Wilayah Paska Konflik dan Potensi Ekstremisme Kekerasan

Beberapa wilayah Indonesia sempat mengalami konflik. Seperti Ambon, Palu dan Aceh. Wilayah tersebut masih berpotensi untuk terjadinya konflik terjadi. Untuk mengatasi potensi konflik di masa depan, penting untuk mewacanakan metode pencegahan dan penanganan radikalisme yang menjurus pada ekstremisme kekerasan dan terorisme. Sebab, dalam beberapa tahun terakhir, ekstremisme kekerasan cukup banyak terjadi di Indonesia.

Ada kecenderungan wilayah konflik dan paska konflik rentan menjadi tempat berkembangnya ideologi radikal dan melahirkan kekerasan baru. Peraturan daerah diskriminatif yang masih ada di beberapa daerah justru dapat digunakan oleh kelompok radikal untuk menghasut kebencian antar kelompok yang dapat menempatkan perempuan dan anak sebagai korban. Implementasi RAN P3AKS belum bisa menjadi alat pencegahan untuk kekerasan pada perempuan dalam kasus- kasus yang melibatkan penggunaan agama sebagai alat kekuasaan.

Wilayah Paska Konflik dan Potensi Ekstremisme Kekerasan

Isu penting lainnya yang perlu diangkat dalam penanganan ekstremisme kekerasan adalah pendekatan militeristik dalam penanganan terorisme. Begitu juga terhadap deportan maupun mantan kombatan yang kembali dari Suriah. Selain anak-anak mantan teroris dan mantan narapidana teroris yang tidak terintegrasi dengan baik di masyarakat. Ditambah lagi, pendekatan berbasis gender belum menjadi paradigma dalam kebijakan kontra radikalisme dan ekstremisme kekerasan yang mengarah pada terorisme.

Untuk itu, upaya untuk mendorong sensitivitas gender dapat dilakukan dengan memasukan upaya penanganan radikalisme kekerasan ke dalam RAN dan RAD P3AKS ke depannya. Konflik yang ditimbulkan oleh pandemi Covid-19 dan bencana lainnya yang mampu meningkatkan potensi konflik sosial karena memburuknya perekonomian, ketidaksetaraan di masyarakat dan diskriminasi gender, terlihat dalam jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, beban kerja yang meningkat bagi perempuan dan pembelajaran jarak jauh melalui internet namun aksesnya masih terbatas. RAN P3AKS dalam menangani konflik sosial yang disebabkan oleh bencana dan kondisi darurat.

Pandemi Covid-19 diharapkan menjadi kesempatan untuk mengikutsertakan penanganan krisis dalam konflik sosial ke rencana aksi di masa datang. Hal ini dapat dilakukan dengan menekankan peran yang dapat dilakukan perempuan selama krisis dan keadaan darurat, pelibatan perempuan dalam proses pengambilan keputusan di semua tingkatan, serta mendorong perlindungan hak asasi manusia, hak-hak perempuan dan anak.

Perkembangan Teknologi dan Informasi Kajian mengenai perkembangan teknologi dan informasi disoroti juga sebagai ruang potensi konflik baru, khususnya mengenai penyebaran informasi tidak benar (hoaks), intoleransi dan radikalisme. Meningkatnya akses masyarakat terhadap informasi, menempatkan jurnalisme menjadi sarana penting dalam membangun narasi perdamaian dan kesetaraan gender yang mempengaruhi persepsi masyarakattentang konflik, peran perempuan, dan kesetaraan.

Dalam pembahasan terlihat bahwa perlu diadakan pengarusutamaan gender dan perdamaian yang melibatkan jurnalis agar media punya kapasitas jurnalisme damai dan sensitif terhadap isu gender. Selain itu literasi digital di kalangan perempuan, termasuk pekerja migran, maupun perempuan di wilayah yang tertinggal akses digital juga penting, agar terhindar dari segala bentuk kekerasan, eksploitasi maupun disinformasi.

Penulis

Opini

Di sini kita membahas topik terkini tentang perempuan dan upaya bina damai, ingin bergabung dalam diskusi? Kirim opini Anda ke sini!

Scroll to Top