Keluarga merupakan bagian yang paling utama dalam pendidikan anak, khususnya orang tua yang mana merupakan figur yang dijadikan role model oleh anak. Peran orang tua sangat besar karena orang tua dinilai mempunyai kedekatan lebih dengan anak. Sehingga pembentukan karakter anak dimulai dari bagaimana pendidikan yang orang tua berikan.
Dengan pendidikan orang tua yang optimal dalam berbagai hal maka pola pikir anak dan karakternya pun akan moderat sehingga tumbuh kembangnya juga terarah dan terbentuk menjadi karakter yang positif. Hal tersebut, sejalan dengan penanganan pada Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pasal 13 Ayat 1. Dikemukakan bahwa jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, non formal dan informal yang saling melengkapi.
Diantara jalur pendidikan tersebut pendidikan yang pertama dialami anak adalah pendidikan keluarga yang mana dari sinilah pembentukan karakter anak dimulai. Dengan pendidikan keluarga terutama orang tua yang adil gender bukan hanya membentuk karakter anak yang paham kesetaraan gender dan sensitivitas gender. Namun, juga membentuk nilai-nilai toleransi yang mana hal tersebut bisa menjadi langkah awal pencegahan bibit radikalisme.
Dilansir dari website BNPT RI, Boy Rafli Amar mengungkapkan bahwa di masa pandemi Covid-19 tantangan mengenai Radikalisme yaitu adanya Warga Negara Indonesia (WNI) yang menjadi teroris asing atau Foreign Terrorist Fighters (FTF). Saat ini, FTF sendiri bukan hanya orang dewasa namun juga anak-anak. Banyak faktor yang menjadikan bibit radikalisme tumbuh dan menyerang anak-anak.
Faktor tersebut diantaranya pola pendidikan yang bias gender akibat budaya patriarki, mengekang dan membatasi anak anak. Terutama untuk tidak berinteraksi dan berbaur dengan anak-anak yang berbeda gender, agama, suku dan etnis. Selain itu mendoktrin anak dengan paham fundamentalisme juga merupakan salah satu penyebab tumbuhnya bibit radikalisme. Hal tersebut terjadi mengingat ideologi yang mereka anut bertentangan dengan prinsip keadilan gender.
Untuk itu keluarga khususnya orang tua perlu mengetahui dan paham penyebab radikalisme, bahaya radikalisme dan upaya yang bisa dilakukan dalam pencegahan bibit radikalisme. Berikut hal-hal yang bisa dilakukan keluarga terutama orang tua untuk mencegah bibit radikalisme tumbuh pada pola pikir anak-anak. Pertama, orang tua harus mengajarkan dan memberikan contoh terkait pentingnya keadilan gender.
Dengan begitu cara pandang anak akan terbentuk menjadi karakter yang tidak patriarki atau bahkan misoginis. Kedua, saat orang tua berkomunikasi dan menasehati anak usahakan hal tersebut dilakukan dengan zamannya, sehingga anak memiliki kenyamanan dan keterbukaan pada orang tua. Ketiga, berikan anak kesempatan untuk berbaur dan berinteraksi dengan anak-anak yang berbeda gender, agama, ras, budaya dan etnis agar anak paham dan terbiasa dengan keberagaman sehingga tumbuh rasa toleransi sejak dini.
Keempat, ajarkan anak untuk terbiasa mengungkapkan perasaannya baik dengan tertawa, menangis, atau marah jangan dibiasakan memarahi anak dan membatasi bentuk pengungkapan perasaan anak agar anak merasa dirinya berharga dan hanya dia yang mempunyai kontrol atas dirinya. Untuk itu, orang tua perlu disiplin dan konsisten melakukan hal tersebut.
Kelima, Kontrol anak ketika menonton tayangan televisi dan saat bermain gadget karena bibit radikalisme sering kali tersebar melalui konten-konten di Internet baik dari medsos seperti instagram, tiktok maupun blog atau website. Dengan membiasakan mengontrol anak ketika bermain gadget hal tersebut menjadikan orang tua mengetahui apa saja yang sering dikonsumsi anak. Serta bagaimana cara membatasinya sehingga tidak sampai kecolongan.
Keenam, dalam pencegahan bibit radikalisme usahakan orang tua memberikan pendidikan agama yang moderat dan hindari belajar agama hanya melalui internet. Karena konten-konten agama di Internet banyak sekali yang tidak mengandung unsur moderat dan hal ini cukup membahayakan. Sehingga orang tua harus bisa meluruskan apa yang keliru saat anak memahami pendidikan agama.
Sebelum melakukan pencegahan bibit radikalisme pada anak, usahakan orang tua mengetahui bagaimana karakter anak dan cara yang tepat yang bisa diterima anak saat di edukasi, sehingga anak senang menerimanya. Selain itu pencegahan bibit radikalisme bukan hanya dilakukan secara teoritis namun juga praktis karena anak lebih menyerap apa yang dilakukan orang tua, bukan yang diucapkan orang tua.