Indonesia dianugerahi tuhan dengan penuh keistimewaan, salah satunya adalah dilahirkannya kemajemukan baik dari segi etnis, ras, suku, budaya bahkan agama. Dengan populasi 207 Juta jiwa pemeluk agama Islam, Indonesia masuk dalam kategori Negara dengan penduduk muslim terbesar di Dunia. Dengan hal tersebut Indonesia menghadapi sebuah tantangan yang cukup serius dimana hal tersebut memicu menguatnya potensi intoleransi sosial keagamaan yang mana jika hal tersebut tidak dicegah akan berpotensi terjadinya radikalisme yang mengatasnamakan agama.
Dalam istilah lain radikalisme sebagai sebuah tahapan personal di mana individu memahami segala sesuatu termasuk agama secara berlebihan. Dimana dalam pencapaian tujuannya menormalisasikan dan menghalalkan penggunaan kekerasan kepada siapapun. Sehingga mempersiapkan dan memotivasi seseorang untuk melakukan kekerasan tersebut. Ideologi Radikalisme sangat membahayakan dan bisa menimpa siapapun tanpa pandang bulu termasuk generasi milenial yang dikenal dengan kemampuannya akan penguasaan media digital.
Berbagai macam cara dilakukan oleh kelompok-kelompok radikal guna merekrut calon jemaahnya. Termasuk melalui media digital yang dijangkau internet misalnya melalui akun-akun media dakwah. Seolah mengajak berhijrah bahkan sampai pada melakukan propaganda unyuk orang yang terpancing akan merasa enggan tinggal lagi di tanah air. Memilih untuk pindah ke Negara bahkan berprinsip mendirikan Indonesia berdasarkan asas-asas keislaman. Padahal yang mereka lakukan bukan bagian dari ajaran Islam, karena Islam tidak membenarkan kekerasan termasuk atas nama agama.
Selain melalui internet, para kelompok Radikalisme mempengaruhi pengikutnya dengan melakukan penguatan secara ekonomi melalui sistem pendanaan. Hal ini dilakukan dengan cara menyebarkan kotak amal di beberapa minimarket di berbagai wilayah yang berkedok sumbangan infaq. Pendanaan tersebut digunakan untuk biaya pelatihan, mengirim pasukan dan memperkuat senjata. Fenomena kotak amal tersebut dibenarkan oleh Irfan Idris selaku direktur Deradikalisasi BNPT saat diwawancarai tim Kompas TV.
Berbicara mengenai radikalisme banyak sekali faktor penyebab dan pendukungnya. Salah satunya adalah belajar agama setengah-setengah dan mengajar setengah-setengah. Belajar setengah-setengah atau tidak tuntas contohnya ketika kita menjumpai akun-akun dakwah yang menarasikan hal-hal mengandung unsur-unsur intoleransi. Misalnya, mengharamkan mengucapkan selamat natal tidak memvalidasi melalui sejumlah media. Sehingga dianggap memvalidasinya melalui mbah google lagi. Akhirnya merasa hal tersebut valid secara pemikiran sendiri bukan melalui pakarnya.
Mengajar setengah-setengah juga misalnya hanya menginformasikan terkait ilmu agama tanpa disertai dengan konteks saat ini. Tanpa dikorelasikan dengan bentuk Negara kita, ideologi Negara kita dan sistem pemerintahan di negara kita. Sehingga ketika hal-hal tersebut memicu tindakan intoleransi yang bisa menjadikan bibit radikalisme. Lalu apa saja yang bisa membantu mencegah menyebarnya potensi radikalisme di Indonesia?
Pertama, masyarakat terutama kaum milenial harus memahami critical thinking dan mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari. Critical thinking merupakan sebuah proses berpikir yang diperlambat guna mencoba mengkonstruksikan apa yang kita pikirkan dalam mengambil sebuah kesimpulan yang terbaik. Menurut Rocky Gerung, critical thinking artinya bercakap dalam ruang dialogis dan terbuka terhadap kritik. Dengan menerapkan critical thinking akan membantu kita tidak mudah dipengaruhi oleh hal-hal yang tidak sepatutnya dilakukan termasuk intoleransi dan radikalisme.
Dengan critical thinking kita akan berpikir dulu dan tidak langsung mempercayai informasi yang kita dapatkan karena informasi tersebut kita validasi dulu dari mana sumbernya dan apakah hal tersebut sesuai dengan logika atau justru tidak masuk akal, hal tersebut juga bermanfaat dalam mencegah menyebarnya hoax dan ujaran kebencian yang membabi buta di Indonesia. Selain Critical thinking pola pendidikan agama yang moderat juga bisa mencegah menjamurnya paham-paham radikalisme.
Apa sih pendidikan agama yang moderat, Pendidikan agama moderat merupakan suatu pendidikan yang lebih mengedepankan ajaran agama yang membawa manfaat. Untuk dapat mendamaikan kehidupan umat manusia, menebarkan rasa kasih sayang. Serta memiliki budaya tolong menolong, selalu menghargai, saling menghormati, tidak saling menjatuhkan. Hal tersebut dapat terciptanya kerukunan dan perdamaian antar individu maupun kelompok.
Pendidikan agama yang moderat harus terus dilakukan. Sebab, dengan hal tersebut tidak menjadikan orang yang belajar ilmu agama merasa paling benar dan mudah menyalahkan. Bahkan tidak lagi mengkafirkan orang lain. Keduanya perlu dikolaborasikan dengan baik agar bibit-bibit radikalisme bisa dicegah dan perdamaian di Indonesia terus terjaga. Karena perdamaian kunci dari kesuksesan sebuah negara yang tentunya kesuksesan tersebut diharapkan oleh setiap negara dan bangsanya.