Pe.rem.pu.an
Kata perempuan dalam KBBI daringmempunyai arti orang (manusia) yang mempunyai puki, dapat menstruasi, hamil, melahirkan anak, dan menyusui; wanita. Ini menjelaskan perempuan hanya dari sisi jenis kelamin. Perempuan secara gender tidak melulu dia yang memiliki puki atau dapat menstruasi. Dia yang merasa bahwa dirinya perempuan, meski pun tak mempunyai puki sejak lahir, adalah perempuan.
Dalamlingkup violent-extremisme, perempuan mengalami pergeseran peran menjadi pelaku yang sebelumnyahanya menjadi support system para laki-laki pelaku. Dalam kegiatan Pelatihan Menulis WGWC, Riri Khoiroh menjelaskan bagaimana domestifikasi perempuan yang sangat misoginis mengubah perempuan menjadi subjek pelaku aksi teror.
Awalnya banyak sekali aturan bagi perempuan dalam yang terlibat dalamviolent-extremismeini. Seperti tidak boleh KB, menjadi pemimpin dan mengangkat senjata. Namun, sekarangditemukanbanyak pelaku perempuan. Berita violent-extremisme selalu menarik perhatian masyarakat apalagi jika pelakunya adalah perempuan. Berita yang masif menjadikan masyarakat semakin panik. Selain itu keterlibatan perempuan memicu laki-laki melakukan aksi kekerasan langsung.
Perempuan mempunyai peran penting dalam violent-extremisme. Ada pemahaman bahwa perempuan harus mengikuti dan menurut pada marhamnya. Tetapi ada kekuatan besar bagaimana perempuan dapat memengaruhi tindakan yang dilakukan oleh marhamnya. Taufik Andrie dalam paparannya Peran Masyarakat dalam Proses Rehabilitasi dan Reintegrasi menceritakan bagaimana kronologi penangkapan Umar Patek (Pelaku Bom Bali I) ketika meminta ijin kepada istrinya untuk melakukan perlawanan yang dijawab“jangan”dan seketika menyerahkan diri.
Ada banyak perjuangan yang dilakukan perempuan secara nyata untuk melawan ekstremisme. Kita bisa kagum dengan cerita perempuan yang berada di garis depan, baik secara politik maupun militer, melawan ISIS di sudut timur laut Suriah, Rojava. Bahkan tak hanya mengangkat senjata, perempuan juga memiliki hak yang sama dengan laki-laki di pemerintahan dan masyarakat. Yang sangat menakjubkan, pernikahan anak dilarang dan ilegal disana. Sangat membahagiakan, bukan?
Jangan lupakan aksi massa wanita Liberia untuk perdamaian yang dipelopori oleh Leymah Gbowee, seorang pekerja sosial. Meski bukan melawan ekstremisme, kelompok perempuan ini melawan kekerasan yang terjadi di negara mereka dengan tujuan mengakhiri Perang Saudara Kedua di Liberia tahun 2003. Mereka ‘memaksa’ Presiden untuk bernegosiasi dengan pemberontak agar tercapai kesepakatan damai.
Perempuan, asalkan mau, dia pasti mampu. Saya percaya. Tentunya Anda juga, kan? Iya, deh.
(Tia Brizantiana)