29 C
Jakarta
Kamis, 12 Desember 2024

Berislam Tidak Sehat: Suka Mengkafirkan dan Merasa Benar Sendiri

Barangkali kalau kita lihat banyak sekali fenomena akhir-akhir ini, ketika egoisme menjadi landasan seseorang dalam berdakwah. Yang tercipta justru adalah sebuah penampilan Islam yang sangat tidak manusiawi dari pola keberagamaan yang timpang. Beberapa waktu lalu, ada orang-orang yang menendang sesajen lantaran diyakini bahwa perilaku itu yang memicu terjadi banyak sekali fenomena alam, seperti gempa bumi, bahkan covid-19, dan lain-lain.

Perilaku tersebut dilakukan oleh salah satu kelompok muslim serta mencerminkan sikap keberagamaan yang tidak menghargai agama yang lain. Dengan demikian, Islam tampil sebagai agama yang pemarah dan tidak ramah terhadap pemeluk agama lain. Sehingga, yang terjadi justru, bukannya banyak orang yang penasaran dan takjub kepada Agama Islam, justru sebaliknya.

Toleransi harus dijunjung dan diupayakan Kita memahami bahwa, banyak sekali perbedaan madzhab ataupun pandangan yang dimiliki oleh masing-masing umat Islam dalam menjalankan ibadahnya. Namun, perbedaan tersebut adalah keniscayaan yang biasa terjadi pada umat manusia. Hal yang wajib disadari dari perbedaan tersebut adalah sikap toleransi yang harus terus dijunjung agar tercipta keseimbangan hidup dalam perbedaan.

Cerminan toleransi, tidak hanya sekedar tentang memahami makna kata toleransi itu sendiri. Toleransi harus menjadi landasan kehidupan bagi setiap orang untuk menjunjung nilai-nilai damai bagi kehidupan sesama. Bagi sebagian orang, memiliki saudara yang tidak seiman adalah hal luar biasa. Sebab menjalin hubungan berbeda agama tersebut tidak mudah. Bagaimana cara untuk menghargai spirit beribadah, makanan yang halal atau tidak, hingga pola kehidupan.

Namun, kehidupan damai dalam perbedaan tersebut tidak akan terwujud, apabila tidak
adanya toleransi yang diterapkan dalam hubungan. Contoh yang lebih sederhana misalnya. Bagaimana sikap kita ketika salah satu anggota keluarga memiliki pendapat yang berbeda akan suatu hal. Apa sikap yang kita lakukan? Tidak mendengarkan? Menerima pendapatnya? Atau justru tidak menghiraukan?

Pilihan sikap yang akan kita berikan, akan menentukan keharmonisan hubungan keluarga. Sebab bagaimanapun, penghargaan yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain adalah kebutuhan setiap manusia yang harus dipenuhi. Sehingga pemilihan sikap menghargai akan adanya perbedaan tersebut tercipta karena rasa toleransi yang kuat dalam diri seseorang dalam melihat perbedaan.

Sejalan dengan contoh tersebut, toleransi berarti menjadi wajib diterapkan oleh setiap individu. Apalagi seperti yang kita ketahui, akan ada banyak perbedaan yang tercipta dalam kehidupan kolektif seperti sekarang ini. Perbedaan sekecil apapun, memiliki potensi untuk merusak keharmonisan hubungan. Bagaimana mencerminkan Islam?

Orang-orang yang tidak tahu tentang Islam, lebih mencari tahu tentang Islam melalui sikap yang ditampilkan oleh penganutnya. Hal ini bisa dicerminkan ketika tragedy 11 September 2001 silam di New York City, Amerika Serikat. Bom yang digalakkan oleh teroris tersebut menimbulkan pandangan buruk tentang Islam sebagai agama teroris.

Sejak kejadian itu, Islam seperti tampil sebagai agama yang menakutkan. Bahkan, Karen Amstrong dalam bukunya yang berjudul “Islamofobia” juga menjelaskan bagaimana dampak yang ditimbulkan dari kejadian bom tersebut. wacana tentang keislaman di Amerika semakin meningkat dengan narasi negatif yang tersebar dimana- dimana.

Dari kejadian tersebut, dapat dipahami bahwa, Islam yang dipahami oleh orang lain, adalah representasi dari penganut umat Islam itu sendiri. Jika kita bersikap baik kepada orang lain, maka orang lain akan menganggap bahwa ajaran Islam semacam itu. Maka benar seperti apa yang dikatakan Gus Dur dalam kalimat sederhana bahwa, “Tidak penting apapun agama atau sukumu. Kalau kamu bisa melakukan sesuatu yang baik untuk semua orang, orang tidak tanya apa agamamu.”

Kalau dimaknai lebih luas kalimat itu, kita justru menemukan makna tentang sikap yang akan dilihat orang lain menunjukkan representasi dari ajaran agama tersebut. Tidak hanya itu, Dr. Alwi Shihab dalam pandangannya justru menjelaskan bahwa pentingnya menampilkan Islam inklusif dalam memaknai kehidupan yang plural. Apalagi ketika tinggal di Indonesia, bukanlah sebuah rahasia bahwa negara ini memiliki banyak sekali perbedaan. Mulai dari agama, ras, suku, dan budaya. Bahkan dalam satu agama saja, seperti halnya Islam, banyak sekali perbedaan madzhab yang dianut oleh masing-masing penganut agama Islam. Sehingga Islam inklusif menjadi solusi untuk menyikapi banyaknya perbedaan yang ada.

TERBARU

Konten Terkait