Stigmatisasi “nggak laku” acapkali disematkan pada perempuan yang masih belum menikah di usia yang menurut adat seharusnya sudah menikah. Semakin matang usia laki-laki dianggap semakin bagus untuk karirnya, namun tidak demikian dengan perempuan. Sematang apapun karir dan pendidikannya, tetap dianggap tidak sempurna hanya karena belum menemukan pasangan hidup.
Hal inilah yang menjadikan toxic relationship terpaksa harus diambil hanya agar tidak di stigma sedemikian rupa. Termasuk menjalani hubungan yang diskriminatif terhadap perempuan di bawah narasi ekstrimis. Pun masih belum menikah, namun dipaksa untuk mensimulasi relasi hubungan suami istri dengan menjalankan proses yang katanya “taaruf”. Dibatasi pergaulannya, harus selalu meminta izin jika akan beraktifitas, diatur cara berbusananya, dan bahkan diatur dengan siapa bisa berkomunikasi dengan dalih “latihan” menjadi istri sholehah.

Ladies, get up please!
Menyadarkan perempuan bahwa ia sedang dalam hubungan toxic saja sulit, apalagi ditambah dengan pembenaran doktrin agama. Tentunya akan lebih menyulitkan lagi, bahkan mungkin dianggap melanggar syariat. Maka yang perlu dilakukan adalah memberikan penyadaran bahwa keadilan dan kesetaraan adalah inti pokok dalam ajaran Islam.
Standar kemuliaan tertinggi bagi seorang manusia adalah ketaqwaannya (al-Hujurat:13). Bukan karena pekerjaanya, parasnya, pun bukan pula karena jenis kelaminnya. Maka menempatkan perempuan di bawah laki-laki, mendikotomi peran domestic dan publik, mengekang kebebasan berekpresi, menentukan pilihan perempuan berdasarkan standar laki-laki jelas-jelas bertentangan dengan inti ajaran Islam.
Karena kesetaraan inilah, maka tanggungjawab dalam rumah tangga dan membangun keluarga sakinah adalah murni tanggungjawab suami dan istri secara bersamaan. Jika istri harus izin pada suami demi alasan keamanan, maka istri juga harus tahu aktifitas suami di luar rumah juga demi keamanan. Karena baik laki-laki maupun perempuan mempunyai potensi yang sama untuk menjadi korban maupun pelaku kejahatan. Apalagi dalam hubungan pacaran, yang nyata-nyata haram, belum ada ikatan, tidak ada pertanggungjawaban dari dua belah pihak, maka pengekangan jelas-jelas bagian dari abusive relationship.
Pemahaman akan gambaran rumah tangga sakinah yang disimulasikan dengan pacaran dengan penuh aturan dan pengekangan adalah bentuk dari hubungan yang tidak sehat. Pun demikian dengan hubungan taaruf yang semakin keluar dari nilai aslinya. Taaruf adalah proses pengenalan antara laki-laki dan perempuan yang memang sudah siap menikah secara lahir dan batin. Namun tetap dilakukan sesuai dengan ajaran Islam dan tidak ada kebohongan atau kemaksiatan di antara salah satu pasangan. Tidak ada satupun ajaran dalam taaruf yang membolehkan laki-laki mengekang kebebasan dan perempuan dan mengatur keputusan perempuan. Maka berduaan ditempat sepi, berboncengan berduaan, mengatur kebebasan perempuan layaknya ia mengatur istri dan menganggap itu sebagai bagian dari taaruf hanya karena ingin terlihat syari adalah sebuah kesalahan.
Maka bagi kalian para perempuan yang sedang berada dalam fase ini, harus segera menyadari bahwa hubungan yang saat ini dijalani adalah hubungan yang tidak sehat dan segera making decision. Melanjutkan hubungan sesuai dengan ajaran taaruf yang benar ataukah mengakhiri hubungan. Karena setiap perempuan adalah istimewa, perempuan memiliki hak untuk memilih, hak untuk menentukan keputusan, dan hak untuk berperan di wilayah publik sama dengan laki-laki.
Abaikan janji yang diberikan laki-laki untuk menikahi sehingga menjadikan perempuan sebagai budak pelampiasannya. Baik pelampiasan ego, bahkan nafsunya hewaninya. Hubungan yang baik adalah hubungan yang dilandasi dengan sikap saling percaya, saling mendukung, dan memberikan opsi terbaik saat salah satu pihak mengalami kesulitan. Pun demikian dengan agama Islam, nilai-nilai keadilan yang diusung oleh Islam tak akan mungkin bermuatan diksi diskriminatif hanya dikarenakan perbedaan jenis kelamin. Setiap dari manusia adalah istimewa, bebas, dan merdeka. Bebas menjadi dirinya sendiri, melakukan aktifitas, menentukan keputusan bagi dirinya sesuai dengan syariat Islam. Bukan disesuaikan dengan standar keinginan orang lain.