AMAN Gelar Kursus Singkat Perempuan dan Ekstremisme untuk Perempuan Lintas Iman

30 orang perempuan lintas iman mengikuti kursus singkat perempuan dan ekstremisme di Jakarta, 21-23 Maret 2022. Hal ini dilandasi oleh semakin hari, semakin banyak perempuan yang menjadi korban atau pelaku dari tindakkekerasan ekstremisme. Selama 10 tahun terakhir ini, peran perempuan dalam kelompok ekstremisme telah berkembang tidak hanya menjadi pendukung suami atau pimpinan dalam menjalankan jihad.

Saat ini, perempuan telah terlibat lebih nyata bahkan berada di garda terdepan gerakan terorisme. Hadirnya terorisme juga memberi ruang seluas-luasnya kepada perempuan untuk mengambil peran lebih misalnya menjadi pengumpul dana, pelaku rekrutmen, dan tentu saja menjadi pembawa bom bunuh diri. AMAN Indonesia membaca lima faktor penyebab mengapa perempuan terlibat dalam Ekstremisme, diantarnya.

AMAN Gelar Kursus Singkat Perempuan dan Ekstremisme untuk Perempuan Lintas Iman

Pertama, menguatnya keinginan perempuan jihadis untuk menjadi eksekutor. Kedua, keluarga sebagai basis radikalisasi Perempuan dan anak bagi kelompok ekstremis. Ketiga, adanya perubahan cara pandang dan bentuk terorisme di Indonesia. Keempat, kebijakan Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam penanggulangan ekstremisme (PE) kurang optimal, operasi keamanan intensif membuka peluang perempuan karena kuatnya asumsi perempuan tidadak berdosa. Kelima, peran media sosial, internet dan teknologi sebagai enabler radikalisasi.

Menguatnya keinginan seorang perempuan menjadi jihadis tidak lepas dari pengaruh wacana keagamaan yang mereka konsumsi. Wacana keagaamaan yang sempit dan tertutup membuat seseorang mudah dipengaruhi untuk melakukan tindakan-tindakan ekstem atas nama memperjuangkan agama. Ajaran agama yang mengedepankan cinta kasih, penghargaan terhadap sesama dan perdamaian tertutupi.

Menurut Direktur AMAN Indonesia, Ruby Kholifah, Tokoh agama memiliki peran sangat penting dalam menyebarkan ajaran sebuah agama. Sehingga penting untuk meningkatkan pemahaman para tokoh agama tentangperempuan dan pencegahan/penanggulangan kekerasan ekstremisme (P/CVE).

”khususnya dalam menyikapi tanda-tanda kekerasan ekstreme dan bagaimana melakukan pecegahan,” ungkapnya.

Di tempat yang sama, salah satu peserta Obertina perwakilan dari Gereja Kristen Pasunda mengungkapkan, sangat penting perempuan lintas iman bekerja bareng. “Apalagi, saat ini Jawa Barat tercatat sebagai salah satu provinsi intoleransi di Indonesia. Adanya Kursus Singkat ini menjadi salah satu untuk kerja bersama,” pungkasnya.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tentang WGWC

Working Group on Women and Preventing/ Countering Violent Extremism (WGWC) merupakan sebuah platform jaringan bagi masyarakat sipil dan pemerintah yang bekerja untuk memperkuat pengarus-utamaan gender (gender maintreaming) dalam policy maupun intervensi penanggulangan radikalisme dan ekstrimisme (terorisme) di Indonesia. Dideklarasikan pada tanggal 24 Juli 2017 di Bogor, WGWC telah menjadi rumah bersama bagi para aktor yang bekerja dalam pengarusutamaan gender dalam pencegahan ekstremisme kekerasan.

Newsletter

Scroll to Top