Syekh Hasan Besari : Perang Ideologis non Praktis Berpendekatan Moral untuk Perdamaian (1)

Ada yang pernah mengetahui Syekh Hasan Besari? Beliau adalah salah satu tokoh pra kemerdekaan yang berhasil menunjukkan komitmen kebangsaan yang akomodatif terhadap kebudayaan local. Putra Ponorogo yang sekaligus penerus pesantren Tegalsari ini telah menorehkan sejarah besar dalam melakukan perlawanan terhadap colonial. Pola pribumisasi dalam dakwah yang beliau terapkan telah menggugah kesadaran santri dan masyarakat agar bangkit melawan ketertindasan atas colonial. Cara beragama yang luwes dan bermuatan lokalitas sepanjang tidak bertentangan dengan unsur maqashidu syariah dianggap cocok dengan khas masyarakat Ponorogo. Sehingga lebih mudah untuk menggerakkan massa dalam melakukan perlawanan terhadap colonial meskipun saat itu beliau sendiri sebagai pimpinan pesantren Tegalsari tidak ikut angkat senjata saat peristiwa perang jawa.

Kajian mengenai ketokohan Syekh Hasan Besari yang mampu menggerakkan masyarakat dalam melawan colonial dengan pendekatan kebangsaan dan kearifan local menjadi sangat penting untuk diulas. Untuk memberikan pemahaman pada pembaca secara umum bahwa NKRI, agama, dan kearifan local adalah satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Gus Dur pernah menyatakan bahwa Syekh Hasan Besari adalah monument berpadunya Islam Jawa. Nilai tambah dari perjuangan Syekh Hasan Besari adalah bagaimana beliau mampu melakukan pemberdayaan masyarakat berbasis pesantren dalam segala bidang dan aspek. Baik dalam bidang perekonomian, pendidikan, dan politik secara seimbang dan proporsional. Sehingga kehadiran dan ketokohannya benar-benar melebur antara pesantren dan masyarakat.

Syekh Hasan Besari : Perang Ideologis non Praktis Berpendekatan Moral untuk Perdamaian (1)

Perang Ideologis non Praktis Berpendekatan Moral

Secara silsilah Syekh Hasan Besari adalah cucu dari Kyai Ageng Besari dan Nyai Ageng Mantup, pendiri pesantren Gebang Tinatar yang berdiri di tahun 1700 M. Selanjutnya lebih dikenal dengan pesantren Tegalsari karena letak geografisnya berada di Desa Tegalsari Jetis Ponorogo Jawa Timur. Syekh Hasan Besari lahir di Tegalsari pada tahun 1729, ayahnya bernama Kyai Muhamamd Ilyas.

Dilahirkan dan hidup di lingkungan pesantren salaf yang berhaluan Sunni Syafii dengan merujuk pada kitab Fikih dan hadits sangat berpengaruh pada karakter Syekh Hasan Besari. Beliau lahir sebagai sosok yang berilmu, tawadu, berwibawa, dan sangat disegani. Hal itulah yang mendasari pengangkatan beliau sebagai pengasuh Pondok Tegalsari ke-empat pada 1797-1867, dan mencapai masa keemasannya. Menurut Daryono, santri dimasa kepemimpinan Syekh Hasan Besari mencapai 16.000 dari berbagai penjuru nusantara dan dari masyarakat sekitar Tegalsari.

Masa kepemimpinan Syekh Hasan Besari bertepatan dengan terjadinya Perang Jawa (1825-1830), sebuah perang besar sebagai penanda bangkitnya nasionalisme, patriotism, masyarakat Jawa atas penjajahan colonial. Kedatangan Belanda dan kebijakan yang dikeluarkan sangat menyengsarakan rakyat, dan bahkan mencampuri urusan keraton di Jogjakarta. Tanah kerajaan disewakan kepada asing, banyak pula dari mereka yang berhubungan gelap dengan putri keraton. Rakyat harus membayar pajak tanah yang tinggi, sementara pejabat pribumi banyak yang bekerjasama dengan colonial untuk memperkaya diri. Pangeran Diponegoro sebagai pemrakarsa Perang Jawa ingin mengembalikan tatanan dan norma Jawa yang ada dalam keraton dan masyarakat Jawa. Tujuan utamanya adalah membebaskan keraton dari dominasi Belanda dan mengusir serdadu Belanda dari tanah Jawa.

Banyak korban yang tewas dalam peperangan ini, tercatat sebanyak 200.000 pasukan Jawa gugur, dan 15.000 pasukan Belanda tewas. Besarnya pengorbanan dan perjuangan pasukan Jawa di bawah komando Pangeran Diponegoro, sehingga beliau menamakan perang tersebut sebagai jihad penegakan Bilad Muslim (negara Islam). Pasukan yang gugur dihitung jihad fi sabilillah, karena berjuang menegakkan keadilan, kemanusiaan, melawan kaum kafir klonial Belanda yang telah merampas kemerdekaan masyarakat muslim Jawa. Dan juga peperangan melawan kaum murtad yaitu muslim Jawa yang bekerjasama dengan kafir colonial untuk menindas bangsa pribumi.

Penulis

Opini

Di sini kita membahas topik terkini tentang perempuan dan upaya bina damai, ingin bergabung dalam diskusi? Kirim opini Anda ke sini!

Scroll to Top