Tahun lalu, telah diterbitkan Peraturan Presiden No.7 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisime Berbasis Kekerasan. Ada banyak masyarakat sipil yang mengapresiasi hal tersebut. Salah satunya Balai Syura. Seperti diketahui, jika Aceh daerah yang sempat terjadi konflik. Potensi terjadinya ekstremisme kekerasan selalu ada untuk wilayah-wilayah tersebut.
Untuk itu, Balai Syura mendorong agar perpres tersebut segera diimplementasikan. Bersama AMAN Indonesia, Balai Syura, Badan Kesbangpol Aceh, Forum Komunikasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Aceh, dan Pusat Riset HAM Universitas Syiah Kuala (PUSHAM USK) menginisasi terlaksananya kegiatan sosialisasi Rencana Aksi Nasional Pencegahan Ekstremisime (RAN PE),
Menurut Presidium Balai Syura, Khairani Arifin agenda ini merupakan pertemuan antara pemerintah dengan masyarakat sipil yang ada di Aceh. Sehingga, terdapat sejumlah peran, upaya, dan strategi pencegahan serta penanggulangan radikalisme dan terorisme yang mengarah pada kekerasan di Aceh.
”Dalam tersebut menghasilkan beberapa keputusan penting, yaitu pemerintah dan masyarakat sipil perlu melakukan sosialisasi dan edukasi isu radikalisme melalui forum-forum kemasyarakatan mulai tingkat kampung ng sampai dengan kabupaten/kota,” terangnya.
Selain itu, diperlukan kolaborasi lintas sektor dalam upaya pencegahan dan penanganan radikalisme. Hal ini dilakukan agar kerja-kerja pencegahan dan penanganan ekstremisme kekerasan dapat bekerja maksimal. Hal lainnya, perlu penerapan kurikulum yang inklusi di lembaga/organisasi pendidikan. Diakui olehnya, ekstremisme kekerasan menyasar para siswa yang berada di sejumlah tingkatan pendidikan.
Dalam satuan pendidikan juga perlu memperkuat kelompok perempuan sebagai Agen Perdamaian dalam pencegahan radikalisme. Untuk itu, perlu dilakukan pemantauan berkala oleh multi pihak terhadap gerakan-gerakan radikalisme di Aceh. Hal lainnya yang selalu luput dari penanganan pemerintah adalah penegakan hukum yang berkeadilan serta melakukan pendampingan terhadap napiter. Terakhir, perlu mendorong kebijakan yang memperkuat perdamaian di Aceh.
”Diharapkan hasil pertemuan ini dapat mempercepat terbitnya Rencana Aksi Daerah melalui Peraturan Gubernur,” ungkapnya.
Kegiatan dilaksanakan secara hybird (daring dan luring), dihadiri oleh 49 orang yang terdiri dari pelaksana dan peserta mewakili unsur Pemerintah Aceh, Jaringan Masyarakat Sipil, dan Akademisi. Kegiatan ini diawali dengan penguatan informasi oleh para narasumber, terdiri dari Direktur Kerjasama Regional dan Multilateral BNPT Indonesia, Bapak M. Zaim A. Nasution, Badan Kesbangpol Aceh, Dedy Andrian dan AMAN Indonesia, Dwi Rubiyanti Kholifah. Pada sessi kedua, kegiatan diskusi terfokus oleh peserta terhadap masukan-masukan terkait dengan peran dan strategi yang sebaiknya dilakukan dalam upaya pencegahan ekstremisime yang berbasis pada kekerasan di Aceh.