Agama seringkali menjadi kambing hitam dalam berbagai aksi terorisme dan radikalisme di dunia, tak terkecuali di Indonesia. Seperti halnya organisasi ISIS, Al-Qaeda, hingga Taliban yang kemudian membuat beberapa perspektif yang nista tentang agama Islam. Sepakat denganyang dituturkan Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Brigjen Pol. R Ahmad Nurwakhid dalam wawancaranya dengan Antara pada 2021 lalu, oknum-oknum tidak bertanggung jawab yang mengatasnamakan agama tersebut sesungguhnya memiliki pemahaman keagamaan dan cara beragama yang keliru atau menyimpang.
Salah satu paham yang kerap menyulut tindakan-tindakan teror adalah ideologi Takfiri yang digadang-gadang lahir dari paham Wahabi. Pernyataan Ketua Umum PBNU KH Said Agil Sirodj mengenai Wahabi dan Salafi sebagai “pintu masuk” benih-benih terorisme ini kemudian mencuat dan berangsur viral di berbagai media. Hal tersebut lantaran ideologi Takfiri ini menimbulkan sifat eksklusif hingga intoleran terhadap perbedaan yang ada. Dengan mudahnya, Takfiri mampu melabelkan “kafir” kepada pihak-pihak yang memliki pandangan yang berbeda dengannya, meskipun berasal dari umat Islam itu sendiri.

Menjadi sangat tidak masuk akal jika sesama muslim saling mengkafirkan tanpa adanya landasan yang jelas dan mendalam. Menyadur dari Reporter Antara News, Tri Meilani, organisasi kemasyarakatan (Ormas) yang berkedok agama memang sudah dibubarkan, tetapi ideologi Takfiri yang mereka anut masih tetap bertahan.al ini lantas kian menyelaras layaknya ISIS yang menghalalkan segala cara agar sedemikian rupa menjadi mirip dengan zaman Rasulullah. Agaknya hal ini tidak diseimbangkan dengan pola pikir perkembangan zaman yang telah berubah. Pandangan-pandangan tersebut menjadi keliru ketika pola pikir ini tidak diimbuh dengan pemahaman agama Islam yang mendalam.
adahal, jika dipahami dengan benar, ideologi ini mampu memperkuat persatuan umat Islam. Namun, jika dipraktikkan secara ekstrem dan dipicu oleh faktor-faktor eksternal, maka konsep Takfiri ini dapat berpengaruh pada radikalisme dan ekstremisme. Ketika fatwa mengenai Takfiri ini dipublikasikan secara masif, orang-orang yang belum mempelajari Islam secara mendasar akan mudah merasa bahwa dirinya yang paling benar dan rentan mengatakan kelompok lain sebagai Islam bid’ah atau kafir. Terlebih lagi, gerakan-gerakan yang dilakukan oleh beberapa oknum yang menganut ideologi Takfiri ini seringkali ditempuh dengan strategi-strategi yang destruktif, radikal, dan cenderung menimbulkan teror, utamanya bagi umat-umat beragama di Indonesia. Serangan biasanya diluncurkan melalui media sosial yang berupa penyebaran ujaran kebencian dan hoaks. Akibatnya, dakwah Islam banyak dilihat bengis (mutasyaddid) dan tidak menunjukkan wajah Islam yang penuh kelembutan.
Situasi akan kian memanas apalagi ketika dihubungkan dengan peristiwa politik, ekonomi, hukum, dan lain sebagainya. Ideologi dibalut nuansa agama ini akan rentan menjadi penyulut dan kambing hitam bagi pihak-pihak yang berkepentingan. R Ahmad Nurwakhid dalam wawancaranya dengan Antara juga kerap menyarankan pemerintah untuk mengambil regulasi tegas dalam melarang ideologi Takfiri seperti larangan yang pernah dibebankan pada ideologi Komunisme, Leninisme, dan Marxisme pada TAP MPRS No. XXV/MPRS/1966 dan UU No. 27 Tahun 1999.
Dengan diberikannya landasan hukum dan aturan yang pasti, maka masyarakat akan lebih merasa tenang dan aman. Regulasi dapat diberlakukan untuk memberantas berbagai ideologi yang bertentangan dengan Pancasila sehingga mampu meminimalisir ancaman disintegrasi bangsa. Tindakan memperkuat supremasi hukum ini dapat menjadi salah satu solusi untuk meredam sikap-sikap intoleransi, radikalisme, hingga terorisme. Tentunya, hal tersebut juga harus diperkuat dengan penanaman karakter, kepribadian, dan nilai-nilai Pancasila hingga keselarasan fundamental.
Menjadi sangat esensial untuk seluruh elemen bangsa saling bahu membahu dalam meretas ideologi yang bertentangan dengan Pancasila, khususnya demi mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Mewaspadai aksi-aksi radikal yang mungkin timbul dari adanya ideologi Takfiri ini, maka pemerintah dan seluruh umat beragama sepatutnya mengambil tindakan dengan mempelajari suatu hal secara lebih mendalam. Karena sejatinya, Islam merupakan agama yang anti-teror dan anti kekerasan. Jika terdapat hal yang demikian, maka jelas tindakan tersebut hanya untuk kepentingan oknum tertentu yang berkedok Islam.