Elok Nuriyatur Rosyidah, perempuan kelahiran lumajang memiliki pengalaman yang cukup unik ketika memilih untuk menempuh keberislaman yang berbeda. Perjalanan hijrahnya dimulai pada tahun 2013 ketika merantau ke Jakarta dengan ikut organisasi Ronin. Organisasi Ronin merupakan salah satu lembaga yang mewadahi anak-anak SMA untuk mengikuti les persiapan masuk PTN. Di lembaga tersebut, Elok belajar bagaimana mempersiapkan segala kemampuan yang harus diasah sebelum mengikuti perkuliahan.
Dalam proses tersebut, singkat cerita, ia pernah mengikuti kegiatan majelis taklim sampai dinihari. Dalam kegiatan tersebut dirinya tidak curiga, sebab disana ada Kiai Hasyim Muzadi yang juga menjadi bagian dari pengajian itu. Lambat laun, ia juga ikut berbagai kegiatan, hingga suatu waktu ada kalimat yang menyinggung Gus Dur, bahwa katanya orang NU menabikan sosok Gus Dur, padahal kontribusinya non sense. Dari situlah, Elok mulai menjauh dari majelis taklim itu, dan kisah terus dimulai.
Berburu syurga Elok kemudian memutuskan untuk masuk kuliah tahun 2014 di UI. Disanalah juga ia mendapat pengalaman hijrahnya cukup matang dengan mengikuti organisasi KAMMI. “Dalam perjalanan mencari diri itu saya juga bergabung dengan organisasi di KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia), sebab pada tahun 2014 saya sudah masuk di Universitas Indonesia jurusan filsafat. Meskipun pada akhirnya saya memutuskan untuk tidak melanjutkan masa studi tersebut kemudian pindah ke universitas swasta, kegiatan KAMMI masih saya ikuti dengan aktif akibat kenyamanan yang diberikan,” ucap Elok, sapaan akrabnya.
Setiap sabtu dan minggu ia disibukkan dengan kegiatan Ronin. Biasanya ia ke luar kota seperti ke Bandung, Tangerang hingga pindah dari satu majelis taklim ke majelis taklim lainnya untuk berburu syurga. Sebab Elok meyakini bahwa dirinya sudah memiliki tiket ke syurga dengan berbagai kegiatan yang sudah dilakukan.
Bahwasanya benar, dalam majelis itu belajar tentang negara toghut, kafir dan berhak musnah kemudian lebih baik sistem khilafah menjadi doktrin utama dalam pengajian itu. Meskipun nama Habib Riziq Shihab tidak se-famous hari ini, tahun 2013 ia masih ingat betul bahwa doktrin semacam itu melekat dair majelis taklim yang diikutinya. Bergabung di komunitas mata kita membuat saya hijrah Lambat laun dari banyaknya perjalanan yang ia tempuh, kebetulan Elok memiliki salah satu anggota keluarga yang selalu stay di kantor PBNU.
Biasanya, ia ikut ketika saudaranya ada tanggung jawab, seperti hal administrasi yang dikerjakan. Dari situlah ia mengurangi kegiatan weekend seperti ngaji ke luar kota, majelis ta’lim, serta mulai merubah penampilan yang awalnya syar’i tanpa terlihat sedikitpun menjadi biasa. Artinya, saya tetap mengenakan jilbab, akan tetapi tidak memaksa orang lain untuk mengenakan hal yang sama sepertinya.
Tidak hanya itu, sepertinya semesta mendukung ketika ia sudah berusaha untuk hijrah dari kehidupannya itu, kemudian dipertemukan dengan komunitas mata kita. “Saya dipertemukan dengan komunitas mata kita. Siapa yang tidak kenal dengan Kak Najwa Shihab dengan Abi Quraish Shihab dimana dalam setiap perkataannya selalu meneduhkan. Saya masih ingat bahwa kalimat yang membuat saya terperangah akan yakni: syurga itu luas, setiap orang bisa menggapai dengan berbagai jalur. Maka tidak perlu saling mengharamkan satu sama lain, sebab hal itu otoritas Allah, bukan manusia,” jelas Elok.
Kalimat makjleb itu membuatnya berpikir ulang tentang kegiatan yang selama ini dilakukan. Pengalamannya sejauh ini, ia memaksa kakak iparnya untuk memakai kaos kaki supaya benar-benar tidak terlihat karena itu haram, mewajibkan sholat dhuha dan memaksa saudarana untuk melakukan hal itu, menganggap bahwa orang yang tidak menutup aurat adalah pendosa besar, membuat Elok benar-benar merenung atas kehidupan yang selama ini saya jalankan.
“Pengalaman itu membuat saya benar-benar merenungkan kehidupan, termasuk langkah yang akan saya lakukan ke depan, pilihan hidup yang selama ini saya anggap memiliki surga. Akhirnya, singkat cerita saya perlahan meninggalkan majelis ta’lim yang suka mengkafirkan itu. saya mulai berbenah, hijrah, meski penampilan saya sederhana tanpa baju syar’i. Meskipun demikian, saya merasa nyaman dengan perubahan hidup yang saya jalani. Tidak dengan mudah melakukan stigmatisasi kepada orang lain, mengharamkan apalagi menganggap bahwa hanya saya dan orang-orang di sirkel sayalah yang paling benar dan mendapatkan syurga,” pungkas Elok.
Elok merupakan bagian dari perjalanan hidupnya yang sedang mencari, manakala hari ini ketika ia sudah diberikan jalan benar dalam hidupnya, itu tidak lepas dari usaha pencarian yang sudah dilakukan beberapa tahun silam. Wallahu a’lam