Sejak 2005, Rahima telah mengembangkan pendidikan Ulama Perempuan (PUP). Hal tersebut dilakukan dengan beberapa faktor. Antara lain agar otoritas ulama perempuan mendapat pengakuan dari masyarakat, agar istilah ulama tidak hanya merujuk pada satu jenis kelamin saja. Serta pengetahuan ulama perempuan ternyata juga sangat mumpuni dan kelebihannya adalah ulama perempuan lebih peduli pada persoalan riil yang dihadapi umatnya.
Dalam perjalanannya, Menurut Direktur Rahima, Pera Sopariyanti Isu fundamentalisme menjadi isu penting yang perlu diangkat oleh ulama perempuan. Bahkan, berkembangnya radikalisme keagamaan, merupakan salah satu isu yang dibahas pada tadarus PUP, khususnya ketika membahas tentang perubahan sosial. Isu-isu tersebut Ini juga tak terlepas dari konteks nasional dimana kedua isu tersebut telah menjadi konsen negara.
”Isu-isu tersebut sangat penting untuk meningkatkan keterampilan dan kemampuan praktis bagi ulama perempuan dalam mengolah dan meramu wacana dan pengetahuan yang telah diperoleh terkait Fundamentalisme, Radikalisme dan Ekstrimisme,” terangnya.
Sedikitnya, terdapat 25 orang Ulama Perempuan peserta pendidikan lalu diminta menyusun dan membangun kontra narasi melalui pesan singkat yang damai dan adil gender. Ada 5 isu yang ditulis oleh setiap peserta yakni: Niqab, Nikah Muda, Fitnah, Poligami dan Hijrah. Saat ini, telah ada 100 naskah kontra narasi produksi Ulama Perempuan Rahima yang berisi pesan damai dan adil gender. Keseluruhan naskah kemudian dikumpulkan ke dalam sebuah buku. Harapannya dapat disebarkan ke berbagai kalangan.
”Semoga ikhtiar ini, dapat menularkan pengetahuan yang damai dan adil gender di masyarakat luas agar wacana Islam yang dapat menjadi rahmat bagai seluruh alam terwujud,” pungkasnya.