Tradisi Ter-Ater, Mempererat Tali Persaudaraan pada Masyarakat Madura

Berperilaku baik kepada tetangga adalah salah satu hal yang perlu kita lakukan sebagai orang yang hidup di tengah sosial. Apalagi ketika hidup di desa, pola perilaku yang tercipta dengan tetangga sangat terjalin erat. Sehingga sikap saling membantu, gotong royong yang ditampilkan, menjadi salah satu hal yang bisa kita teladani.

Budaya atatolong (saling membantu) dan gotong-royong dengan tetangga merupakan karakter dasar masyarakat Madura. Dalam struktur sosial masyarakat Madura, tetangga ditempatkan sebagai elemen terdekat dalam landskap kehidupan sosial. Di dalam salah satu peribahasa Madura, tetangga dipandang sebagai “orang yang akan mengurusi pekuburan kita” (sapah se ngobhurakinah mon benni tatanggeh).

Tradisi Ter-Ater, Mempererat Tali Persaudaraan pada Masyarakat Madura

Salah satu tradisi yang bisa ketahui dari masyarakat madura adalah tradisi ter-ater. Tradisi ini menjadi salah satu hal untuk merekatkan persaudaraan khususnya kepada tetangga. Seperti yang kita ketahui bahwa, tetangga adalah orang yang paling dekat dengan kita. Bagi masyarakat desa, khususnya masyarakat Madura, posisi tetangga bisa menggantikan keluarga yang tinggal jauh.

Hal ini karena, dalam kondisi tertentu, ataupun kondisi darurat, seperti membutuhkan pertolongan ataupun bantuan, tetangga adalah orang yang sangat bisa mengambil peran untuk menolong. Tradisi ter-ater ini menjadi salah satu tradisi yang merekatkan persaudaraan antar tetangga.

Ter-ater tradisi memberikan hantaran makanan kepada tetangga. Biasanya, ter-ater ini dilakukan pada setiap hari kamis sore (malam jum’at manis) kemudian disebut Arebbhe. Tradisi tersebut juga dipercaya untuk memberi sedekah dan mengingat kembali kerabat yang sudah meninggal. Pada bulan-bulan tertentu, tradisi ini tetap dilakukan. untuk menu makanan, disesuaikan dengan bulan itu sendiri.

Praktik ter-ater yang dilakukan oleh masyarakat Madura

Pada bulan sya’ban, beberapa daerah di Madura melasanakan tradisiter-ater. Biasanya makanan yang dibagikan kepada tetangga berisi wadah bakul yang berisi nasi dan jajanan pasar. Di bulan Muharram, masyarakat Madura ter-ater tajin sorah. Bubur yang terbuat dari beras, dan ditabur dengan telur dadar, kacang, serta kuah kuning yang terbuat dari santan. Di bulan Safar, ter-ater berisi bubur putih coklat yang terbuat dari tepung beras dan gula merah.

Tradisi ter-ater ini menguatkan tali persaudaraan antar sesama. Sebab hal ini merupakan bentuk ukhuwah Islamiyah yang diajarkan oleh agama Islam. merupakan bagian penting dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Hal ini sudah dipraktikkan pada masa Nabi Muhammad SAW dengan mempersatukan kaum Anshar dan Muhajirin dalam ikatan keyakinan agama Islam, serta menjadi bagian proses pembentukan masyarakat Madinah pada masa itu.

Melalui sikap saling memberi satu sama lain, tradisi ter-ater merupakan bagian dari cara merekatkan hubungan antar sesama. Di tengah berlimpah ruahnya kehidupan yang individualis, saling berempati terhadap sesama perlu dipupuk untuk menguatkan tali persaudaraan.
Tradisi lokal yang harus kita jaga dan pertahankan

Tradisi lokal ataupun budaya lokal yang ada di sebuah kelompok masyarakat semestinya menjadi salah satu warisan budaya yang penting untuk diperhatikan. Ter-ater merupakan bagian dari budaya lokal yang membuat banyak orang menyimpulkan bahwa masyarakat Madura adalah masyarakat yang ramah, dermawan, komunikatif, baik hati, dan memiliki solidaritas yang tinggi pada sesama.

Dalam peribahasa Madura mengatakan satendhak sapeccak (secara harfiah berarti selangkah dan sekaki). Peribahasa tersebut dimaksudkan untuk menyatakan kedekatan dan kejauhan ukurannya nisbi dalam ikatan kekeluargaan. Jarak antara diri seseorang dengan sepupu (satendhak) dan saudara kandung (sapeccak) hampir tidak ada bedanya. Keduanya sama-sama dekat sekaligus sama-sama jauh.

Tradisi ini perlu kita sebagai bagian dari warisan leluhur yang kaya. Di tengah perkembangan teknologi yang semakin cepat, peralihan budaya yang semakin individualis, pola pergaulan yang sudah bisa digantikan melalui online, terkadang membuat makna persatuan dan kesatuan semakin luntur. Sikap empati dan simpati terhadap orang di sekitar nyatanya semakin luntur perlahan. Apabila warisan semacam ini tidak di budidayakan, maka perlahan akan hilang.

Tradisi ini juga memberikan pelajaran kepada kita bahwa, untuk saling memberi satu sama lain, tidak perlu hal-hal yang mewah. Bahkan sangat mendasar sekali, yakni persoalan makanan. Tidak hanya tradisi ini, tradisi lain perlu kita rawat sebagai bagian dari kekayaan budaya Indonesia.

Penulis

Opini

Di sini kita membahas topik terkini tentang perempuan dan upaya bina damai, ingin bergabung dalam diskusi? Kirim opini Anda ke sini!

Scroll to Top