Perdebatan tentang halal haramnya musik selalu menarik perhatian kita. Disatu sisi, musik merupakan salah satu hal yang tidak lepas dari kehidupan kita. Artinya, jika musik dimaknai sebuah bunyi, maka setiap hari kita menciptakan bunyi, seperti berjalan, bunyi sendok, hingga bunti keyboard laptop yang setiap hari bersama kita. Salah satu tokoh sufi yang erat dihubungkan dengan musik, yakni: Hazrat Inayat Khan.
Bagi Hazrat, musik justru merupakan sarana sentral manusia untuk dekat kepada Allah. Sebab melalui musik, manusia bisa merasakan alam, merasakan segala ciptaan Allah, dan merasakan betapa Maha Besar-Nya Allah. Dengan demikian, musik juga menjadi salah satu hal yang mengantarkan kita kepada kedamaian, dan keheningan untuk menemukan Tuhan. Imam Ghazali cenderung memperbolehkan musik.
Apalagi jika musik menjadi salah satu alat untuk mendekatkan pada sang pencipta, kebolehan tersebut justru sangat urgent untuk dilakukan. Akan tetapi, ada beberapa syarat yang harus diperhatikan dengan kebolehan musik, seperti: tidak mengundang maksiat, tidak mengundang fitnah, serta tidak membuat seseorang akan lupa kewajibannya sebagai mahluk beragama.
Atas dasar itu, Sakhri M. Daroini, salah satu tamu yang hadir pada acara Dialog Interaktif Lintas Madiun Pagi Kamis, 10 Maret 2022 dengan “Musik dan Moderasi Beragama”. Dia menjelaskan bahwa bermusik tidak hanya dipahami melalui satu sisi saja. Artinya, keharaman musik yang biasa di ributkan oleh masyarakat dilihat dari iringan musik tersebut. Misalnya: diiringi oleh minuman keras, penar dan lain-lain. Jika hal itu ada dalam bermusik, maka keharamannya terletak disitu. Dalam acara tersebut pula, hadir Dadang Piano, pecinta musik yang biasa cover musik melalui akun Youtube.
“Komposisi musik terdiri dari pelbagai hal, seperti nada, teks, melodi. Sehingga, menjadi sebuah lagu. Artinya, terkadang ketika liriknya tidak sesuai dengan aturan yang berlaku di masyarakat, akan tetapi melodinya bisa dinikmati, hal itu disukai masyarakat. Artinya, keharaman, kehalalan dalam musik, sangat fleksibel, tergantung dari sisi apa yang ingin dilihat, “ tegas Dadang, sapaan akrabnya.
Meskipun banyak sekali perdebatan antara halal-haram sebuah musik, Nasida Ria menjadi salah satu grup musik representasi kelompok musik penyebar perdamaian. Kita tidak asing dengan kelompok qasidah “Nasida Ria”, apalagi bagi generasi 90-an, kelompok qasidah ini melalui lantunan lagu yang disampaikan, selalu relevan dengan kondisi masyarakat. Kehadiran “Nasida Ria” dalam industri musik tidak hanya mencerminkan musik Islam semata. Artinya, lagu-lagu yang dinyanyikan “Nasida Ria” sangat universal.
Akhir-akhir ini, nama “Nasida Ria” viral. Sebab potongan lirik lagu “tahun 2000” tersebut mengingatkan kita kepada banyak sekali hal-hal buruk yang terjadi beberapa belakangan ini, seperti halnya virus Covid-19. Lirik yang disampaikan dalam lagu tersebut, erat kaitannya dengan fenomena masyarakat modern saat ini. Pesan yang disampaikan justru sangat universal, yakni dibalik canggihnya teknologi, pengetahuan, etika, moral, dan ilmu tetap harus dimiliki oleh manusia sebagai bekal untuk menghadapi itu.
Apa yang disampaikan oleh “Nasida Ria” dalam lagu tersebut sangat universal, tidak terbatas pada agama, kelompol ataupun suku tertentu. Kita juga bisa mendengarkan dengan seksama melalui lagu-lagunya, mulai dari lagu perdamaian, tahun ibu, hingga mataharinya dunia, dan lainnya. Apa yang disampaikan oleh “Nasida Ria” melalui lagu tersebut menjadi salah satu media untuk menyebarkan moderasi beragama.
Dengan demikian, musik tidak hanya dimaknai satu sisi saja, melainkan bisa menjadi ladang dakwah, syi’ar kepada masyarakat, hingga mengeratkan persatuan dan kesatuan. Dengan demikian, fungsi musik untuk menyebarkan moderasi beragama sangat relevan dengan kebutuhan. Zuhad Mahdi, yang merupakan team dari “Nasida Ria”, pada acara dialog tersebut menyampaikan bahwa, semangat perdamaian dan merangkul semua kalangan dalam wujud lagu serta lirik yang tidak dimakan oleh waktu.
Serta hadir untuk seluruh masyarakat beragam yang dibawa oleh “Nasida Ria” menjadi pemicu tetap eksisnya grup qasidah tersebut dari masa ke masa. Musik bisa menjadi salah satu alat untuk menyebarkan moderasi beragama, jika hal itu membawa nilai-nilai keberagaman, serta bisa dinikmati oleh semua kalangan dan tidak mengandung unsur Isu SARA di dalamnya.