makna sesungguhnya dari tasawuf itu.
Merujuk pada tulisan Syekh Yusuf Al-Qardhawi, tasawuf dalam agama dimaknai sebagai cara memperdalam diri ke aspek ruhaniyah, ubudiyah, dan perhatiannya tercurah seputar permasalahan itu. Dengan fondasi dasar tersebut, tasawuf sendiri bukan monopoli Islam saja. Pemeluk agama lain juga telah banyak yang menganut tasawuf. Dalam agama Kristen terdapat aliran tasawuf khususnya bagi para pendeta.
Di Yunani muncul aliran Ruwagiyin. Di Persia ada aliran yang bernama Mani’ dan di negeri-negeri lainnya banyak aliran ekstrim di bidang rohaniah. Seluruhnya bertujuan untuk membersihkan jiwa dan meningkatkan amal ibadahnya. Bila dikaitkan dengan tujuan pembersihan jiwa, tasawuf menjadi relevan dengan pencegahan radikalisme karena ajaran ini mendorong seseorang untuk menyucikan diri dari sifat yang selama ini identik dengan kelompok pengusung mazhab kekerasan.
Seperti menganggap hanya dia sendiri yang memiliki kebenaran, suka menyalahkan orang lain, hingga terbiasa mengafirkan orang lain. Dan, jika sudah berpikiran bahwa tafsirnya adalah yang paling benar, maka orang yang berpotensi radikal biasannya anti terhadap budaya lokal dan tasawuf atau tareqat. Dia melihat apa yang berbeda dengan dirinya seperti musuh, dan penuh dosa.
Oleh karenanya, dengan mendalami tasawuf diharapkan seseorang tidak mudah menghakimi dan selalu memandang perbedaan sebagai rahmat yang perlu terus disyukuri. Lebih lanjut, ajaran tasawuf dapat membimbing manusia untuk mengamalkan ajaran tertinggi Islam sebagai berkah bagi alam semesta. Tasawuf juga bisa dikatakan sebagai jawaban agar bagaimana bangsa Indonesia ini bisa maju, bisa ‘rahmatan lil alamin’, bisa ‘baldatun tayyibatun warabbun ghafur.
Sejalan dengan Ahmad Nurwakhid, Guru Besar UIN Syarif Hidatullah Jakarta, Jamhari Makruf, menyampaikan bahwa tasawuf merupakan salah satu cara untuk menangkal radikalisme di kalangan umat, terutama generasi muda. Sebab, tasawuf akan memperkenalkan kita kepada hakikat kasih sayang, cinta sesungguhnya tidak hanya pada Allah SWT, tetapi juga ciptaan-Nya.
Dari fondasi itu, tasawuf lalu mengajak kita untuk menggabungkan antara pemahaman otak dengan perilaku hati. Keseimbangan ini selanjutnya menggiring kita untuk selalu berpikir bahwa diversitas dalam hidup adalah suatu keniscahyaan yang tak dapat dipungkiri, dan perlu disikapi dengan bijak.
Tak heran, dalam berdakwah, tasawuf mendorong umat untuk mendekatkan diri kepada Allah serta mengajak orang yang ada di sekitar kita untuk melakukan hal yang sama dengan jalan kedamaian, tanpa kekerasan. Proses dakwahnya sendiri pun tanpa pemaksaan, dan lebih menekankan pada kerelaan hati dan keterbukaan diri. Dengan mendalami tasawuf, kita mengenalkan Islam tidak hanya lewat kulitnya saja, tapi lebih jauh kepada esensi agama yang sebenar-benarnya.
Jalan damai tasawuf tadi bahkan sudah dilakukan oleh ulama-ulama sufi dan para pemuka berbagai agama terdahulu dalam mengajak, membimbing serta menjaga kesatuan negara. Makanya, ajaran tasawuf selaras dengan nasionalisme dan wawasan kebangsaan, serta tak melihat konsep negara modern sebagai hal yang haram atau sesuatu yang harus diperangi dan dimusnahkan.
Sehingga, ketika masyarakat mempunyai nilai-nilai universal tasawuf yang tertanam kuat di dalam pikiran. Akhirnya tindakan dan ideologi ekstremisme yang menentang konsep kesatuan, dapat ditekan seminimal mungkin. Sebab, ajaran tasawuf selalu memuja dan mengabdikan diri pada internalisasi kelembutan sikap. Ketika ada pemberontakan fisik melawan musuh-musuh, tasawuf tetap berlandaskan cinta dan kepedulian sosial.
Sayangnya, di Indonesia sendiri masih sedikit yang mempraktikkan ajaran tasawuf tersebut dalam kehidupan sehari-hari, termasuk umat yang menjadi pengikut tarekat sekalipun. Padahal, menurut Bianca J. Smith, Peneliti senior dari Universitas Monash Australia, tasawuf dapat secara efektif menangkal radikalisme. Muslimah yang sudah lama melakukan penelitian di Indonesia ini mengungkapkan, tidak sedikit orang yang terpapar radikalisme atau ekstremisme yang kemudian sadar karena mengenal tasawuf.
Menurutnya, pemahaman mereka banyak yang berubah karena mengenal cinta yang sejati kepada Allah. ”Karena kalau dia paham tentang cinta terhadap Allah, maka mereka sadar harus mencintai ciptaan Allah, sehingga tidak melakukan hal-hal yang intoleran,”jelas Bianca panjang lebar.