Kasus radikalisme ibarat fenomena gunung es. Pola gerakan radikalisme di Indonesia mengalami perubahan. Hal tersebut disampaikan oleh Margaret Aliyatul Maemunah, Komisioner Bidang Pornografi dan Cyber Crime KPAI.
Dalam sebuah diskusi WGWC Talk 19, dirinya menyampaikan terdapat tiga karakter radikalisme yang terjadi pada zaman dahulu. Di antaranya, adanya fakta bahwa keluarga menjadi unit bagi tumbuh dan berkembangnya radikalisme dan terorisme di Indonesia. Kedua, proses penyebaran dilakukan oleh orang tua, saudara, paman, kakek.
”Ketiga, Adanya pelibatan perempuan dan anak dalam gerakan radikalisme melalui keluarga (pasif, “belakang layar”),” menurut perempuan yang juga menjadi sekretaris PP Fatayat NU, belum lama ini.
Diungkap olehnya, gerakan radikalisme di Indonesia yang saat ini terjadi memiliki karakter, diantaranya, mulai menggunakan saluran yang tak mudah terdeteksi. Salah satunya, pengasuhan di dalam keluarga, pendidikan dan dunia siber. Kedua, proses penyebaran dalam keluarga dilakukan oleh orang tua, saudara, paman, kakek, juga anak. Ketiga, melibatkan perempuan dan anak dengan peran yang cenderung lebih aktif dibanding dulu.
Dirinya membagi factor keterlibatan anak dalam terorisme. Sedikitnya factor tersebut dibagi ke dalam factor internal dan eksternal. Lebih jauh, dalam hal internal diantaranya, lemah dari sisi agama. Kedua, ketidaktahuan wawasan kebangsaan. Ketiga, kematangan emosi anak. Terakhir, intelegensi anak.
”Sedangkan factor ekternal diantaranya: Orangtua dan Keluarga, oknum guru, lingkungan, media, kemiskinan dan pendidikan,” terangnya.
Dalam agenda tersebut, dirinya menjelaskan terdapat peran anak dalam jaringan terorisme. Peranan pertama, kelompok Eksekutor. Menurutnya, anak ikut aktif di lapangan melakukan aksi terror. Peranan kedua adalah kelompok Mentor. Lebih jauh, anak mengambil peran dalam pembibitan kader melalui jaringan Pendidikan, organisasi.
”Peranan selanjutnya,anak memiliki pranan sebagai kelompok perencana dan pengatur lapangan. Terakhir, anak menjadi kelompok simpatisan. Di mana tidak terlalu aktif melakukan aksi teror, akan tetapi memberikan dukungan moral aktifitas terorisme,” pungkasnya.