Resiliensi Keluarga Bermula pada Pemberdayaan Psikologi

Dalam pengembangan program Resiliensi Keluarga, Menurut Penyusun Erni Kurniati, program ini adalah program pemberdayaan psikologis, sosial, finansial, dan ideologis. Program ini yang diberikan kepada peserta yang terdiri atas para istrinarapidana terorisme (napiter) maupun eks-napiter.

”Program ini telah dilakukan sejak 2016-2017 dengan melibatkan 44 perempuan di tiga lokasi, yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur,” ungkapnya.

Resiliensi Keluarga Bermula pada Pemberdayaan Psikologi

Selanjutnya, ungkapnya, Pada 2019 DASPR juga telah melakukan kegiatan serupa dan melibatkan sekitar 30 perempuan yang berada di Jakarta dan Jawa Barat. Pemberdayaan yang diberikan kepada peserta melalui program ini dilakukan melalui aktivitas dua rangkaian lokakarya yang menyasar tidak hanya wawasan. Namun juga keahlian sederhana yang dapat diterapkan setelah peserta selesai mengikuti program.

Secara teknis, masing-masing lokakarya berisi sejumlah materi yang diisi oleh sejumlah narasumber kompeten di bidangnya. Setelah selesai mengikuti kegiatan pemberdayaan, biasanya tim peneliti akan melanjutkan kegiatan pendampingan sebanyak dua kali melalui kunjungan ke rumah semua peserta secara berkala.

”Program ini bertujuan untuk membantu para peserta agar menjadi resilien atau tangguh dalam menghadapi situasi sulit, khususnya dalam menjalankan hidup dengan keadaan suami atau anggota keluarga mereka yang terlibat dalam pusaran radikalisme dan terorisme,” ungkap peneliti DASPR.

Saat suami atau anggota keluarga mereka ditangkap dan ditahan, di saat yang bersamaan situasi berubah secara drastic. Para istri seringkali stress dan bingung dalam menjalani kehidupan selanjutnya mereka kerap mendapatkan pengucilan dan tekanan psikologis dari keluarga besar. Hal lainnya, terdapat tekanan ekonomi karena pencari nafkah utama ditangkap dan keadaan ekonomi keluarga pun menjadi tidak stabil.

Melalui rangkaian kegiatan, ungkapnya, program Resiliensi Keluarga mencoba untuk membantu para peserta mengungkapkan tentang kondisi psikologis saat ini. Sehingga, dilakukan menguatkan kepada mereka bahwa kesulitan di dalam hidup perlu dihadapi dengan sejumlah strategi. Mulai dari menciptakan dukungan sosial yang mengindikasikan bahwa mereka tidak sendiri dalam menghadapi kesulitan tersebut. Lalu, kemandirian dalam hal ekonomi menjadi hal yang sangat penting untuk diperhatikan.

”Menurut para peserta keberadaan ideologi dan keikutsertaan suami atau anggota keluarga mereka ke dalam kelompok radikal bukanlah pilihan yang tepat,” terangnya.

Dari data ini, bagian penguatan psikologis ini berfokus pada aspek psikologis yang dapat berkontribusi dalam kehidupan individu. Khususnya dalam hal memberikan penguatan kepada para perempuan yang pernah atau bahkan masih terlibat dalam pemahaman radikal, terorisme dan ekstremisme kekerasan. Aspek psikologis menjadi salah satu yang berperan penting dalam proses deradikalisasi para kelompok radikal. Bahkan, banyak program deradikalisasi menggunakan pendekatan psikologi dalam menciptakan program yang tepat guna.

Penguatan Psikologis, jelasnya, tak hanya digunakan sebagai pendekatan dalam melakukan deradikalisasi, aspek psikologis juga menjadi salah satu penyebab individu terjerumus ke dalam pusaran radikalisme. Bahkan, ditemukan bahwa individu yang terlibat dalam aksi terorisme merupakan individu yang memiliki konflik dengan dirinya sendiri mulai dari perasaan diabaikan, tidak dihargai, hingga depresi.

”Aspek psikologis menjadi penting untuk diperhatikan karena dapat menjadi faktor protektif maupun risiko dari terpaparnya individu dalam pusaran radikalisme dan terorisme,” ungkapnya.

Ada banyak dibahas mengenai aspek psikologis individu. Seperti perasaan individu serta pemahaman mereka mengenai konsep pengasuhan dan kebutuhan dasar psikologis anak. Penguatan psikologis ini memberikan pemahaman mengenai pola asuh dan pentingnya peran ibu dalam sebuah rumah tangga.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tentang WGWC

Working Group on Women and Preventing/ Countering Violent Extremism (WGWC) merupakan sebuah platform jaringan bagi masyarakat sipil dan pemerintah yang bekerja untuk memperkuat pengarus-utamaan gender (gender maintreaming) dalam policy maupun intervensi penanggulangan radikalisme dan ekstrimisme (terorisme) di Indonesia. Dideklarasikan pada tanggal 24 Juli 2017 di Bogor, WGWC telah menjadi rumah bersama bagi para aktor yang bekerja dalam pengarusutamaan gender dalam pencegahan ekstremisme kekerasan.

Newsletter

Scroll to Top